Langsung ke konten utama

PENDEKAR DARAH PAJAJARAN JILID 05 B A G I A N II

SUASANA yang sunyi diliputi rasa tegang itu berlangsung agak lama. Minuman panas yang
berada dihadapan para Perwira tamtama hingga dingin tak ada yang berani menyentuhnya . . . . . .
Waktu telah tengah malam, namun tak seorangpun berani bergeser dari tempat duduknya
masing-masing.
Semuanya masih diam tertunduk bagaikan patung. Semua segera merasa lapang, setelah
Bintang Minang tiba-tiba bangkit berdiri dan melangkah keluar dari perkemahannya, sambil berkata.
— Sudah !! Silahkan semua mengaso !! Esok pagi-pagi kita bicarakan lagi ! — dan kemudian : —
Tumenggung Yoga Kumala dan Sontani ! Ikutilah aku. Ada sesuatu yang hendak kubicarakan dengan
kalian berdua !—
Tanpa menjawab sepatah kata, Yoga Kumala dan Sontani segera bangkit berdiri serta mengikuti
langkah Bintang Minang.
Dengan langkah yang berat serta perlahan-perlahan Bintang Minang dengan diikuti oleh Yoga
Kumala dan Sontani, mendaki tanggul tebing kali Sungai Batangharileka yang tak jauh letaknya dari
tempat perkemahan mereka.
Setelah dirasakan aman tempat sekitarnya, mereka bertiga segera duduk diatas sebuah batu
besar yang rata permukaannya.
Terasalah hawa udara diluar dalam gelap malam yang remang remang itu, amat sejuk dan
menyegarkan badan. Langit biru membentang bersih dan bintang-bintang diangkasa memancarkan
cahaya yang gemerlapan.
Dengan suara perlahan dan tenang, Bintang Minang mulai membuka percakapan.
— Apakah Tumenggung Yoga Kumala atau Panewu Sontani dapat memperkirakan akan sebab
musabab dari kegagalan serangan kita ? Dan bagaimanakah nasib pasukan Kobar serta pasukan Damar
Kerinci yang bersama-sama menyerang dari Timur dan Selatan, menurut dugaan kalian?— tanyanya.
Mendengar pertanyaan Bintang Minang, Sontani diam tertunduk Sesaat ia memandang pada
wajah Yoga Kumala, dan setelah itu ia menundukkan kembali mukanya. la sendiri tak tahu, bagaimana ia
harus menjawabnya.
Dan kiranya Yoga Kumala cepat menangkap akan isi hati Sontani. Bahwa untuk menjawab pertanyaan Bintang Minang diserahkan padanya. 
— Pertanyaan Gustiku sesungguhnya saya sendiri tak dapat menjawab. Akan tetapi keanehan 
yang telah saya alami tadi, sewaktu Gustiku belum tiba dimedan pertempuran, mungkin erat sekali 
hubungannya dengan pertanyaan Gustiku. — Jawab Yoga Kumala sambil menatap wajah Bintang 
Minang sejenak. 
— Coba jelaskan ! Apa yang kau maksudkan dengan pengalaman yang aneh itu?— Desak 
Bintang Minang. 
— Bukankah itu suatu keanehan, apabila Sanggahan Alam telah mengenal nama saya dengan 
jelas, sebelum saya memperkenalkan? Sedangkan Gustiku Bintang Minang mengetahui sendiri, bahwa 
saya baru pertama kali ini menginjakkan kaki di bumi Kerajaan Sriwijaya.—
— Benarkah, apa yang kau katakan itu ? — Bintang Minang memotong, seakan - akan ia belum 
percaya pada kata2 Yoga Kumala. 
— Benar, Gusti. Dan karena itulah saya sangat merasa heran. . . . . . . Menurut dugaan saya, 
tentulah ada orang kita yang membocorkan. Hanya saja, siapa orangnya, saya sendiri belum dapat 
menebak.
Dan kini ketiga-tiganya menjadi terdiam sejenak. Mereka saling pandang dengan diliputi sebuah 
teka-teki dalam hati masing masing. 
— Jika demikian, tentulah ada pengkhianat yang berselimut dalam pasukan kita sendiri!— Tiba-
tiba Bintang Minang memecah kesunyian, sambil mengepal2
tinjunya. 
— Mudah-mudahan saja pasukan Damar Kerinci tak mengalami kehancuran karena 
pengkhianatan ini!— desisnya. 
— Yaaaaa . . . . . sayapun berharap demikian. Gusti!— Sahut Yoga Kumala. 
— Dugaanmu tepat. Dan sama dengan apa yang yang ku perkirakan. Sesungguhnya sejak aku 
melihat melintasnya panah api pada hari kemaren malam, akupun telah curiga. Perobahan waktu yang 
tiba-tiba, tentunya tak mungkin terjadi apabila tak ada sesuatu kejadian diluar perhitungan kita
Dan pada malam itu akupun telah mengirim beberapa tamtama narasandi sebagai penghubung 
yang dipimpin oleh Lurah tamtama Jala Mantra untuk menemui Tumenggung Anom Kobar, guna 
menanyakan hal itu. Akan tetapi hingga sekarang mereka yang kuutus itupun belum juga kembali. Maka 
kini menjadi sulitlah bagiku untuk menentukan sikap selanjutnya. —
Percakapan menjadi terhenti kembali, dan suasananya sunyi senyap tertelan oleh sepinya 
malam. 
— Sssssssstt . . . . . ada suara derap langkah kuda yang menuju kemari dari arah Timur, jauh 
diseberang sungai. Gusti ! —
Yoga Kumala tiba-tiba berkata perlahan setengah berbisik sambil menempelkan jari telunjuknya 
pada bibir mulutnya, sebagai isyarat agar semua berlaku waspada. 
Dan kini pandang mata ke-tiga2nya mengarah ke Timur, menyusupi jauh di gelap malam yang 
sepi itu.
— Ach . . . . . aku tak mendengar apa-apa selain suara mengalirnya air sungai ini. Dan tak 
melihat sama sekali adanya kuda mendatang dari kejauhan pikir Sontani. mungkin Gusti Yoga terlalu 
letih dan ingatannya masih terpengaruh oleh pertempuran yang belum lama berselang. — Sungguh tajam pendengaranmu. Tumenggung Yoga! Tetapi jika tak salah hanya seekor 
kudalah yang tengah mendatang ini ! — Bintang Minang menyahut. Mendengar percakapan dua orang 
ini Sontani menjadi semakin heran 
Telinganya dipasang lebar-lebar dan sepasang matanya memandang tajam tajam jauh kearah 
timur, namun belum juga ia dapat menangkap suara yang dimaksud. Pun tak melihat adanya benda yang 
bergerak mencurigakan di kejauhan. 
— Ijinkanlah saya sendiri yang menyambutnya dari seberang sungai dibalik semak-semak itu, 
Gusti !— Yoga Kumala berkata kemudian, dan berkelebat bagaikan bayangan meninggalkan Bintang 
Minang dan Sontani. 
Bersamaan dengan menghilangnya Yoga Kumala di gelap malam, kini nampak remang2 di 
kejauhan sebuah titik hitam yang bergerak mendekat. Dan semakin lama, makin jelaslah bahwa yang 
tengah meluncur mendatang itu adalah seekor kuda berserta penunggangnya yang duduk tertelungkup 
diatas pelana. 
Bintang Minang dan Sontani segera sembunyi dibalik batu besar itu, sambil mengawasi dengan 
hati berdebar2
Sementara itu, Yoga Kumala telah berada diseberang sungai, siap untuk menyambut datangnya 
orang yang tidak dikenal itu. 
Larinya kuda amat kencang, dan jarak antara Yoga Kumala dengannya semakin dekat. Kini 
tinggal kira2
seratus langkah lagi, tetapi kuda itu masih saja berlari dengan amat kencangnya kearah 
dimana Yoga Kumala sembunyi.
Jarak kini tinggal lima puluh langkah . . . . . . tigapuluh langkah . . . . . . dua puluh langkah . . . . . 
dan kini hanya tinggal sepuluh langkah lagi . . . . . 
Bintang Minang dan Sontani yang mengikuti dari kejauhan menjadi cemas. Detak jantungnya 
semakin berdebar-debar diliputi oleh rasa was-was. Mengapa Yoga Kumala masih saja sembunyi dan tak 
mau mendahului menyerang dengan lemparan pisau ataupun sabetan pedangnya ?I— pikir mereka.
Tiba-tiba . . . . . . . bbbrrruuuuukkk !! . . . . 
Sebelum Bintang Minang dan Sontani mengetahui dengan jelas, kuda telah roboh terguling 
ditanah dengan suara ringkikan yang tertahan pendek. Sedangkan penunggangnya jatuh terpental dan 
telah berada dalam pelukan tangan Yoga Kumala. 
Ternyata sewaktu kuda hanya tinggal lima langkah lagi jaraknya, Yoga Kumala melompat keluar 
dari tempat persembunyiannya. Ia langsung menerjang kuda yang sedang lari dengan kencang 
kearahnya. 
Jari-jari tangan kirinya mengembang tegang, dan menyerang dengan totokan kearah urat nadi 
paha kaki kanan depan si kuda, sedangkan telapak tangan kanannya digunakan untuk memukul rahang 
kuda dengan gerakan pukulan dari bawah serong ke atas. 
Tak ayal lagi, kuda jatuh terperosok untuk kemudian berguling ditanah dengan kepala yang 
terkilir. 
Dan secepat itu pula, ia menubruk si penunggang kuda yang jatuh terpental kira2
tiga langkah darinya. 
Akan tetapi, betapa terkejutnya setelah mengetahui bahwa orang itu tak bergerak dan ternyata 
ada sebatang anak panah yang tertancap dipunggungnya. 
Sebagai seorang yang pernah mempelajari ilmu usadha, Yoga Kumala segera tahu, bahwa orang 
itu tentu telah lama tak sadarkan diri karena luka yang dideritanya sangat parah dan membahayakan 
jiwanya. Sipenunggang kuda yang masih tak sadarkan diri itu segera diangkat dan didukung diatas pundak kirinya, 
untuk kemudian dibawa kembali menyeberangi sungai yang tak seberapa lebar itu. Dengan sekali 
tendang, kuda yang berguling ditanah tadi telah habis riwayatnya, sewaktu Yoga Kumala hendak kembali 
menyeberangi sungai. 
Sontani segera keluar dari tempat persembunyian atas perintah Bintang Minang, untuk 
menyambut kedatangan Yoga Kumala yang kelihatan mendukung seorang diatas pundaknya. 
— Musuhkah orang itu, Gusti Yoga? — tanya Sontani dengan tergopoh-gopoh. 
— Menilik pakaiannya, ku rasa bukan! — jawab Yoga Kumala sambil berjalan mendekat. — Mari 
kita periksa di-tempat yang terang! Ia luka parah terkena anak panah beracun dan tak sadarkan diri, —
Sambungnya. 
— Kita periksa didalam kemahku saja! — perintah Bintang Minang kemudian, serta berjalan 
mendahului. 
Dengan pelahan-lahan orang itu diletakkan ditempat pembaringan dengan badan tengkurep, 
karena anak panah yang tertancap dipunggungnya belum dicabut oleh Yoga Kumala. 
Sesaat ketiga-tiganya terperanjat, dan bahkan Sontani hampir-hampir menjerit setelah 
mengetahui, bahwa orang yang terluka parah itu adalah lurah tamtama Jaka Gumarang adanya. 
Setelah air panas dan ramuan obat-obatan disiapkan, Yoga. Kumala segera mencabut anak 
panah yang menancap dipunggung Gumarang itu, dan suara rintihan pendek terdengar keluar dari 
mulutnya. 
Lukanya amat dalam dan disekitarnya telah menghitam, karena mata tajamnya anak panah itu 
ternyata beracun sebagaimana diduga oleh Yoga. 
Setelah diurut nadi jalan darahnya dan kemudian dihisap dengan mulut oleh Yoga Kumala darah 
hitam mulai mengucur keluar dari tempat luka dipunggung Jaka Gumarang. Obat luka yang telah 
tersedia segera ditaburkan, dan kemudian ia dibaringkan terlentang. 
Akan tetapi Jaka Gumarang masih juga belum sadarkan diri. Raut mukanya pucat pasi dengan 
sepasang telapuk matanya yang setengah tertutup. 
Mulutnya terkatub rapat dan ludahnya telah keluar membusa bercampur darah. 
Nafasnya tersengal-sengal tak teratur serta terdengar amat lemah sekali. Telapak kakinya telah 
pula mulai dingin membeku, sedangkan kedua belah tangannya terkulai lemah. 
Melihat keadaan Jaka Gumarang demikian itu, Yoga Kumala menghela nafas panjang sambil 
menggeleng-gelengkan kepalanya. 
— Apakah ia masih dapat ditolong? Bintang Minang bertanya tak sabar, sambil berjongkok 
disampingnya.
— Saya akan berusaha sebanyak mungkin, Gusti. Akan tetapi sayaa kira pertolongan ini telah 
terlambat. Racun anak panah merangsang memasuki semua jalan darah dalam tubuhnya. Yaaaaaahhh . . 
. . . . samoga Dewata Yang Maha Agung memberi ampunan serta kekuatan padanya. — Yoga Kumala 
menjawab perlahan, sambil membuka kancing baju serta ikat pinggang Jaka Gumarang. Sejenak Yoga 
Kumala duduk bersila dengan menyilangkan kedua tangan diatas dadanya untuk bersemadi guna 
mengumpulkan dan memusatkan seluruh tenaga dalamnya. 
Setelah itu ia membungkuk lebih dekat lagi. Mulutnya ditempelkan pada mulut Jaka Gumarang, 
serta meniupnya dengan amat perlahan ,mengikuti jalan pernafasannya sendiri. Tenaga dalam yang 
telah dikerahkan dan terpusat itu, kini disalurkan melalui bembusan tiupannya kedalam tubuh 
Gumarang lewat mulutnya. 
Ia melakukan demikian itu berulang kali, hingga ia sendiri merasa kehabisan tenaga serta 
seluruh badannya menjadi basah bermandikan peluh dingin. Kini wajah Jaka Gumarang
 
berangsur-angsur menjadi merah, namun masih juga ia belum sadar kembali. Terdengar suara nafasnya 
tersengal-sengal, tetapi tak selemah tadi, dan mulutnyapun kini mulai membuka sedikit. 
Masakan obat ramuan yang telah tersedia dipinggan, sedikit demi sedikit dituang kedalam 
mulutnya oleh Yoga Kumala.
Tiba-tiba Jaka Gumarang mulai membuka matanya dengan pelahan-lahan sambil mengeluarkan 
suara keluhan yang tertahan dan hampir-hampir tak terdengar karena sangat lemahnya. Setelah itu ia 
menutupkan matanya kembali. Cepat Yoga Kumala membungkuk lagi, serta membisikkan sesuatu kedalam telinganya Gumarang. 
Kini Jaka Gumarang membuka lagi matanya, dari bibirnya bergerak-gerak. Kemudian ia mulai 
bicara dengan suara yang terdengar amat lirih dan terputus-putus. 
— Gus . . . . ti . . . Yoga Ku . . mala . . . .! Kobar . . . . peng .. . . khi . . . . a . . . . nat pasukan . . .. 
sen . . .. diri . ... ditum . . . . pasnya . seca . . . . ra . . . ke . . .. jam .. . . dan .. . . banyak . . . yang . . .. di . . . . 
tawan . . . .—
Hanya kata2
itulah yang dapat keluar dari mulutnya. Setelah itu matanya tertutup lagi dan mulutnya 
menjadi terkatub kembali. 
— Gumarang!!! . . . . Gumarang! Bisik Yoga Kumala, namun Gumarang telah tak dapat 
mendengar bisikannya. Matanya tertutup untuk selama-lamanya. Sukmanya telah meninggalkan raga 
dan menghadap pada Dewata Yang Maha Kuasa . . . Penciptanya . . . 
Detak nadinya telah lenyap dan badannyapun telah mulai membeku. 
Semua yang menyaksikan diam terpaku. Suasana sunyi seketika. Mereka kini mengheningkan 
cipta, mohon pada Dewata Agung, agar arwah Jaka Gumarang yang gugur sebagai pahlawan mendapat 
kebahagiaan abadi disisinya. 
Para tamtama yang sedang mendapat giliran berjaga diperintahkan oleh Bintang Minang untuk 
merawat dan memakamkan jenazah Jaka Gumarang sebaik2
-nya.
— Sayang, bahwa. Lurah tamtama Jaka Gumarang telah tak dapat tertolong lagi. Ia seorang 
tamtama yang setia dan pantas mendapat anugerah bintang! — kata Bintang Minang setelah 
pemakaman selesai 
— Sayapun sangat berduka dengan gugurnya seorang sahabat yang serta serta berbudi luhur 
seperti Gumarang itu Gusti!! — sahut Yoga Kumala dengan matanya yang berkaca. Sontani tertunduk 
tak berkata, namun air matanya ber-linang2 meleleh membasahi kedua pipinya. — Kebaikan budi Jaka 
Gumarang dan tingkah lakunya yang senantiasa bersahabat dengan siapapun, membayang kembali 
didepan matanya . . . 
– Yaaaahh . . . . . Jangan hendaknya kita menyesali berlarut larut atas segala apa yang telah 
terjadi . . . . 
Ingatlah bahwa semua adalah atas Kehendak Dewata Yang Maha Agung. Kita semua manusia 
berada dalam Kekuasaan-Nya. 
Dan kita harus berterima kasih pula padanya, bahwa gugurnya pahlawan Lurah tamtama 
penatus Jaka Gumarang berada di tempat perkemahan kita yang berarti menyelamatkan seluruh sisa 
pasukan yang masih ada. —
Demikianlah petuah Bintang Minang . . . . . Semuanya masih diam tak ada yang menjawab, 
walaupun mereka membenarkan serta menjunjung tiuggi petuahnya itu dalam hati masing-masing. 
Kiranya kedukaan yang baru saja berlalu masih dalam lubuk hati mereka. 
— Mari kita segera bicarakan bersama, untuk memecahkan persoalan yang sangat rumit ini, —
perintah Bintang Minang. 
Kemudian pada Yoga Kumala, Sontani dan para perwira-perwira tamtama lainnya yang 
memegang tapuk - pimpinan dalam pasukan. 
Pertemuan para priyagung tamtama Kerajaan Negeri Tanah Melayu yang dipimpin oleh Bintang 
Malang dalam perkemahan itu berlangsung amat singkat. 
Setelah menerimaa saran-saran serta pendapat-pendapat dari para perwira tamtama yang hadir 
sebagai bahan pertimbangannya.
Kini Bintang Minang berkenan memutuskan untuk mengubah perang gelar yang tengah berlangsung menjadi sandi Yudha. 
Seluruh sisa pasukan dipecah pecahnya dalam beratus-ratus kelompok kecil, dan diperintahkan 
untuk menyebar keseluruh wilayah Kerajaan Musuh. 
Disamping bantu membantu satu sama lain kelompok yang berdekatan dalam melakukan 
serangan-serangan secara tiba-tiba, mereka diharuskan pula untuk merebut hati rakyat jelata yang 
berada dilingkungannya. Karena menurut pendapat Bintang Minang peperangan hanya dapat 
dimenangkan apabila mendapat dukungan dan bantuan dari rakyat sepenuhnya. 
Dan menurut perhitungan, hal itu kiranya mudah dilaksanakan, mengingat pada saat itu banyak 
rakyat yang mempunyai perasaan benci pada sebagian besar para priyagung Nara praja yang selalu 
bertindak semena-mena untuk kepentingan diri pribadinya. 
Dalam pasewakan darurat yang amat singkat itu, Bintang Minang berkenan pula menyerahkan 
wewenangnya sebagai Manggala Yudha kepada Yoga Kumala untuk sementara waktu. 
Serah terima wewenang itu dilakukan, karena Bintang Minang bermaksud kembali ke Kota Raja 
lama untuk menyusun kembali kekuatan baru, serta memperkokoh pertahanan perbatasan Kerajaan. 
Setelah nanti, kekuatan pasukan baru tersusun, dan keadaan wilayah kerajaan lawan menjadi 
makin lemah karena berkobarnya Sandi Yudha, maka Bintang Minang akan menyerang kembali langsung 
diarahkan ke Kota Raja lawan dengan siasat "gadha'', ialah penyerangan yang bersitat menentukan. 
— Pun untuk mendapat kepastian tentang berita pengkhianatan yang dilakukan oleh 
Tumenggung Anom Tamtama Kobar. Serta pidana yang harus dijatuhkan padanya, kupercayakan penuh 
padamu, Tumenggung Yoga!—
Pesan Bintang Minang pada Yoga Kumala, dan katanya kemudian : — Junjunglah titahku atas nama Seri 
Baginda Maharaja dengan baik-baik, dan semoga Dewa Kemenangan selalu menyertai kita semua.—
Berkata demikian Bintang Minang menyerahkan cincin tanda kebesarannya sebagai manggala Judha dan 
berkenan pula mengenakan di jari manis kanan Yoga Kumala. 
— Doa restu Gustiku Bintang Minang selalu saya harapkan agar dapat mengemban titah Gustiku 
dengan hasil yang gemilang ! — Jawab Yoga Kumala singkat sambil memberikan sembah. 
Ingin ia berkata lebih panjang, namun hatinya penuh rasa keraguan, hingga ia membatalkan 
maksudnya.- Benarkah Bintang mencurahkan kepercayaan penuh padanya? Ataukah hanya suatu siasat 
belaka yang maksudnya menguji kesetiaannya? Kini ia merasa dirinya dalam kedudukan yang serba 
salah. 
Berita bahwa kegagalan penyerangan besar adalah akibat dari pada pengkhianatan Bupati Anom 
Kobar, untuknya cukup pedih bagaikan kena tamparan langsung dimukanya. . . Ia tak tahu lagi kemana ia 
harus menyembunjikan mukanya, karena merasa sangat malu. 
Bagaimanapun juga, Kobar adalah teman sepasukan dari tamtama Kerajaan Majapahit.- Dan 
lebih dari pada itu. Kobar adalah wakilnya langsung dalam memimpin pasukan sebagai pasukan bantuan 
dari Kerajaan Majapabit. Andaikan benar-benar Kobar mengkhianati peperangan besar ini, bukankah 
Bintang Minang seharusnya mencurigai padanya? Akan tetapi mengapa kini bahkan menyerahkan 
wewenangnya sebagai Manggala Yudha padanya walaupun hanya sementara . 
Atau mungkin penyerahan tadi hanya untuk mencoba dirinya. Tetapi menurut anggapannya 
tidak mungkin Bintang Minang hanya mencobanya, sebab sedikitpun tidak kelihatan pada wajahnya 
yang sungguh sungguh dan sedikitpun tidak ada tanda-tanda mencurigainya. 
Tetapi Yoga Kumala dalam hati berjanji tidak akan menyia-nyiakan tugas yang begitu agung. 
Sejak lama Yoga Kumala tak senang melihat tingkah laku Kobar yang congkak dan selalu haus 
akan kekuasaan akan tetapi untuk berbuat demikian jauh sebagai pengkhianat, ia tak menduga sebelumnya sama sekali. 
Bahkan belum pula ia percaya sepenuhnya pada berita yang dibawa oleh Gumarang. Akan tetapi 
apa daya untuk bertanya lebih lanjut pada sipembawa berita Jaka Gumirang, tak mungkin. Dan sampai 
dimanakah pengkhianatan Kohar, iapun belum dapat mengira-irakan. 
Namun sebagai perwira tamtama, baginya tak ada lain pilihan kecuali melaksanakan sebaik 
baiknya semua perintah atasannya. 
Dan atas pertimbangan yang terakhir inilah, Yoga Kumala tak dapat berbicara lebih banyak. Ia 
hanya ingin menunjukkan kesetiaannya dengan membuktikan melaksanakan tugas sebaik baiknya. 
Dan sebelum ia dapat membuktikannya, tak berani ia bertanya lebih banyak pada Bintang Minang.-
Jangankan bertanya, sedangkan menatap pandang pada Bintang Minangpun ia tak mampu. 
Ia duduk dengan muka tertunduk kembali, dan menunggu kata2
terakhir dari Bintang Minang. 
Tiba-tiba saja dirasakan jatuhnya tepukan telapak tangan yang pelan pada bahu kirinya. Suatu 
tepukan yang penuh berarti. 
— Tumenggung Yoga ! — kata Bintang Minang sambil meletakkan telapak tangan kanannya 
diatas bahu Yoga. : — Jangan kau ragu-ragu hanya kaulah yang kupandang cakap untuk menggantikan 
sementara kedudukanku selaku Manggala Yudha! Laksanakanlah perintahku demi kejayaan Kerajaan 
Negeri Tanah Melaju dan kejayaan Kerajaan Agung Majapahit. —
Perlahan-lahan Bintang Minang bangkit berdiri dan diikuti oleh Yoga Kumala. 
Kedua orang sakti beepandangan sejenak serta saling memegang lengan kanan erat-erat sebagai tanda 
keakraban hubungan. 
Dan sejenak kemudian persewakan darurat segera bubar. 
*
* *

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Mar'atus sholihah

  Cari Keripik pisang klik disini MAR'ATUS SHOLIHAH           الدنيا متاع وخيرمتاعهاالمرأةالصالحة (رواه مسلم) Dunia itu perhiasan,dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang baik budi pekertinya (HR.Muslim) PANDANGAN UMUM ·        Wanita adalah Tiangnya Negara,maka apabila wanita itu berperilaku baik maka Negara itu akan menjadi baik,begitu pula sebaliknya,apabila wanita itu berperilaku buruk maka Negara itu akan menjadi buruk ·        Wanita yang Sholihah/baik harus selalu konsisten mencari ilmu,karena dengan ilmu kita akan di hormati oleh masyarakat dan selamat di dunia dan akhirat,terlebih ilmu agama dan yang berhubungan dengan wanita ·        Wanita yang baik,wajib (Fardlu 'ain) mempunyai jiwa tauhid dan iman yang kuat supaya tidak gampang terpengaruh,ibarat bangunan,tauhid merupakan pandemen/pondasinya, maka apabila pondasinya kuat bangunan itu tidak akan mudah roboh ·        Wanita sholihah harus mempunyai Akhlak/budi pekrti yang baik,baik itu kepada orang tua,suami,g

Aan Merdeka Permana

Cari Keripik pisang klik disini Aan Merdeka Permana merupakan pemenang penghargaan Samsoedi pada tahun 2011 dari Yayasan Kabudayaan Rancage, untuk novel sejarahnya Sasakala Bojongsoang. Seorang jurnalis yang lahir di Bandung 1950, telah bekerja sebagai editor untuk Manglé, Sipatahunan, dan Galura. Selain menulis untuk keperluan jurnalistik beliau juga menulis cerpen dan puisi.  Buku-bukunanya yang pernah terbit kebanyakan bacaan anak dalam bahasa Sunda Kedok Tangkorék (1986), Jalma nu Ngarudag Cinta (1986), Andar-andar Stasion Banjar (1986), Muru Tanah Harepan (1987), Nyaba ka Leuweung Sancang (1990), Tanah Angar di Sebambam (1987), Paul di Pananjung, Paul di Batukaras (1996), Si Bedegong (1999), Silalatu Gunung Salak (6 épisode, 1999).

Mengenal Larry Tesler, pahlawan penemu fitur "copy-paste"

Larry Tesler, penemu konsep cut, copy, paste pada komputer meninggal dunia di usia 74 tahun pada Senin (17/2). Namun, penyebab kematian belum diungkap sampai hari ini. Tesler lahir di New York, Amerika Serikat pada 24 April 1945. Ia merupakan lulusan Ilmu Komputer Universitas Standford. Tahun 1973 Tesler bergabung dengan Pusat Penelitian Alto Xerox (PARC), di mana dia mengembangkan konsep cut-copy-paste. Konsep ini difungsikan untuk mengedit teks pada sistem operasi komputer seperti dilansir The Verge. Tujuh tahun kemudian, pendiri Apple Inc yakni Steve Jobs mengunjungi kantor PARC dan Tesler ditunjuk menjadi pemandu. Lihat juga:Fernando 'Corby' Corbato, Penemu Password Komputer Meninggal "Jobs sangat bersemangat dan mondar-mandir di sekitar ruangan. Saya ingat betul perkataan Jobs saat melihat produk besutan PARC, 'kamu sedang duduk di tambang emas, kenapa kami tidak melakukan sesuatu dengan teknologi ini? Kamu bisa mengubah dunia,'" kata Tesler sa