Prof. DR. Al Hafidz Al Musnid Al Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih Al Habib
Abdullah bin ‘Abdul Qadir bin Ahmad BilFaqih al-’Alawi adalah
ulama yang masyhur alim dalam ilmu hadits. Beliau menggantikan
ayahandanya Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad BilFaqih sebagai penerus
mengasuh dan memimpin pesantren yang diasaskan ayahandanya tersebut pada
12 Rabi`ul Awwal 1364 / 12 Februari 1945 di Kota Malang, Jawa Timur. Pesantren
yang terkenal dengan nama Pondok Pesantren Darul Hadits al-Faqihiyyah
Ahlus Sunnah wal Jamaah. Pesantren ini telah melahirkan banyak ulama
yang kemudian hari bertebaran di segenap pelosok Nusantara. Sebagian
dari mereka telah mengikuti jejak langkah guru mereka dengan membuka
pondok-pesantren demi menyiarkan dakwah dan ilmu, antaranya ialah
Habib Ahmad al-Habsyi (PP ar-Riyadh, Palembang), Habib Muhammad Ba’Abud
(PP Darun Nasyi-in, Lawang), Kiyai Haji ‘Alawi Muhammad (PP at-Taroqy,
Sampang, Madura) dan lain-lainnya. Nasab al-Habib Abdullah Bilfaqih Nasab
beliau adalah: al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad bin Muhammad
bin Ali bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Umar bin Ahmad bin
Abdurrahman bin Muhammad al-Faqih bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad
bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam bin
Ali bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa an-Naqib
bin Ali al-‘Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali
Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra
binti Rasulullah saw. Kelahiran al-Habib Abdullah Bilfaqih al-Habib
Abdullah lahir di Kota Surabaya pada tanggal 12 Rabiul Awal 1355 H,
yang bertepatan dengan 1 Juni 1936 M, ayahnya adalah al-Habib Abdul
Qadir bin Ahmad Bilfaqih, seorang tokoh pendidik dan guru yang sejati,
ia merupakan ulama yang sangat menguasai dalam ilmu hadis dan menjadi
rujukan umat di zamannya. Sedangkan ibunya adalah asy-Syarifah Ummi Hani
binti Abdillah bin Agil. al-Habib
Abdullah merupakan seorang ulama pakar dalam ilmu hadis. Ia adalah
putera dan khalifah tunggal dari ayahnya, al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad
Bilfaqih yang merupakan pendiri Pondok Pesantren Darul Hadis
al-Faqihiyyah Li Ahlussunnah wal jama’ah, yang berdiri pada 12 Rabiul
Awwal 1364 H, bertepatan dengan 12 Februari 1945 M di Kota Malang, Jawa
Timur. Pesantren
ini telah melahirkan para ulama yang bertebaran menyebarkan Islam di
segenap pelosok nusantara. Sebagian dari mereka mengikuti jejak langkah
gurunya dengan membuka pondok pesantren, madrasah ataupun majelis taklim
demi menyiarkan dakwah islam dan ilmu agama. Ayah
dan anak sama-sama ulama besar, sama-sama ahli hadis, sama-sama
pendidik ulung dan bijak. Merekalah al-Habib Abdul Qadir dan al-Habib
Abdullah. Begitu besar keinginan sang ayah untuk ‘mencetak’ anaknya
menjadi ulama dan ahli hadis untuk mewarisi ilmunya. Akhirnya oleh Allah
swt dikabulkanlah keinginan al-Habib Abdul Qadir tersebut. Sebelum
dikaruniai putera, al-Habib Abdul Qadir menunaikan ibadah haji dan
berziarah ke Makam Rasulullah saw di Kota Madinah. Di sana beliau
memanjatkan do’a khusus kepada Allah swt agar dikaruniai putera yang
kelak tumbuh sebagai ‘alim yang mengamalkan ilmunya dan menjadi seorang
ahli hadis. Selang beberapa bulan do’a itupun dikabulkan oleh Allah swt. Lahirlah
seorang putera yang dinanti-nantikannya tersebut, kemudian diberi nama
Abdullah. Sesuai dengan do’a yang dipanjatkan di hadapan makam
Rasulullah saw, maka al-Habib Abdul Qadir pun mencurahkan perhatian
sepenuhnya untuk mendidik buah hati yang dinanti-nantikannya itu.
Pendidikan yang diberikan sang ayahanda ini tidak sia-sia. Ketika masih
kecil ia sudah menampakkan kecerdasan dan bakat sebagai ahli hadis. Masa belajar sang maestro hadis Sejak
kecil ia berada dibawah asuhan dan bimbingan ayahandanya. Antara
keduanya terdapat keseimbangan, yaitu ketekunan sang guru (Ayahandanya,
yaitu al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih.) dalam mengajar dan
kegigihan sang murid (al-Habib Abdullah.) dalam mengikuti petunjuk dari
sang guru serta dalam menuntut ilmu. Selain kepada ayahandanya beliau
juga belajar kepada al-Habib Ali bin Husein al-Attas di Jakarta, yang
dikenal dengan sebutan Habib Ali Bungur, seorang ‘alim dan sebagai tokoh
ulama yang menjadi rujukan para ulama dizamannya. Keuletan
dan kegigihan al-Habib Abdullah dalam menimba ilmu amatlah sulit dicari
tandingannya. Siang dan malam waktunya hanya dipergunakan untuk
belajar. Sang ayah benar-benar melihat semangat anaknya ini dalam
belajar. “Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan belajar.”
Hadis inilah yang menjadi motifasi serta pendorong al-Habib Abdullah
bin Abdul Qadir Bilfaqih dalam mencari ilmu dan menyebarkan dakwah
Islamiyah. Ayahnya, al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih pernah mengatakan: “Aku telah mewariskan kepada puteraku ini empat puluh satu cabang ilmu agama.”
Karenanya, tidaklah mengherankan jika pada usia 7 tahun, al-Habib
Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih sudah mampu menghafal al-Qur’an dan
pada usia sekitar 20 tahun ia telah mampu menghafal Kitab Hadis Bukhari
dan Muslim lengkap dengan matan serta sanadnya yang bersambung hingga
Rasulullah SAW. Hal
ini bukan terjadi secara kebetulan tanpa adanya suatu usaha. Melainkan
adanya usaha yang seimbang antara sang ayah dan puteranya itu. al-Habib
Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, sang ayah yang juga sebagai maha guru
tunggal al-Habib Abdullah Bilfaqih, telah mengerahkan segala daya dan
upaya untuk memimbing dan mendidik serta mengantarkan sang putera ini
menjadi seorang ulama yang ilmunya bermanfaat serta dapat menggantikan
peranan dan dakwah sang ayah. Namun
di sisi lain sang putera yang selaku murid ini mengimbanginya dengan
semangat belajar yang tinggi, ulet, tekun dan rajin. Maka imbanglah
antara upaya sang ayah dalam mendidik dan kemauan serta semangat belajar
sang putera. Kemudian
al-Habib Abdullah menempuh pendidikan madrasah ibtidaiyah dan
tsanawiyah di Lembaga Pendidikan at-Taraqqi yang berada di Kota Malang.
Di madrasah itu pula, al-Habib Abdul Qadir mengajar. Setelah
menyelesaikan pendidikan di tingkat ibtidaiyah, kemudian ia melanjutkan
ke tingkatan madrasah aliyah di Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren
Darul Hadits al-Faqihiyyah di bawah asuhan ayahandanya sendiri. Sebagai
murid, semangat belajarnya sangat tinggi. Teman-teman sebayanya
mengenal al-Habib Abdullah sebagai kutu buku. Dengan tekun ia menelaah
berbagai kitab. Gara-gara terlalu kuat dalam belajar, ia pernah jatuh
sakit. Meskipun begitu, hal itu tidak membuatnya berhenti belajar,
walaupun dalam keadaan seperti itu ia tetap saja belajar dan belajar. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa seorang muslim sejati adalah mereka
yang mencintai ilmu, ia selalu merasa haus akan ilmu. Sehingga selalu
berusaha belajar dan memperdalam ilmu-ilmu agama dalam mengisi hidupnya.
Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh al-Habib Abdullah bin Abdul
Qadir Bilfaqih: “Tidaklah seseorang dikatakan hidup apabila ia tidak berilmu.”
Tentunya ucapan tersebut bukan sekedar ucapan yang diucapkan begitu
saja, melainkan merupakan cerminan dari kehidupannya yang selalu
dilandasi dengan ilmu. Sebagaimana
sabda Baginda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh al-Imam
at-Tabrani dan al-Imam Ibnu Abdil Baar dari Sahabat Ibnu Abbas, yang
artinya: “Barangsiapa oleh Allah dikehendaki memperoleh suatu kebajikan, maka ia akan diberi kefahaman dalam agama.” Seorang ulama ahli hadist al-Habib
Abdul Qadir sang ayah menginginkan agar puteranya kelak mewarisi ilmu
yang dimiliki al-Habib Abdul Qadir. Maka dari itu al-Habib Abdul Qadir
pun berusaha keras mendidik sang anak agar menjadi seorang yang ahli
dalam ilmu hadis. Wajarlah jika dalam usia relatif muda, ia telah
menghafal kitab-kitab induk dalam ilmu hadis. Diantaranya
kitab-kitab yang dipelajarinya adalah, Kitab Shahih Bukhari, Muslim,
Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Musnad al-Imam asy-Syafi’i, Musnad
al-Imam Ahmad ibn Hambal, Muwatha’ karya al-Imam Malik, an-Nawadirul
Ushul karya al-Imam Hakim at-Tirmidzi, al-Mu’jam ats-Tsalats karya Abul
Qasim ath-Thabrani. Semua itu telah dihafalkannya dengan baik. Tidak
hanya sekedar menghafal hadis, al-Habib Abdullah juga memperdalam ilmu
musthalah hadis, yaitu ilmu yang mempelajari hal ihwal hadis berikut
para perawinya. Juga ilmu rijalul hadis, yaitu ilmu tentang para perawi
hadis. Ia juga menguasai Ilmu jarh wa ta’dil (Kriteria
hadis yang dapat diterima sesuai persyaratan ilmu hadis.) dengan
mempelajari Kitab at-Taqrib at-Tahzib karya al-Imam Ibnu Hajar
al-Asqallani, al-Mizan at-Ta’dil karya al-Hafidz adz-Dzahabi. Dari
kecerdasan dan keluasan al-Habib Abdullah dalam ilmu hadis, maka ia
mendapat gelar Honoriscausa sebagai Doktor dan Profesor. al-Habib
Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih menerima gelar Doktor Honoriscausa
dalam bidang ilmu hadis dari al-Azhar, Cairo, Mesir, sedangkan gelar
Profesor Honoriscausa dari al-Jama’ah, Lahore, Pakistan, serta dari
Darunnadwah, Locnow, India pada tahun 1970 M. Gelar
tersebut diberikan, karena memang pantas disandang dengan melihat
kepakarannya dalam ilmu hadis. Setiap ia menyampaikan hadis-hadis
Rasulullah saw selalu disebutkan pula sanad dan perawinya. Maka tidak
berlebihan jikalau ia menyandang sebagai muhaddis di zamannya. Bak Pinang Dibelah Dua Bapak
dan anak sama-sama ulama besar, sama-sama ahli hadits,
sama-sama pendidik ulung dan bijak. Merekalah Habib Abdul Qadir dan
Habib Abdullah. Masyarakat
Malang dan sekitarnya mengenal dua tokoh ulama yang
sama-sama kharismatik, sama-sama ahli hadits, sama-sama pendidik yang
bijaksana. Mereka adalah bapak dan anak: Habib Abdul Qadir Bilfagih dan
Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih. Begitu besar keinginan sang
ayah untuk “mencetak” anaknya menjadi ulama besar dan ahli hadist –
mewarisi ilmunya. Hal
itu tentu saja tidak terjadi secara kebetulan. Semua itu berkat
kerja sama yang seimbang antara ayah yang bertindak sebagai guru dan
anak sebagai murid. Sang guru mengerahkan segala daya upaya untuk
membimbing dan mendidik sang putra, sementara sang anak mengimbanginya
dengan semangat belajar yang tinggi, ulet, tekun, dan rajin. Menjelang
dewasa, Habib Abdullah menempuh pendidikan di Lembaga
Pendidikan At-Taroqi, dari madrasah ibtidaiyah hingga tsanawiyah di
Malang, kemudian
melanjutkan ke madrasah aliyah di Pondok Pesantren Darul
Hadits Al-Faqihiyyah li Ahlis Sunnah Wal-Jama’ah. Semua lembaga
pendidikan itu berada di bawah asuhan ayahandanya sendiri. Sebagai
murid, semangat belajarnya sangat tinggi. Dengan tekun ia
menelaah berbagai kitab sambil duduk. Gara-gara terlalu kuat belajar, ia
pernah jatuh sakit. Meski begitu ia tetap saja belajar. Barangkali
karena ingin agar putranya mewarisi ilmu yang dimilikinya, Habib Abdul
Qadir pun berusaha keras mendidik Habib Abdullah sebagai ahli hadits. Maka
wajarlah jika dalam usia relatif muda, Habib Abdullah telah hafal
dua kitab hadits shahih, yakni Shahihul Bukhari dan Shahihul Muslim, lengkap
dengan isnad dan silsilahnya. Tak ketinggalan kitab-kitab
Ummahatus Sitt (kitab induk hadits), seperti Sunan Abu Daud, Sunan
Turmudzy, Musnad
Syafi’i, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal; Muwatha’ karya Imam Malik;
An-Nawadirul Ushul karya Imam Hakim At-Turmudzy; Al-Ma’ajim ats-Tsalats karya Abul Qasim At-Thabrany, dan lain-lain. Tidak
hanya menghafal hadits, Habib Abdullah juga memperdalam ilmu
musthalah hadist, yaitu ilmu yang mempelajari hal ikhwal hadits berikut
perawinya, seperti Rijalul Hadits, yaitu ilmu tentang para perawi
hadits. Ia juga menguasai Ilmu Jahr Ta’dil (kriteria hadits yang
diterima) dengan mempelajari kitab-kitab Taqribut Tahzib karya Ibnu Hajar Al-Asqallany, Mizanut Ta’dil karya Al-Hafidz adz-Dzahaby. Empat Madzhab Selain
dikenal sebagai ahli hadits, Habib Abdullah juga memperdalam
tasawuf dan fiqih, juga langsung dari ayahandanya. Dalam ilmu fiqih ia
mempelajari kitab fiqih empat madzhab (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hanbali), termasuk kitab-kitab fiqih lain, seperti Fatawa Ibnu Hajar,
Fatawa Ramli, dan Al-Muhadzdzab Imam Nawawi. pada tahun 1960 beliau menerima gelar doctor honoris causa dalam bidang Ilmu Hadits Dari Al-Azhar Cairo Mesir. Selain
itu beliau pernah menajabat sebagai dosen IKIP , kemudian pada tahun
1960 menjabat dosen Ilmu Tafsir Al-Qur`An Di Fakultas Ilmu Tarbiyah IAIN
Sunan Ampel Malang, selain itu juga diangkat sebaagai penasihat Menteri
Penghubung ` Alim Ulama , juga sebagai penasihat Ahli Menteri Kesra RI
dalam bidang fatwa agama, sedang dalam idang Thoriqoh beliau membai`ah
dan melanjutkan jabatan mursyid Thoriqoh Al` Alawiyyah Al –Mu`Tabaroh
sebagai mana ayahandanya. Sejak
semula hingga akhir hayat beliau selalu penuh semangat dalam dakwah
islamiyyah di didalam maupun di luar negeri, forum mimbar lainnya
seperti media cetak, radio pusat maupun regional dan lain-lain Setelah
ayahandanya mangkat pada 19 November 1962 (21 Jumadil Akhir 1382 H),
otomatis Habib Abdullah menggantikannya, baik sebagai pengasuh pondok
peantren, muballigh, maupun pengajar. Selain menjabat direktur Lembaga
Pesantren Darul Hadits Malang, ia juga memegang beberapa jabatan
penting, baik di pemerintahan maupun lembaga keagamaan, seperti
penasihat menteri koordinator kesejahteraan rakyat, mufti Lajnah
Ifta Syari’i, dan pengajar kuliah tafsir dan hadits di IAIN dan
IKIP Malang. Ia juga sempat menggondol titel doktor dan profesor. Sebagaimana
ayahandanya, Habib Abdullah juga dikenal sebagai pendidik ulung. Mereka
bak pinang dibelah dua, sama-sama sebagai pendidik, sama-sama
menjadi suri tedalan bagi para santri, dan sama-sama tokoh kharismatik
yang bijak. Seperti ayahandanya, Habib Abdullah juga penuh perhatian dan
kasih sayang, dan sangat dekat dengan para santri. Setelah
kemangkatan ayanndanya Habib Abdul qodir bi faqih sebagai putra tunggal
beliau RA otomatis menggantikan posisi ayahandanya melanjutkan
perjuangan dalam bidang pengajaran dan pendidikan di pesantren maupun
bidang da’wah islamiyyah. Begitupun dengan majlis ta’lim yang pernah di
selenggarakan oleh ayahandanya, beliauRA meneruskan kegiatan tersebut,
majlis ta’lim yang di maksud adalah majlis yang bersifat khusus (
thoriqot) yang di selenggarakan minggu pertama dan minggu ketiga di
pesantren darul hadist. Di samping itu juga beliau RA da’wah hingga ke
plosok daerah di indonesia dan di berbagai negara. Setiap akhir
ceramahnya beliau RA selalu mengajak para jamaah untuk mengingat Alloh
Swt dan Rosululloh SAW sambil meneteskan airmata, mengingat lumuran dosa
meresapi bahwa hidup ini hanyalah bersifat sementara dan pada saatnya
nanti kita akan mati serta di mintai pertanggung jawabannya oleh Sang
Pencipta. Kepada
santri-santri dan putra putri nya Beliau RA Memberikan perhatian yang
besar, setiap malam sebelum sholat tahajut beliau RA selalu keliling
P0ndok pesantren untuk melihat santri-santrinya yang tertidur jika ada
kain yang tersingkap beliau lantas menuntupinya, dan jika beliau
mengajar dan tidak tampak putranya di majlis maka beliu menyuruh santri
memanggil putra-putranya tersebut untuk ikut serta ta’lim di majlis
Ayahandanya tersebut. Beliau RA selalu mengontrol putra-putri,santri
serta murid thoriqohnya dengan jalan zhohir maupun batin karena beliu
adalah termasuk orang MUKASYIF yakni orang yang dapat melihat hal-hal
yang ghoib dengan tahadutsan bin ni’mah beliu RA Pernah mengatakan bahwa
Alloh SWT memberikan karunia KASYAF Kepadaku sejak aku masih muda. Kecintaan
beliu kepada Baginda Rosululloh SAW sangat dalam , pada saat beliau
menyebut baginda Rosululloh SAW selalu diiringi dengan mengucurkan air
mata, hal ini merupakan bukti kecintaan yang dalam dan tulus dari Beliau
RA. Begitu pula pada acara majlis ta’lim beliau RA mengajak para
jama’ah untuk bertawashul dan bersolawat kepada baginda Rosululoh SAW
dengan mengucurkan air mata, tentu saja ini bukan maksud untuk
dibuat-buat ( seperti banyak yang dituduhkan sebagian kelompok) bahwa
perbutan tersebut menyerupai agama lain atau aliran sesat, padahal itu
emua adalah merupakan bukti cinta yang mendalam kepada Rosululloh Saw
karena kesucian dan keseriusan cinta maka akan bercucurlah air mata.
Beliau
RA adalah seorang ulama besar dan waliyulloh suatu ketika beliau
didatangi oleh Nabi Khidir AS sebagaimana yang beliau tuturkan , nabi
Khidir memberi salam “SELAMAT SEJAHTERA WAHAI WALI QUTUB….PUTRA DARI
WALI QUTUB…..DAN BAPAK DARI WALI QUTUB....” dan ini juga adalah
merupakan suatu isyaroh bahwa suatu hari kelak anak-anak beliau yang
masih hidup dan sekarang menjadi pengasuh Pon-pes Darul Hadist Al
faqihiyyah yaitu Habib Muhammad bil Faqih, habib Abdul qodir bil faqih
dan Habib Abdurrohman Bil faqih akan menjadi wali-wali qutub. Sifat dan
karekter mereka dalam berda’wah dan mengisi majlis ta’lim sama seperti
Ayahandanya tegas dan disiplin, ini yang saya rasakan waktu saya belajar
di pesantren Darul Hadist al faqihiyyah tahun 1998 kalau anak-anak
beliau memberikan ceramah atau mengajar di kelas semua santri akan
tertunduk seakan-akan sedang berhadapan dengan Ayanhanda Beliau Al hafid
Habib Abdulloh Bil Faqih. Sebagai
guru, ia sangat memperhatikan pendidikan santri-santrinya.
Hampir setiap malam, sebelum menunaikan shalat Tahajjud, ia selalu
mengontrol para santri yang sedang tidur. Jika menemukan selimut
santrinya tersingkap, ia selalu membetulkannya tanpa sepengetahuan si
santri. Jika ada santri yang sakit, ia segera memberikan obat. Dan jika
sakitnya serius, ia akan menyuruh seseorang untuk mengantarkannya ke
dokter. Seperti
halnya ulama besar atau wali, pribadi Habib Abdullah mulia
dan kharismatik, disiplin dalam menyikapi masalah hukum dan agama. Tanpa tawar-menawar, sikapnya selalu tegas: yang haq tetap dikatakannya haq, yang bathil tetap dikatakannya bathil. Salah
satu nasehart Beliau, Jadilah orang yang shaleh, karena orang-orang
yang shaleh akan bahagia di dunia dan di akherat. Dan jadilah orang yang
benar, jangan menjadi orang yang pintar, karena orang yang pintar belum
tentu benar, tetapi orang yang benar sudah pasti pintar. Sikap
konsisten untuk mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar itu tidak saja
ditunjukkan kepada umat, tapi juga kepada pemerintah. Pada setiap
kesempatan hari besar Islam atau hari besar nasional, Habib Abdullah
selalu melancarkan saran dan kritik membangun – baik melalui pidato
maupun tulisan. Habib
Abdullah juga dikenal sebagai penulis artikel yang produktif.
Media cetak yang sering memuat tulisannya, antara lain, harian Merdeka,
Surabaya Pos, Pelita, Bhirawa, Karya Dharma, Berita Buana, Berita Yudha.
Ia juga menulis di beberapa media luar negeri, seperti Al-Liwa’ul
Islamy (Mesir),
Al-Manhaj (Arab Saudi), At-Tadhammun (Mesir), Rabithathul Alam
al-Islamy (Makkah), Al-Arabi (Makkah), Al-Madinatul Munawarah (Madinah). SANAD SAMAHATUL IMAM AL-QUTUB ALHABIB ABDULLOH BILFAQIH AL-‘ALAWY AL-HUSAINI MALANG JATIM Sayyiduna Wa Maulana Al-Imam Al-Hafidz Al-Musnid Al-Qutub Al-Habib Abdullah Bilfaqih Al-Alawy RA ▼ Sayyiduna Wa Maulana Al-Imam Al-Habr Al-Qutub Al-Habib Abdul Qodir Bilfaqih Al-Alawy RA ▼ Sayyiduna Imam Al-Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih Al-alawy RA ▼ Sayyidunal Imam Isa bin Muhammad Az-zamzany RA ▼ Sayyidunal imam Yahya bin Muhammad jamalul lail RA ▼ Sayyidunal imam Abdullah bin ahmad al-alawy RA ▼ Sayyidunal imam al-allamtud dunya abdur rahman bin abdulloh bilfaqih Al-Alawy RA ▼ Sayyidunal imam Ahmad bin Umar bin Mudhlor al-alawy ▼ Sayyidunal imam al-Faqihul Muqoddam ats-Tsany Abdur Rahman bin Muhammad as-Seqqaf RA ▼ Sayyidunal imam Abdulloh bin Alwy Ba’alawy ▼ Sayyidunal Imam al-Faqih Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawy RA ( Mursyid Pertama Thoriqoh Alawiyah ) Dari Sayyidunal Imam Al-faqih Muqoddam RA terbagi menjadi dua jalur yakni Jalur Ahlul Bait dan Jalur Toriqoh Jalur Ahlul Bait Sayyidunal imam al-faqih muqoddam Muhammad bin ali ba’alawy RA ▼ Sayyidunal Imam Ali Bin Muhammad Ba’alawy RA ▼ Sayyidunal Imam Muhammad bin ali ( Shohibul Marbath ) RA ▼ Sayyidunal Imam Ali Bin Alwy Kholi Qosam RA ▼ Sayyidunal Imam Muhammad Bin alwy bin Muhammad ba’alawy RA ▼ Sayyidunal imam Alwy RA ( Jaddu Bani Alawy ) ▼ Sayyidunal Imam Ubaidillah bin ahmad Al-muhajir RA (Sultonul Wujud ) ▼ Sayyidunal imam Ahmad Bin Isa An-Naqib RA ▼ Sayyidunal Imam Ali Al-Uraidhy Ra ▼ Sayiidunal Imam ja’far As-Shodiq RA ▼ Sayyidunal Imam Muhammad Al- Baqir RA ▼ Sayyidunal Imam Ali Zainal Abidin RA ▼ Sayyidunal Imam Abu Abdillah Al-Husain RA ▼ Sayyidunal Imam Ali Bin Abi Tholib KRW ▼ Sayyidunal Wa Maulana Muhammad Rasulullah SAW Jalur Toriqoh Al-‘Alawiyyah Sayyidunal Imam Al- Faqih Muqoddam Sayyiduna Muhammad Bin Ali Ba’alawy RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abu Madyan Bin Syu’eb Bin Al-Husein RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Nuruddin Ali Bin Chizihim RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abu Bakar Muhammad Bin Abdillah Al-Ma’arifi RA ▼ Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali.RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abdul Malik RA ( Imamul Haromain ) ▼ Sayyiduna As-Syekh Abdullah Bin Yusuf Al-Juwainy RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abu Tholib Muhammad Bin Ali Al-Makki RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abu Bakar Dullaf Bin Juhdur As-Subly RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abul Qosim Al-Junaid Bin Muhammad Al- Baghdad RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abul Hasan As-Sirri As-Siqthi RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abu Mahfudz Ma’ruf Al-Karkhi RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abu Sulaiman Daud Bin Nushoir At-Tho’iy RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abu Muhammad habib Bin Muhammad Al-Ajamy RA ▼ Sayyiduna As-Syekh Abu Said Al-Hasan Bin Abil Hasan Al-Bashry RA ▼ Sayyidunal Imam Ali Bin Abi Tholib KRW ▼ Sayyiduna Wa Maulana Muhammad Rasululloh SAW Hubungan dengan Mbah Kyai Hamid Pasuruan Suatu
ketika Mbah Hamid memondokkan putranya (Gus Nu'man) di Pesantren Darul
Hadis Malang yang di asuh oleh Ulama Besar pakar Hadis Prof Dr al Habib
Abdulloh Bilfaqih.Namanya juga anak muda, pasti ada nakalnya. Begitu juga dengan Nu'man, Nampaknya kenakalannya terdengar sampai ke telinga Habib. Lalu
Nu'man dipanggil oleh sang pengasuh. Dia diberi pengarahan dan
nasihat-nasihat agar dia tidak nakal lagi dan tapi tidak sampai di
ta'zir. Satu dua kali
dia dipanggil tetap saja belum ada perubahan, ahirnya untuk yang ketiga
kalinya dia dihukum langsung oleh sang pengasuh. Nu'man di pukul berkali-kali dengan penjalin (bambu kuning yang masih muda). Hingga
pada suatu malam al Habib Abdullah di tegur Abahnya (Al Qutb al Habib
Abdul Qodir Bilfaqih) lewat sebuah mimpi dengan berkata;
Dan
selang beberapa hari beliau juga mimpi bertemu dengan kyai Hamid sedang
menuju pintu surga, dan sang Habib tersebut berusaha menggapai kyai
Hamid tapi tidak bisa. Mimpi itu datang sampai beberapa hari. Setelah
mendapat teguran dari sang ayahanda, dan bermimpi bertemu kyai Hamid,
beliau merasa sangat bersalah kepada kyai Hamid. Lalu beliau mendatangi
kediaman kyai Hamid untuk meminta maaf atas perilakunya terhadap anak
beliau. Kebetulan waktu itu bertepatan hari Ahad, di mana pengajian umum rutinan di ndalem Kiai Hamid. Begitu
Kiai Hamid melihat kedatangan Al Habib, beliau menyongsong dan
mempersilakan al Habib untuk memimpin pengajian rutin tersebut. Tak
di nyana, dalam pengajiannya, Sang Habib justru menceritakan apa yang
beliau perbuat kepada Gus Nu'man dan mimpi mimpinya kepada para jamaah
pengajian yang puluhan ribu jumlahnya. Mendengar apa yang dituturkan oleh Sang Habib. Tanpa terasa air mata Mbah Hamid mengalir deras, Menurut
sumber, kyai Hamid tidak pernah menangis sampai parah seperti itu
sebelumnya. Beliau malu kalau kelebihan beliau diceritakan di muka umum. Seorang pendidik sejati Selain
dikenal sebagai ulama yang ahli dalam ilmu hadis, al-Habib Abdullah
juga mumpuni dalam berbagai disiplin keilmuan lainnya, terutama dalam
ilmu tasawuf dan fikih. Semua itu ia pelajari langsung dari ayahandanya.
Dalam ilmu fikih ia mempelajari kitab fikih empat madzhab, (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.) termasuk
kitab-kitab fikih lainnya, diantaranya adalah: Fatawa al-Imam Ibn
Hajar, Fatawa al-Imam Ramli dan al-Muhadzab al-Imam an-Nawawi. Setelah
kewafatan al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, pada 19 November
1962 M, yang bertepatan pada tanggal 21 Jumadil Akhir 1382 H, maka
al-Habib Abdullah yang menggantikan semua kegiatan yang telah dirintis
oleh ayahnya. Baik sebagai pengasuh Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren
Darul Hadis al-Faqihiyyah, muballigh, maupun pengajar. Selain
itu, ia juga melanjutkan semua kegiatan majelis taklim yang pernah
diselenggarakan ayahandanya, baik majelis yang bersifat umum maupun
majelis yang bersifat khusus. Yang bersifat khusus adalah kegiatan
thariqah yang diselenggarakan Hari Ahad minggu pertama dan ketiga yang
bertempat di Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Malang. Kemangkatan
ayahandanya bukan menjadi lemahnya semangat dan larut dalam kesedihan
yang berkepanjangan serta menjadikannya putus asa. al-Habib Abdullah
sangat sadar, bahwa warisan yang akan diembannya membutuhkan perhatian
yang serius. Tak satupun kegiatan yang pernah dilakukan oleh ayahandanya
dirubah atau dikurangi, namun apa-apa yang telah dikerjakan dan
dilakukan oleh ayahandanya dilanjutkan serta ditumbuh kembangkan dengan
baik dan sempurna. Selain
menjabat sebagai pengasuh Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Darul
Hadis al-Faqihiyyah Malang. Ia juga memegang beberapa jabatan penting,
baik di lembaga keagamaan maupun di sektor sipil pemerintahan,
diantaranya sebagai penasehat Menteri Penghubung Alim Ulama, penasehat
ahli Menteri Kesra. (Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.) Dalam bidang fatwa agama, ia diangkat sebagai Mufti Lajnah Iftassyari’i dan sebagai dosen ahli pada mata kuliah tafsir dan hadis di IAIN dan IKIP di Kota Malang. Ia
adalah seorang ulama yang sejati. Ia tidak pernah membeda-bedakan orang
yang mengundangnya. Mulai dari kalangan atas, menengah, hingga kalangan
bawahpun ia penuhi. al-Habib Abdullah selalu berusaha untuk memenuhi
acara dakwah, meskipun harus ke daerah pelosok yang sulit dijangkau
sekalipun, akan dipenuhinya. Bahkan tidak jarang ia berdakwah kepelosok
dengan berjalan kaki. Begitu tingginya semangat dan perjuangan yang
dimilikinya dalam menyebarkan Agama Allah dan Rasul-Nya. Ia
ikhlas dalam berdakwah. Ia berlaku demikian tak mengharap sesuatu
apapun kecuali ridha Allah swt dan Rasul-Nya. Semua itu dilakukannya
tanpa mengenal lelah. Bahkan sewaktu sakit pun, ia masih berkeinginan
keras untuk tetap mengajar. Menurutnya dengan tetap mengajar akan
dihilangkan semua penyakitnya. Ia minta kesembuhan dari Allah swt dengan
mengajar. Karenanya, jika mengajar rasa sakitnya akan tertutupi dengan
melihat keceriaan para muridnya. Sebagai
guru, ia sangat memperhatikan anak didiknya. Sampai hal yang remeh pun
ia perhatikan. Setiap malam, sebelum menunaikan Shalat Tahajjud, ia
selalu mengontrol para murid yang sedang tidur. Jika melihat selimut
muridnya yang tersingkap, ia yang membetulkannya tanpa sepengetahuan si
murid tersebut. Jika ada murid yang sakit, ia segera memberikan obat,
jika sakitnya serius, ia memerintahkan salah seorang untuk
mengantarkannya ke dokter. Dakwahnya Dalam
berdakwah, ia mengajak umat agar selalu menanamkan rasa cinta yang
mendalam kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta selalu menerapkan ajaran
yang telah dibawa oleh Rasulullah saw. Pribadi al-Habib Abdullah
sangatlah mulia, kharismatik dan sangat disiplin dalam menyikapi masalah
hukum agama tanpa tawar-menawar. Sikapnya selalu tegas, yang haq tetap
dikatakannya haq, yang batil tetap dikatakannya batil tanpa pandang bulu
siapapun itu. Sikap
konsisten menjalankan amar ma’ruf nahi munkar itu tidak saja
ditunjukkan kepada umat, tapi juga kepada para pejabat pemerintah. Pada
setiap kesempatan, terutama pada acara peringatan hari-hari besar
nasional, al-Habib Abdullah selalu melancarkan saran dan kritik
membangun, baik diatas mimbar maupun tulisan di artikel surat kabar. Selain
mengajar di Pesantren Darul Hadis, al-Habib Abdullah juga melakukan
perjalanan dakwah, baik di dalam maupun di luar negeri. Kegiatan
dakwahnya di daerah-daerah di Tanah Air meliputi: Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara dan
masih banyak lagi. Sedangkan
daerah dakwahnya di luar negeri meliputi: Malaysia, Singapura, Brunai
Darussalam, India, Pakistan, Mesir, serta negara-negara di Kawasan
Afrika. Dalam berdakwah semata-mata dilakukan untuk mengemban tugas
untuk menyampaikan ajaran Allah swt dan Rasul-Nya. Dengan
didukung kemampuan yang sangat mumpuni, al-Habib Abdullah memiliki gaya
yang khas dalam penyampaian ceramahnya. Metode ini dilakukannya
semata-mata agar para audiens (Para pendengar.) faham dan mengerti akan materi yang sedang disampaikannya. al-Habib
Abdullah adalah seorang ulama dan mubaligh yang cerdik, karena ia dapat
menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi ummat yang sedang
dihadapinya. Sebab mubaligh yang berhasil adalah, manakala ia dapat
menganalisa para pendengarnya dan dimana ceramah itu disampaikan. Apabila
ia sedang berceramah dikomunitas orang-orang Madura, maka ia akan
berceramah menggunakan Bahasa Madura. Apabila yang dihadapinya tersebut
banyak dari kalangan masyarakat Jawa, maka ia menggunakan Bahasa Jawa
yang halus. Jika
ia berceramah dikhalayak yang disitu banyak terdiri dari beberapa
kalangan, maka ia menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Manakala ia berkhutbah dikalangan yang disitu tidak mengerti Bahasa
Indonesia, maka ia menyampaikannya dengan menggunakan Bahasa Arab.
Tujuannya hanyalah agar mereka faham apa-apa yang disampaikannya. Dalam
setiap ceramahnya, ia selalu mengajak umat Islam agar meningkatkan mutu
pengamalan ajaran agama. Taat kepada perintah Allah swt dan menjauhi
segala bentuk larangan-Nya. Ia juga selalu mengingatkan agar umat Islam
terus meningkatkan komunikasi dengan Allah swt dan Rasul-Nya. (Maksudnya
adalah, selalu mengerjakan shalat tepat pada waktunya, yang ditambah
dengan shalat-shalat sunnah, selalu berdzikir menyebut Asma Allah swt
serta selalu mengingat Allah swt dan Rasul-Nya dimanapun kita berada,
membaca shalawat kepada Rasulullah saw, dan masih banyak lagi yang dapat
kita gunakan sebagai media untuk berhubungan antara kita dengan Allah
swt dan Rasul-Nya.) Begitu
pula pada akhir setiap ceramahnya, ia mengajak kepada hadirin untuk
selalu mengingat kepada Sang Maha Pencipta swt dan Baginda Nabi Muhammad
saw sambil meneteskan air mata, mengingat lumuran noda dan dosa yang
telah kita perbuat. Serta mengingatkan bahwa hidup ini hanya bersifat
sementara dan semua manusia akan meninggalkan alam dunia serta akan
dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah swt atas segala hal yang
pernah diperbuatnya di alam dunia ini. Dapat disimpulkan bahwa ia selalu
mengajak umat untuk masuk menuju pintu taubatan nasuha. (Taubat dengan sebenar-benarnya taubat.) Penulis yang produktif al-Habib
Abdullah juga aktif sebagai penulis artikel yang produktif di berbagai
media cetak dalam negeri, diantaranya: Harian Merdeka, Surabaya Pos,
Pelita, Bhirawa, Karya Dharma, Berita Buana, Berita Yudha. Selain itu,
ia juga menulis di beberapa media luar negeri, diantaranya adalah: al-Liwa’ul Islami yang terbit di Mesir, al-Manhaj yang terbit di kawasan Arab Saudi, at-Tadhammun yang terbit di Mesir, Rabithah ‘Alam al-Islami yang terbit di Makkah, al-‘Arabi yang terbit di Makkah, al-Madinatul al-Munawwarah yang terbit di Madinah, al-Wihdah, al-Jundi, al-Wa’yu al-Islami, serta masih banyak lagi. Diantara karya al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih adalah:
Pengabdiannya terhadap Tanah Air dan bangsa Ia
tidak pernah condong kepada salah satu pihak saja, namun semua pihak
dirangkul dan diayomi. Ia berpendapat, apabila condong kepada salah satu
pihak saja, maka yang terjadi akan meresahkan dan semakin
mengkotak-kotak umat. Sebab ulama yang sejati adalah mereka yang
memegang prinsip secara tegas dan membawa umat menuju persatuan dan
kesatuan guna mengantar mereka ke jalan Allah swt dan Rasul-Nya. Berkaitan dengan negara ini, ia sering kali mengatakan: “Jadilah seorang Pancasilais yang muslim dan jadilah sosok muslim yang Pancasilais.” Hal
tersebut pernah dimuat dalam salah satu artikelnya dalam harian surat
kabar yang berjudul ‘Mengapa Umat Islam Menerima Pancasila?’ al-Habib Abdullah Bilfaqih adalah seorang tokoh ulama yang selalu melakukan kerjasama positif yang harmonis dengan para umara’ (Para pejabat pemerintahan.) untuk
bersama-sama membangun masyarakat Indonesia yang seutuhnya, guna
tercapainya masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah swt.
Sehingga tercapainya Baldatun Tayyibatun Wa Rabbun Ghafur sebagaimana yang digambarkan dalam al-Qur’an. Ia
selalu menekankan pentingnya hubungan yang harmonis antara ulama dan
umara’, agar keduanya selalu berjalan bersama-sama dalam membangun
bangsa dan negara ini. Ia berpandangan bahwa ulama dan umara’ harus
dapat menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya secara benar,
maka dengannya akan tercapai segala yang dicita-citakan oleh seluruh
Bangsa Indonesia. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Baginda Nabi Muhammad saw, yang artinya: “Dua
golongan dari umatku, apabila keduanya mampu menjalin hubungan dengan
harmonis, maka umat akan menjadi baik. Namun apabila keduanya tidak
dapat menjalin hubungan dengan baik, maka umat akan hancur. Kedua
golongan tersebut adalah ulama dan umara’.” Demi
mashlahat umat, al-Habib Abdullah tidak segan-segan mengkritik dan
memberi masukan kepada para pejabat pemerintah. Oleh sebab itu ia
ditunjuk sebagai penasehat ahli Menkokesra dan atas permintaan dari
pemerintah, ia juga ikut serta membina beberapa majelis di beberapa
departemen pemerintahan, baik di sektor sipil maupun TNI. Salah
satunya ia membina kajian ‘Moral dan Spiritual Umat.’ Kajian ini
tujuannya adalah demi tercapainya pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya lahir dan batin serta demi kelangsungan pembangunan bangsa dan
Negara Republik Indonesia. Pernah dalam salah satu ceramah al-Habib Abdullah Bilfaqih pada saat HUT (Hari Ulang Tahun.) Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia ke-28, yang bertepatan pada 14 Agustus
1973 M, yang disiarkan secara langsung di RRI dan dapat disimak
pendengar di seluruh Indonesia. Ia
menceritakan dan mengupas tuntas tentang perjuangan para pahlawan
sebelum kemerdekaan hingga sejarah proklamasi dan juga menjelaskan
peranan serta tanggung jawab antara ulama dan umara’. Pidato tersebut
disampaikan dengan tema ‘Amalkan Amanat dan Wasiat Para Pejuang
Kemerdekaan Republik Indonesia.’ Ia
menginginkan bangsa ini sebagai bangsa yang bermartabat. Oleh
karenanya, ia selalu mengingatkan bahwa pemuda-pemuda sekarang adalah
pemimpin yang akan datang, maka dari itu hendaklah para pemuda mengisi
masa mudanya dengan menuntut ilmu agama dan melaksanakan ibadah dengan
benar sebagai modal untuk mengenal dan mencintai Allah swt serta
Rasul-Nya. Karena menurutnya, maju mundurnya suatu bangsa dapat dilihat
bagaimana pemudanya saat ini. Pernah
dalam sebuah ceramahnya pada peringatan HUT berdirinya Lembaga
Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah Malang pada tahun
1985 M, al-Habib Abdullah Bilfaqih mengatakan bahwa sebagian para pemuda
di negeri ini sudah mulai meninggalkan ajaran agama serta semakin jauh
dari Allah swt dan Rasul-Nya. Ia mengatakan: “Negara-negara
di luar kagum dengan kemajuan Bangsa Indonesia dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kedokteran dan lain-lain. Namun semua itu yang
amat disayangkan, mulai menjalarnya wabah narkotika dikalangan
pemuda-pemudi kita di bumi pertiwi ini. Saya menghimbau kepada para
ulama, aparat negara, dan orang tua agar menyelamatkan mereka dari hal
tersebut. Karena sesungguhnya merekalah yang bertanggung jawab atas hal ini.” (Dimuat di harian Pelita pada Senin 25 Maret 1985 M.) Akhlak dan perilaku al-Habib Abdullah Bilfaqih Akhlak
dan perilakunya meneladani Rasulullah saw. Setiap orang yang
mengenalnya, pasti akan melihat keindahan akhlak dan budi pekertinya. Ia
adalah seseorang yang dalam dirinya terkumpul antara ilmu dzahir dan
batin. Seseorang yang dipenuhi bejana ilmu, namun akhlak dan budi
pekertinya sangatlah luar biasa. Pernah dalam sebuah kesempatan, ia
mengatakan: “Seandainya aku dapat bersujud di bawah bumi, sungguh itu akan aku lakukan.” Rumahnya
selalu terbuka lebar bagi mereka semua yang datang berkunjung.
Tamu-tamu terus berdatangan, baik mereka yang ingin bertanya, meminta
ijazah, bahkan para pejabat pemerintahan pun datang meminta arahan dan
pendapat kepadanya. Tidak sedikit para ulama dalam dan luar negeri
datang kepadanya untuk saling tukar menukar sanad hadis dan ijazah.
Tidak jarang ia menyuguhkan hidangan langsung kepada para tamunya. Dikisahkan
oleh salah seorang murid dekatnya, bahwa pada suatu hari ada seorang
tamu yang bermaksud menguruskan surat tanah miliknya. Setelah
menjelaskan panjang lebar, intinya tamu itu meminta sejumlah uang untuk
pengurusan surat tanah tersebut. Lalu al-Habib Abdullah memberikan
sejumlah uang yang diminta oleh tamu tersebut. Setelah itu, sang tamu
itupun memohon diri, dengan hormat dan senyum ramah al-Habib Abdullah
pun mempersilahkan tamu itu pulang. Setelah
tamu itu pergi, al-Habib Abdullah berkata kepada muridnya, bahwa tamu
tadi telah menipunya. Begitulah kepekaan mata batinnya, walaupun ia
mengetahui tamunya tadi bermaksud jahat, namun ia tetap menghormatinya.
Karena ia berprinsip, tamu itu wajib mendapat penghormatan dari shahibul bait. (Pemilik rumah.) Betul
apa yang telah dikatakan oleh al-Habib Abdullah, bahwa tamu tadi tidak
pernah muncul lagi dan surat yang dimaksud pun tidak kunjung datang. Diantara amalan al-Habib Abdullah Bilfaqih Ia
adalah seorang hamba yang dekat dengan Tuhannya. Tidak ada waktu yang
terlewat tanpa diisi dengan ibadah. Ibadahnya telah mencakup ibadah
dzahir dan batin. Ia merupakan ulama yang benar-benar memegang teguh
hukum yang telah ditetapkan Allah swt dan Rasul-Nya. Sebagaimana
ayahandanya, jangankan perkara yang haram, yang makruh pun tidak ia
lakukan. Prinsipnya
dalam menjaga syari’at ini betul-betul diperhatikan dan selalu dipegang
teguh. Tak hanya bagi dirinya, bahkan itu juga ia terapkan pagi para
murid didiknya. Ia selalu menekankan kepada para muridnya agar tidak
melihat wanita yang bukan muhrimnya, karena itu merupakan perbuatan
haram dan dosa. Bagi
para murid yang melanggar akan hal ini maka ia akan memberikan
peringatan dan sanksi yang tegas. Begitu pula ia akan marah serta
memberikan sanksi yang berat bagi para murid yang terlambat menunaikan Shalat Subuh (Hingga terbitnya matahari.) dan perkara-perkara lain yang menyalahi aturan agama. Ia
berbuat semacam ini semata-mata sebagai bentuk perhatian dan kasih
sayang terhadap para muridnya. Tujuannya agar para murid benar-benar
dapat menerapkan syariat agama yang telah diajarkan kepada mereka.
Perhatian yang sangat besar dan keseriusan dalam mendidik para muridnya,
membuat para santri dapat benar-benar melaksanakan hukum-hukum agama
yang telah ditetapkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Ia
menginginkan agar para santrinya itu dapat mengamalkan ilmu yang telah
dipelajarinya. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
al-Imam Abu Syeikh dari Sahabat Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw
bersabda, yang artinya: “Orang yang berilmu adalah orang yang mampu mengamalkan ilmunya.” Shalat
sunnah baginya merupakan shalat yang wajib. Ia tidak pernah
meninggalkan shalat-shalat sunnah yang telah dianjurkan dan dicontohkan
oleh Rasulullah saw. Ditengah malam ia selalu istiqamah menjalankan
Shalat Tahajjud, membaca al-Qur’an, membaca shalawat, mendo’akan para
murid-muridnya, serta menulis artikel-artikel keagamaan. Ia
selalu menggunakan waktu malamnya untuk ‘mengetuk pintu Allah Yang Maha
Pemurah lagi Maha Pemberi,’ yang mana hal ini ia lakukan hingga akhir
hayatnya. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam
Muslim: “Shalat yang paling utama setelah shalat lima waktu adalah shalat pada pertengahan malam.” Juga hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Baihaqi dan al-Imam Ibnu Dunya: “Yang
paling mulia dari umatku adalah mereka yang menghafalkan al-Qur’an dan
yang selalu menghidupkan malam-malamnya untuk beribadah kepada Allah.” Kecintaannya terhadap Rasulullah SAW Hubungan
al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih dengan Baginda Rasulullah
saw bukan hanya faktor nasab saja, melainkan sebuah petunjuk dan ‘inayah
Allah swt yang memberikan ma’rifat (Pengenalan yang sangat mendalam.)kepada hamba yang telah dipilih-Nya. Sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari Sahabat Abdullah bin Umar: “Belum dikatakan beriman salah seorang diantara kalian, sehingga aku (Rasulullah saw.) lebih dicintai dari pada anaknya, orang tuanya, harta bendanya, dan dari sekalian manusia.” Jelaslah
bahwa mencintai Baginda Rasul saw merupakan keharusan bagi setiap insan
muslim dan mukmin. Cinta yang dimaksud, bukan hanya ungkapan cinta di
bibir dan lisan saja, melainkan cinta yang disertai dengan mengikuti
segala ajaran serta meninggalkan semua larangan beliau saw. Sebagaimana yang pernah diucapkan oleh al-Habib Abdullah Bilfaqih: “Janganlah
mencintai Rasulullah saw dengan cinta yang dusta. Kita menyatakan
cinta, namun kita jauh dari ajarannya. Maka itu merupakan cinta yang
palsu serta sebuah kebohongan belaka.” Telah
kita ketahui bersama bahwa al-Habib Abdullah Bilfaqih adalah seorang
ulama ahli hadis yang senantiasa menyebarluaskan sunnah-sunnah
Rasulullah saw. Sudah barang tentu hubungan rohaninya dengan Baginda
Rasulullah saw sangatlah dekat. Dalam berbagai forum, ia selalu
menyampaikan hadis-hadis Rasulullah saw. Setiap kali ia menyebut nama Rasulullah saw, selalu dengan sebutan sempurna yang menunjukkan rasa ta’dzimnya (Hormat.) terhadap
Rasulullah saw. Pada saat majelis taklimnya, ia mengajak para hadirin
bertawassul serta bershalawat kepada Baginda Muhammad saw. Saat ia
menyebutkan nama Rasulullah saw selalu diiringi dengan cucuran air mata.
Tentu saja hal ini bukan sesuatu hal yang dibuat-buat, sebagaimana yang
dituduhkan sebagian kelompok kepada dirinya. Mereka
mengatakan, bahwa perbuatan tersebut menyerupai perbuatan agama lain
dan cara-cara aliran sesat serta musyrik. Padahal hal ini merupkan bukti
kecintaan yang tulus dan sangat mendalam terhadap Rasulullah saw.
Sejatinya, mengingat orang yang dicintai, baik secara sadar maupun tidak
sadar, akan membuat hati dan jiwa kita terasa bergetar. Dari getaran
hati dan jiwa itulah yang membuat air mata bercucuran, inilah yang
dinamakan kesucian dan keseriusan cinta. Teramat
cintanya kepada Rasulullah saw, Nampak pada kecintaannya terhadap para
Saadah al-Alawiyyin atau yang lebih popular dengan Dzuriat Rasulullah saw. (Anak cucu/keturunan Rasulullah saw, yang di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Habib, Sayyid ataupun Syarif.) Lebih-lebih
kepada para Saadah yang sudah berusia lanjut. Jika mereka datang
berkunjung ke rumahnya, maka ketika mereka pulang, ia mengantarkan
mereka hingga ke pintu gerbang rumahnya, bahkan sampai ke kendaraannya.
Tidak jarang ia memberikan hadiah kepada mereka sebagai bentuk
penghormatannya. Kewafatan al-Habib Abdullah Bilfaqih Para
‘arifin adalah manusia yang tenggelam dalam lautan cinta dan kerinduan
yang mendalam kepada Penciptanya. Mereka adalah insan-insan pilihan yang
memiliki hubungan dekat dengan Allah swt serta Baginda Nabi Muhammad
saw. Meninggalkan dunia ini, bagi mereka adalah puncak keinginan untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Kematian bagi mereka
adalah merupakan dambaan besar yang dinanti-nantikan. Karena dengan
sebab inilah, mereka bisa bertemu dengan para kekasihnya. Dituturkan
oleh seseorang yang telah dianggap sebagai saudaranya sendiri, yaitu
al-Habib Seggaf bin al-Qutub al-Imam al-Habib Abubakar bin Muhammad
Assegaf, bahwa tiga hari sebelum kewafatan al-Habib Abdullah bin Abdul
Qadir Bilfaqih, al-Habib Abdullah sempat menghubunginya dan berpesan
agar hadir pada Hari Ahad Tanggal 30 November 1991 M. (Tepat pada hari kewafatan al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih.) Dalam kesempatan tersebut pula ia juga menitipkan putera puterinya. Isyarat
akan berpulangnya kehadapan Allah swt sesuai dengan penuturannya
sendiri. Beberapa hari sebelum menjelang kewafatannya, beliau bermimpi
bertemu Rasulullah saw. Setelah hari-hari tersebut beliau sering
menuturkan kepada para putera dan puterinya: “Ayah kalian akan pergi dahulu…” Empat
hari empat malam seorang hamba menantikan saat-saat bahagia bagi
dirinya tanpa menutup mata, berjaga dalam munajat kepada Penciptanya
swt. al-Habib
Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih melihat keluarga dan para muridnya
dengan penuh harap. Pada pukul. 11:00, ia memanggil al-Habib Muhammad
seorang puteranya serta seorang puterinya sambil berkata: “Do’akan ayahmu panjang umur…” Tepat pukul 13:15, dengan nafas panjang tiba-tiba ia mengucapkan: “Ya Allah…”Menghadaplah beliau kepada penciptanya untuk selama-lamanya. Prof.
DR. Al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih meninggalkan dunia yang
fana ini pada tanggal 23 Jumadil Ula 1412 H bertepatan dengan 30
November 1992 M karena sakit yang dideritanya. Umat seakan tak percaya
akan berita yang mereka dengar. Para murid dan pecinta beliau
berduyun-duyun datang untuk memberikan penghormatan yang terakhir kepada
sang mutiara ilmu ini. Mereka
kehilangan sosok panutan umat yang selama ini mengayomi mereka,
memberikan perhatian kepada mereka. Lantunan Surat Yasin dan tahlil
tanpa henti bergema di kediamannya. Sekitar rumah duka penuh sesak oleh
para pentakziyah. Entah dari mana datangnya, para pentakziyah laksana
gelombang air yang terus mengalir. Keesokan
harinya, setelah dishalatkan di Masjid Jamik Kota Malang, dengan
diantarkan ribuan para pentakziah, jenazahnya dimakamkan di Pemakaman
Umum Kasin, Malang. Jasad beliau dimakamkan dalam qubbah bersanding
dengan makam ayahandanya, al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih. Prof.
Dr. al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir meninggalkan lima orang anak,
masing-masing tiga putera, yaitu: al-Habib Abdul Qadir, al-Habib
Muhammad dan al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih serta dua orang
puteri perempuan, yang dinikahi oleh al-Habib Sholeh bin Ahmad al-Aydrus
dan al-Habib Ahmad bin Usman al-Aydrus. Hingga
saat ini makam mereka berdua tidak pernah sepi dari para peziarah yang
datang. Ia tidak meninggalkan harta dunia, namun yang ditinggalkannya
adalah jasa, kenangan baik dan ilmu yang ada di dalam dada para
murid-muridnya. Justru inilah yang menjadi warisan paling penting dalam
kehidupan kita di dunia yang fana ini. Sampai saat ini Lembaga
Pendidikan Pondok Pesantren Darul Hadis al-Faqihiyyah dan
majelis-majelis yang dirintis oleh Prof. Dr. al-Habib Abdullah tetap
berjalan seperti sedia kala dibawah asuhan ketiga puteranya. Diantara kata mutiara al-Habib Abdullah Bilfaqih Banyak
ilmu dan pelajaran yang amat berharga yang telah disampaikan oleh
al-Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih kala hidupnya. Hingga saat
ini, semua itu telah tertanam di hati-hati para pecintanya. Kami
sebutkan beberapa nukilan-nukilan tersebut, diantaranya: 1. Landasan yang paling ampuh dan sangat kuat adalah rasa iman kepada Allah swt dan Baginda Nabi Muhammad saw. 2. Bukan dinamakan hidup bagi seseorang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan. 3. Bukan dinamakan hidup bagi seseorang yang tidak mengenal Allah swt dan Rasul-Nya, serta tidak pula mengenal ajarannya. 4. Sebarluaskanlah ajaran Agama Islam dimanapun engkau berada dengan membawa bekal ilmu. 5. Ilmu itu membutuhkan amal, sedangkan amal membutuhkan keikhlasan dan keikhlasan tersebut membutuhkan cahaya. 6. Ilmu tidak akan berguna bagi murid pembohong. (Maksudnya gemar membohongi Allah swt, Rasulullah saw, guru, serta dirinya sendiri.) 7. Ilmu adalah pembuka hati, yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. 8.
Mendalami tauhid tidak cukup dengan hanya membaca kitab-kitab risalah
tauhid saja, namun perlu dididik oleh seorang mursyid yang sangat
mengenal Allah swt dan dapat mengantarkan kepada-Nya. 9.Yang diperlukan manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia adalah ketenangan batin. 10. Diantara ciri seseorang yang hatinya bersih adalah, apabila ingat kepada Allah swt, maka ia menangis. 11. Islam merupakan agama yang sangat rasional dan sebagai agama perjuangan. 12. Seorang muslim yang sejati apabila ditimpa sesuatu apapun, maka ia tetap tenang dan rela menerima keputusannya. 13. Akal dapat menjadi tenang, hati akan menjadi lunak hanya dengan cara selalu ingat kepada Allah swt. 14. Perkataan seseorang itu menunjukkan bagaimana akal orang tersebut. 15.
Bukan dikatakan berilmu apabila tidak disertai ketaqwaan dan bukanlah
dinamakan berakal bila tidak dihiasi adab serta budi pekerti. 16. Derajat kewalian adalah mengikuti Rasulullah saw, baik perkataan maupun perbuatan. 17. Yang disebut wali adalah seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya. 18.
Cobaan dan ujian apabila diterima dengan ikhlas serta khusnudzan kepada
Allah swt akan mendekatkan seseorang tersebut kepada derajat kewalian. 19. Jangan pernah terlintas dalam hatimu untuk berburuk sangka kepada para wali-wali Allah swt. 20. Kejernihan dan kebeningan hati merupakan anugerah Allah swt bagi hamba-hamba yang dipilihnya. 21. Lalai dari Allah swt merupakan siksa di dalam dunia. 22. Budi pekerti adalah bagian dari agama. 23. Jarak penghubung antara kita dan Baginda Nabi Muhammad saw hanyalah kematian. (Karena dengan kematian kita dapat bertemu Nabi Muhammad saw di alam barzakh.) 24. Bagaimana sebagian kalian telah mencaci maki para sahabat Rasulullah saw, sedangkan Allah swt telah ridha kepada mereka. 25.
Barangsiapa yang mengingkari bahwa Sayyidina Abubakar bukan merupakan
sahabat Rasulullah saw, maka ia (Orang yang mengatakannya.) telah kafir.
Bagaimana tidak? Karena itu sama halnya dengan mengingkari al-Qur’an. 26. Jikalau engkau berdo’a, lalu dihatimu terasa sesuatu, (Membekasnya sebuah perasaan khusyuk.) maka hal itu merupakan pertanda dikabulkannya do’a. 27. Orang-orang yang mencintai Allah dengan sungguh-sungguh tentu tidak akan bermaksiat kepada-Nya.
(Karena cinta yang sebenarnya adalah berdasarkan ma’rifah atau
pengenalan yang mendalam kepada Sang Pencipta seluruh alam ini. Karena
hal itu akan membuat pecinta tersebut enggan melakukan sesuatu yang
dilarang oleh Allah swt.) 28.
Jadilah kalian sebagai ahli nur, caranya isilah hati-hati kalian dengan
dzikir, shalawat, istighfar dan selalu adakan komunikasi dengan Allah
swt. 29. Seseorang yang menaruh rasa cinta kepada Baginda Muhammad saw tidaklah pernah merugi di dunia dan di akhirat. 30. Seseorang yang banyak membaca shalawat kepada Baginda Nabi Muhammad saw akan cepat wushul(Sampai.) dengan beliau saw. 31.
Seseorang yang sedang menuntut ilmu agama dengan penuh keikhlasan
semata karena Allah swt, lalu ia dianugrahi dapat bermimpi Baginda Nabi
Muhammad saw, maka itu pertanda bahwa ia akan dijadikan seorang yang
‘alim. WAllahu a’lam… BEBERAPA KEUTAMAAN AL-USTADZUL IMAM ALHAFIDS AL HABIB ABDULLAH BIN ABDUL QADIR BILFAQIH : * Beliau adalah seseorang yang tidak mengenal lelah dalam menyebar luaskan sunnah—sunnah Nabi Besar Muhammad SAW * Beliau adalah seseorang yang tegas dalam memegang prinsip ajaran agama yang berazaskan Al-Kitab Dan Sunnah-Sunnah * Sama seperti ayahandanya belaiau tidak mau melakukan hal-hal yang makruh * Beliau adalah seorang ahli sholawat dan beliau mewajibkan dirinya setiap harinya tidak kurang dari 10.000 kali shalawat serta mengkhatamakan Al-Qur`An setiap hari * Dapat dikatakan beliau adalah seorang muballigh sejati Habib
Abdullah wafat pada hari Sabtu 24 Jumadil Awal 1411 H (30 November
1991) dalam usia 56 tahun. Ribuan orang melepas kepergiannya memenuhi
panggilan Allah SWT. Setelah dishalatkan di Masjid Jami’
Malang, jenazahnya dimakamkan berdampingan dengan makam ayahandanya di
pemakaman Kasin, Malang, Jawa Timur. Kumpulan Foto-Foto AlHabib Abullah bin Abdul Qodir Bil Faqih Habib Abdullah bin Abdul Qodir bil Faqih (kiri) dan Ayahanda tercinta Habib Abdul Qodir bil Faqih (tengah) Habib Abdullah bin Abdul Qodir bil Faqih (tengah) bersama Mbah Kyai Hamid Pasuruan (paling kanan) Al-Kisah No.27 / Tahun IV / 27 Maret – 9 April 2006 dan berbagai sumber |
Cari Keripik pisang klik disini MAR'ATUS SHOLIHAH الدنيا متاع وخيرمتاعهاالمرأةالصالحة (رواه مسلم) Dunia itu perhiasan,dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang baik budi pekertinya (HR.Muslim) PANDANGAN UMUM · Wanita adalah Tiangnya Negara,maka apabila wanita itu berperilaku baik maka Negara itu akan menjadi baik,begitu pula sebaliknya,apabila wanita itu berperilaku buruk maka Negara itu akan menjadi buruk · Wanita yang Sholihah/baik harus selalu konsisten mencari ilmu,karena dengan ilmu kita akan di hormati oleh masyarakat dan selamat di dunia dan akhirat,terlebih ilmu agama dan yang berhubungan dengan wanita · Wanita yang baik,wajib (Fardlu 'ain) mempunyai jiwa tauhid dan iman yang kuat supaya tidak gampang terpengaruh,ibarat bangunan,tauhid merupakan pandemen/pondasinya, maka apabila pondasinya kuat bangunan itu tidak akan mudah roboh · Wanita sholihah harus mempunyai Akhlak/budi pekrti yang baik,baik itu kepada orang tua,suami,g
Komentar
Posting Komentar