Langsung ke konten utama

al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Al - Habsyi


Habib Abdurrahman Al-Habsyi dilahirkan di Kampung 13 Ulu, Palembang, pada tahun 1310 H / 1890 M, dari pasangan Habib Abdullah bin Aqil Al-Habsyi dan Hababah Zainah binti Muhammad Al-Haddad. Di masa beliau sudah yatim, diasuh oleh ibunda dan saudara-saudaranya dalam suasana kehidupan beragama yang kental. Dalam usia lima tahun, misalnya beliau sudah mengaji Al-Qur'an di bawah bimbinan Habib Muhammad bin Hasyim bin Thohir dan Abdul Manaf Al-Qori.

Ketika berusia 10 tahun, atas anjuran kakeknya, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Munawar, beliau dikirim ke Hadramaut untuk belajar. Diantar oleh Habib Idrus bin Hasan Al-Habsyi, berangkatlah beliau bersama beberapa rekannya, yaitu Habib Aqil bin Ali Al-Munawar, Habib Umar bin Abdullah Assegaf, Habib Ahmad bin Hasan Al-Habsyi, Habib Muhammad bin Ahmad Shahab dan Habib Muhammad bin Hamid Al-Hamid.

Kedekatannya kepada kaum Sholihin mempertemukannya dengan salah seorang waliyullah, Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, di Seiyun. Sejak itu selama beberapa tahun beliau belajar di Rubath Seiyun, Pondok Pesantren yang di asuh oleh Habib Ali Al-Habsyi, pengarang Maulid Simtud Duror, dan tinggal di kediamannya. Beliau menerima pendidikan dan pengawasan langsung dari Habib Ali Al-Habsyi. Sehari – hari selalu di doa'kan oleh Habib Ali, karena beliau sangat hidmat kepada gurunya itu.

Setiap hari misalnya, Habib Abdurrahman selalu mempersiapkan handuk ketika Habib Ali Al-Habsyi hendak mandi. Begitu pula setelah Habib Ali mandi Habib Abdurrahman menyambut handuk tersebut. Bahkan Habib Ali mengizinkan dan mempersilahkannya untuk menggunakan kamar mandi khusus itu. 
Setelah mendapat keberkahan dari Habib Ali, beliau juga belajar kepada Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas. Di rubath itu pula beliau belajar bersama putra-putra Habib Ali seperti Habib Abdullah, Habib Muhammad dan Habib Alwi, serta berkenalan dengan siswa lain-yang kelak menjadi Ulama- seperti Habib Syekh bin Muhammad Al-Habsyi, Habib Umar bin Muhammad Mulakhela dan Habib Umar bin Hamid Assegaf.

Setelah empat tahun menuntut ilmu di Hadramaut, atas permintaan kakek sekaligus gurunya, Habib Muhammad bin Abdurrahman Al-Munawar, beliau pulang ke Palembang. Disana beliau benar-benar berkhidmat kepada gurunya itu. Selang beberapa waktu kemudian, beliau kembali diperintahkan gurunya untuk menuntut ilmu di Betawi ( Jakarta ) yang kala itu sudah terkenal dengan para ulamanya.

Selama di Betawi beliau aktif menghadiri beberapa majlis taklim yang digelar para habib, diantaranya majelis Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas ( Empang, Bogor ), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi ( Kwitang, Jakarta Pusat ) dan Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Setelah lima tahun bermukim di Betawi, beliau kembali pulang ke Palembang-sesudah menjual rumahnya.

Di kampong halamannya, beliau membantu mengurus perniagaan kayu besi, beras dan karet milik kakeknya, Habib Muhammad. Tak lama kemudian beliau ditunjuk untuk mengurus sebuah took, dan akhirnya sebagai wakil Habib Muhammad. Sementara mengurus took, beliau aktif di bidang pendidikan agama, terutama bahasa arab. Beliau juga sempat menjalin hubungan dengan para ulama besar di Mesir, seperti Syekh Muhammad Abduh dan Syekh Rasyid Ridho, serta mengikuti karya-karya mereka. Selain bahasa arab, beliau juga menguasai bahasa Inggris, Belanda dan Parsi.

Cita-citanya dalam pendidikan agama terwujud pada tahun 1973 ketika beliau berhasil meresmikan Pondok Pesantren Ar-Riyadh-yang dibiayai sendiri dari hasil kerja keras dalam bisnisnya. Untuk melanjutkan cita-citanya, beliau mendidik putra-putri dan keturunannya dalam pendidikan agama. Cucu-cucunya beliau kirim ke berbagai pondok pesantren di Jawa, seperti Ma'hadul Islami ( pekalongan ), Darun Nasyiin ( Lawang ), dan Darul Hadits ( Malang ). Bahkan ada cucunya yang belajar di Tanah suci.

Setelah cita-citanya meresmikan Ar-Riyadh terwujud, beliau berangkat menunaikan ibadah haji dan menetap di Tanah suci selama dua tahun.
Selama hidupnya, Habib Abdurrahman terkenal sebagai Sosiawan dan berperan aktif memimpin Madrasah Arabiah dan Lembaga Penididikan Agama Islam. Beliau juga dikenal sebagai Ulama yang tawadhu' dan sederhana, sering menyantuni kaum faqir miskin. Di kalangan para ulama dan pendidik, beliau dikenal sebagai tokoh yang sedikit berbicara. Tapi, jika berbicara beliau selalu membimbing dan menasihati. Lidahnya pun tak pernah kering dari bacaan dzikir, shalawat dan tilawatil Qur'an.

Habib Abdurrahman wafat pada hari Selasa, 29 Rabi'ul Awwal 1401 H / 1984 M, dalam usia 94 tahun. Semasa hidup, beliau membagi usianya dalam tiga fase : 20 tahun untuk belajar, 20 taqhun untuk berusaha, selanjutnya untuk beribadah sehingga Allah swt berkenan memberkatinya.


Al - Kisah No. 09/Tahun IV/24 April-7 Mei 2006.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Mar'atus sholihah

  Cari Keripik pisang klik disini MAR'ATUS SHOLIHAH           الدنيا متاع وخيرمتاعهاالمرأةالصالحة (رواه مسلم) Dunia itu perhiasan,dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang baik budi pekertinya (HR.Muslim) PANDANGAN UMUM ·        Wanita adalah Tiangnya Negara,maka apabila wanita itu berperilaku baik maka Negara itu akan menjadi baik,begitu pula sebaliknya,apabila wanita itu berperilaku buruk maka Negara itu akan menjadi buruk ·        Wanita yang Sholihah/baik harus selalu konsisten mencari ilmu,karena dengan ilmu kita akan di hormati oleh masyarakat dan selamat di dunia dan akhirat,terlebih ilmu agama dan yang berhubungan dengan wanita ·        Wanita yang baik,wajib (Fardlu 'ain) mempunyai jiwa tauhid dan iman yang kuat supaya tidak gampang terpengaruh,ibarat bangunan,tauhid merupakan pandemen/pondasinya, maka apabila pondasinya kuat bangunan...

SENI SENI TARI SALSA

1.    NILAI – NILAI HISTORIS TARI SALSA A.      ASAL – USUL TARI SALSA Salsa merupakan tarian berpasangan yang berkaitan dengan musik salsa. Kata salsa berasal dari bahasa Spanyol yang berarti saus, atau dalam hal ini adalah rasa atau gaya. Menurut pengakuan dari para ahli dan sejarawan musik, nama salsa telah diterima antara penari selama berpuluh-puluh tahun. Pertama kali kata salsa disiarkan dalam radio adalah melalui lagu yang dibuat oleh Ignacio Piñeiro, yang ditujukan pada seseorang pria Afrika tua yang menjual butifarras (sejenis sosis) pada Central Road di Matanzas. Lagu berirama son tersebut berjudul Échale salsita. Di bagian refrain dan bait lagu disebutkan "Salsaaa! échale salsita, échale salsita." Pada awal tahun 1950, seorang komentator dan DJ "bigote" Escalona mengumumkan tarian salsa dengan judul "irama berikut mengandung Salsa". Akhirnya penduduk berbahasa Spanyol di kota New York menjuluki Celia Cruz sebagai "Ratu Salsa". Sa...

Aan Merdeka Permana

Cari Keripik pisang klik disini Aan Merdeka Permana merupakan pemenang penghargaan Samsoedi pada tahun 2011 dari Yayasan Kabudayaan Rancage, untuk novel sejarahnya Sasakala Bojongsoang. Seorang jurnalis yang lahir di Bandung 1950, telah bekerja sebagai editor untuk Manglé, Sipatahunan, dan Galura. Selain menulis untuk keperluan jurnalistik beliau juga menulis cerpen dan puisi.  Buku-bukunanya yang pernah terbit kebanyakan bacaan anak dalam bahasa Sunda Kedok Tangkorék (1986), Jalma nu Ngarudag Cinta (1986), Andar-andar Stasion Banjar (1986), Muru Tanah Harepan (1987), Nyaba ka Leuweung Sancang (1990), Tanah Angar di Sebambam (1987), Paul di Pananjung, Paul di Batukaras (1996), Si Bedegong (1999), Silalatu Gunung Salak (6 épisode, 1999).