Langsung ke konten utama

PENDEKAR DARAH PAJAJARAN JILID 05 B A G I A N IV

TERNYATA orang kurus tinggi yang tadi bertempur dengan Sontani itu bernama Kelingi.
Demi mendengar perintah Kobar, Berhala dan Kelingi berserta dua orang lainnya segera melompat
mengurung Sontani. Sementara itu Kobar hanya berdiri mengawasi dari dekat. Satu penghinaan yang cukup dapat membuat telinga Sontani merah. Ia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk 
dapat menerobos pengepungan ampat orang lawannya yang tangguh itu. Pedang yang telah tumpul 
ditangannya berkelebatan bagaikan sinar putih yang bergulung-gulung menghubungi dirinya, dengan 
diselingi rangkaian tendangan kearah ampat penjuru. 
Akan tetapi, belum juga ia dapat menerobos pengepungannya yang semakin merapat itu. 
Tombak bercabang dari Kelingi dan pedang Berhala selalu dapat memusnahkan serangan - serangannya 
yang dahsyat . 
Sebagai seorang tamtama yang memiliki banyak pengalaman serta selalu mendapat bimbingan 
dari Yoga Kumala yang terkenal sebagai Pendekar Pedang Shakti, ia masih dapat melayani ampat orang 
lawannya dengan baik dan seimbang. Sambil bertempur, masih juga ia dapat menggunakan kecerdasan 
otaknya. Ia tahu bahwa untuk merobohkan keempat lawannya secara bersamaan, tentulah tak mungkin. 
Maka satu-satunya jalan ialah merobohkan seorang demi seorang dan harus dimulai dengan 
lawan yang terlemah lebih dahulu. Tetapi inipun tak semudah untuk dilaksanakan, sebagaimana ia 
kehendaki. Pedang tamtama yang tumpul ujungnya berputar cepat hingga membentuk perisai baja yang 
kokoh menyelubungi dirinya, dan tiba - tiba ia berseru melengking Tinggi sambil melompat dengan gaya 
tusukan kearah ulu hati Berhala. Akan tetapi sebelum pedangnya menyentuh tubuh Berhala, tiba tiba 
ditariknya kembali dengan rangkaian tebangan, mengarah leher salah seorang lawan yang berada 
dibelakangnya. Perobahan gerakan ini arnat cepat sekali tak diduga2.. ltulah jurusan2
tipuan menerjang 
badan. 
Jeritan ngeri terdengar dari seorang lawan yang berada dibelakangnya roboh ditanah dengan 
mandi darah. Akan tetapi bersamaan dengan robohnya seorang lawan Sontani sendiri dengan tiba2
merasa tangan kanannya tak dapat digerakkan, dan sesaat kemudian pedang tamtama yang 
digenggamnya jatuh gemerincingan ditanah. Sebuah pisau belati tertancap sedalam empat jari dilengan 
kanannya. 
Tombak bercabang berkelebat bagaikan kilat dan menyusul bersarang dipaha Sontani, selagi ia 
terhuyung2
surut kebelakang. Sesaat kemudian Santanipun roboh terkulai ditanah tak sadarkan diri. 
— Cepat ikat dia, dan bawalah pergi segera ! ! Aku akan menyusul dibelakang pasukan! —
Kelingi dengan seorang pengawalnya segera membawa Sontani lari berkuda kearah Timur. Sedangkan 
Berhala tertinggal mendampingi Kobar yang masih tenang berdiri disamping kuda tunggangannya. Ia 
menunggu datangnya para pengawal lainnya yang diperintahkan untuk membakar dan merampok para 
petani didesa yang berada tak jauh dari tempat itu. 
Api yang membakar rumah2 petani didesa2
sekitarnya telah makin padam, namun para 
pengawal pasukan rampok yang terdiri tidak kurang dari 10 orang itu belum juga datang berkumpul 
dihadapan Kobar. Ia memekik tiga kali dengan suara yang tinggi melengking sebagai isyarat panggilan. 
Suaranya menggema mengalun jauh, untuk kemudian hilang lenyap kembali tertelan gelap malam yang 
pekat. Tetapi . . . . . tak terdengar suara jawaban. Tiba-tiba saja muncul dua orang dengan masing2
menggenggam pedang terhunus dihadapan Yoga Kumala dengan Dirham. 
Sesaat Kobar dan berhala terperanjat dan surut kebelakang beberapa langkah, sambil menghunus 
pedang mereka masing2
. Tetapi cepat pula mereka dapat menenangkan perasaan kembali. Belum 
lenyap pertanyaan dalam benak hatinya akan perginya para pengawal yang sedang ditunggunya, kini 
dengan tiba2 muncul Yoga Kumala musuh besarnya. 
Sedang Kobar akan membuka mulutnya untuk berbicara, tiba2
terdengar suara tawa nyaring 
yang menyeramk.an, hingga bulu kuduknya berdiri. ltulah suara tawa Yoga Kumala yang sedang 
mematek ajinya "Wuru Shakti„ ilmu warisan dari kakek Dadung Ngawuk..
Suara tawanya menggema jauh dan terpantul kembali untuk pelahan2
lenyap dari pendengaran. 
Lenyapnya suara tawa yang menyeramkan disusul dengan bentakan yang sangat berwibawa. —
Bedebah pengkhianat Kobar ! ! Lihatlah cincin kebesaran yang kupakai dijari manis ini, dan lekaslah ber-
lutut untuk kutebas lehermu ! ! Ketahuilah bahwa perampok2 anak buahmu tertinggal telah kutumpas 
semuanya —
Demi mendengar kata2
yang terachir dari Yoga Kumala itu, hati Kobar merasa tergoncang 
bercampur cemas. Namun sebagai seorang perwira yang memiliki kesaktian, ia segera dapat 
menyembunyikan rasa cemasnya dan kembali tenang. 
— Yoga Kumala ! Cincin kebesaran yang kau pakai itu, untuku tak ada artinya, jika kau dapat 
menumpas anak buahku yang banyak tertinggal beberapa gelintir itupun, aku tak heran. Bukankah 
seluruh pasukan dari Pagar Ruyung kini telah tumpas dan bercerai berai, hingga kau harus 
mengorbankan dirimu sendiri hanya demi untuk nama baikmu, yang ternyata kosong itu? Ketahuilah, 
bahwa sesungguhnya aku tidak bermaksud berfihak pada kerajaan Sriwijiya, tetapipun tak sudi menjadi 
budak Kerajaan2 Pagar Ruyung. 
Lihatlah . . . . bahwa kelak jika dua kerajaan itu mengalami kehancuran akulah, yang akan bertahta. 
Niaka marilah kita bekerja sama kembali untuk tercapainya cita-citaku. Akan kuangkat kau kelak sebagai 
mahapatihku. 
Bukankah kita sama-sama telah mengalami kepahitan itu sebagai budak-budak Kerajaan Kerajan 
Renungkanlah sesaat akan nasehatku ini, sebelum kau terlambat ! Dan memang telah lama aku 
mengharap akan berjumpa denganmul 
Dan sekarang inilah keputusanmu terachir kunantil—
Bahwasannya Kobar bermaksud mengkhianati kedua Kerajaan itu, memang benar adanya. Telah 
lama ia menanti nantiku saat yang baik, untuk merebut kekuasaan dan mengangkat dirinya sebagai raja. 
Dan setelah mengetahui kelemahan-kelemahan dari kedua Kerajaan yang sedang bermusuhan itu, ia 
menduga akan tercapai maksudnya. 
Ia pertama-tama berlaku mengkhianati Kerajaan Pagar Ruyung dan berfihak pada Sriwijaja. 
Semua siasat perang Kerajaan Tanah Melaju Pavar Ruyung dibentengkan pada Sanggahan Alam 
Manggala Yudha Sriwijaja, hingga pasukan Pagar Ruyung mengalami kehancuran. Beribu-ribu ditawan 
dan beribu-ribu pula dapat dimusnahkan. 
Urusan-urusan penghubung tamtama dan narasandi dari Pagar Ruyung dapat pula dijebak dan 
ditawan. Dan dernikian pula nasib para tamatama narasandi putri. lndah Kumala Wardhani, Ratnasari, 
Ktut Chandra dan Sampur Sekar ditawan pula oleh Kobar sendiri dan ditempatkan dalam sebuah perahu 
Bajak Laut yang berlabuh di Muara Musi. 
Ia bermaksud akan memperistrikan Indah Kuraala Wardhani sedangkan Ratnasari akan 
dihadiahkan pada Berhala yang telah banyak berjasa padanya, 
Memang sejak lama ia tergila-gila pada Indah Kumala Wardhani, dan kini telah berada 
ditangannya. Kiranya mudah untuk melaksanakan cita-citanya, semudah bagaikan membalikkan telapak 
tangannya sendiri, pikirnya dan hanya tinggal menunggu saat yang baik saja.
Setelah itu Kobar menghimpun pasukanp-pasukan yang terdiri dari para perampok dan bajak 
laut untuk merampas harta benda rakyat dan sekaligus bermaksud mengeruhkan suasana daerah 
Kerajaan Sriwijaya sendiri. 
Sebagian besar dari rencananya telah berhasil. Dan taraf terachir dari pada rencananya ialah 
membunuh Sanggahan Alam dari belakang, baru kemudian mencari jejak Yaga Kumala musuh besarnya 
yang olehnya dianggap pula sebagai penghalang, Dengan Indah Kumala Wardhani dan Ratnasari dalam cengkeramannya tentu mudah untuk 
menjebaknya. Tak diduga-duganya bahwa kini ia berhadapan sendiri dengan Yoga Kumala, sebelum ia 
mencarinya. 
Tetapi ia tak perlu gemetar menghadapinya karena Sontani dan Braja Semandang tangan kanan 
Yoga Kumala telah dapat diringkus. Dan inilah yang menyalakan semangatnya kembali, lenyap semua 
rasa cemasnya. 
Ia sengaja berpura-pura menarik Yoga Kumala difihaknya dengan janji-janji yang muluk-muluk 
agar Yoga Kumala menjadi lunak dan mudah untuk dimusnahkan, kelak, dengan tanpa mengeluarkan 
tenaga. Tetani ternyata jauh meleset dugaannya suara tawa terkekeh-kekeh menyeramkan kembali 
menggema — Haai! Bangsat pengecut Angkara Murka! Aku Yoaa Kumala tak mungkin sudi berkawan 
dengan pengkhianat seperti kau. Kali ini, jangan mengharap ampunan dariku. Mohonlah ampun pada 
Dewata Yang Maha Agung sebelum kepalamu terpisah dari badan! —
Kedua kakinya terpentang lebar dengan lututnya ditekuk hingga badannya merendah. 
Pedang pusaka ditangan kanannya melintang didadanya yang bidang dengan mata tajamnya kedepan. 
Jari-jari tangan tangan kirinya mengembang tegang dan matanya memandang tajam kearah lawannya si 
Kobar. — Itulah gerakan Wuru-shakti dalam bentuk jurusnya "Terkaman harimau kumbang". 
Secepat kilat Yoga Kumala melompat dengan serangan langsung pada Kobar dengan diiringi tawanya 
yang terkekeh-kekeh menyeramkan. Sesaat Kobar terkesiap menyambut serangan yang sukar diduga-
duga itu. Ia melompat tinggi surut kesamping kanan sarnbil memapaki serangan pedang Yoga Kumala 
dengan pusakanya. Ujung pedang pusaka masing-masing beradu dengan mengeluarkan api dan kedua-
duanya terperanjat mundur kebe/akang selangkah, demi mengetahui kedahsyatan tenaga lawannya. 
Dalam hati Yoga Kumala memuji pula akan ketangguhan lawaw, yang dapat lolos dari serangannya.
Sebaliknya Kobar juga terperanjat demi merasakan pedih telapak tangannya yang menggenggam 
pedang pusakanya. Andaikan ia tak mengerahkan kesaktiannya tentulah pedang pusaka akan terlepas 
dari genggamannya. Demikian dahsyatnya serangan Yoga Kamala. — Pikir Kobar. 
Tanpa diperintah Dirham segera menerjang Berhala dan pertempuran sengit dalam dua 
kalangan segera berlangsung. Semula perhatian Yoga Kumala terpecah menjadi dua. Ia bertempur 
melawan Kobar yang ternyata tangguh sambil mengawasi Dirham yang sedang bertempur melawan 
Berhala. Ia sedikit cemas menyaksikan gerakan-gerakan Dirham yang agak lambat itu, sedangkan 
ketangguhan tenaga si Berhala ia telah mengetahuinya. 
Tetapi ternyata kelambatan gerakan Dirham memiliki unsur2
serangan yang cukup bahaya bagai 
lawannya. Sehingga pertempuran sesaat kemudian menjadi seimhang. 
Menyaksikan demikian, Yoga Kumala telah lenyap rasa cemasnya dan kini ia mulai memusatkan 
seluruh perhatian pada gerakan lawan yang tengah dihadapanya.
Sebentar-sebentar Yoga Kumala terhuyung2 dengan langkah-langkah wurushaktinya kedepan 
dan kesamping untuk menghindari serangan2 maut dari Kobar, dengan balasan2
serangan yang cukup 
berbahaya pula. 
Dua pedang pusaka berkelebatan hingga menyilaukan pandangan, bagaikan kupu2
yang berkejaran. 
Pohon-pohon disekitarnya banyak yang tumbang terkena tebasan dua pedang pusaka itu. 
Sedang pohon-pohon yang masih berdiri, daun2 dan ranting2nya telah rontok terkena angin sambaran 
kedua orang shakti yang sedang bertempur dengan serunya masing2
ingin merenggut jiwa lawan dalam 
waktu yang singkat. Namun belum juga ada yang roboh. 
Jurus-jurus Cahaya Tangkuban Perahu ciptaan Ejangnya Cahaya Buana Pendeta Pajajaran yang Shakti kini mulai dilancarkan oleh Yoga Kumala. Demikian pula Kobar telah menggunakan ilmu pedang warisan 
ayahnya si Ular Merah. Gerakan-gerakan tusukan sabetan dan tebangan silih berganti dengan cepatnya, 
dan hanya sinar hitam semburat biru yang bergulung saja yang nampak dapat dilihat dengan mata, akan 
tetapi sesaat kemudian Kobar terperanjat sesaat setelah mengetahui, bahwa pedang pusaka Yoga 
Kumala selalu dapat mendahului akan gerakan-gerakan ujung pedangnya yang bagaikan kilat itu. 
Kini kedua ujung pedang pusaka melekat bagaikan terkena daya tarik besi sembrani dan masing-
masing mengerahkan tenaga dalamnya untuk melepaskan senjatanya agar kemudian dapat mendahului 
menyerangnya lawan. D-ngan kuda-kudanya yang kokoh menunjam ditanah Kobar menyerahkan 
seluruh tenaga kesaktiannya, untuk dapat terlepas ujung pedang pusakanya dari pedang lawan. 
Sekuijur badannya telah mandi air peluh. Mulutnya terkatub rapat dan giginya gemertak. Kerut 
didahinia yang penuh air peluh nampak Iebih jelas. Namun masih saja ujung pedang pusakanya tetap 
melekat pada pedang pusaka Yoga Kumala yang berdiri merendah dengan kedua kakinya terbentang 
lebar dengan kedua lututnya yang sedikit ditekuk itu. 
Tiba-tiba badan Yoga Kumala bergetar dan bergerak lebih merendah lagi. Tangan kirinya 
diangkat kemuka dengan jari-jarinya mengembang tegang. Dan . . , . kembali suara tawa terkekeh-kekeh 
yang menggema menyeramkan keluar dari mulutnya yang menyeringai. Itulah pengerahan tenaga Shakti 
ajaran Ki Dadung Ngawuk yang telah dipadu dengan ajaran Ajengan Cahaya Euana. Bersamaan dengan 
lenyapnya suara ketawanya yang menyeramkan, ia melesat tinggi sambil berseru lantang — Lepas 
pedang —
Pedang pusaka ditangan kanan Yoga Kumala yang ujungnya menempel pada ujung pedang 
lawan ditekan kesamping dengan pengerahan tenaga dalam yang dahsyat hingga dengan sendirinya 
bergeser kearah jari-jari tangan lawan yang menggenggam pedang. Suatu gerak „Sontekan„ dengan 
pedang pusakanya memaksa Kobar melepaskan pedangnya. Cepat bagaikan kilat pusaka itu disusul 
dengan Sabetan kearah senjata lawan yang sedang terlepas itu dan tanpa diketahui pedang pusaka 
Kobar telah terpental membumbung tinggi jauh kebelakang sekira sepuluh langkah. Bersamaan dengan 
terpentalnya pedang pusaka Kobar, Yoga Kumala telah menyerangnya dari atas dengan ujung pedang 
pusakanya kebawah mengarah dada Kobar yang sedang mendongak mengikuti terpentalnya senjatanya. 
Semua gerakan itu demikian cepatnya, hingga sukar untuk diikuti dengan pandangan mata. 
Itulah serangan maut berangkai dalam bentuk jurus jurus „Petikan bunga berduri„ dan dirangkaikan 
dengan „Tusukan sambar nyawa... 
Menghadapi serangan demikian itu Kobar seakan-akan merasakan bahwa „dewa maut„ telah 
berada di-umbun2
kepalanya. Semangatnya terbang mengikuti terpentalnya pedang pusakanya. Ia tak 
menduga sama sekali, bahwa lawan yang dihadapinya memiliki kesaktian yang amat tinggi dan hampir 
mendekati sempurna. Sejak lama ia ingin mengukur kesaktian Yoga Kumala, dan dahulu ia mengira 
bahwa ilmu Yoga Kumala tentu berada dibawah kesaktiannya. 
Tapi kini ia telah menghadapi suatu kenyataan. Dan jelas dalam mengadu tenaga shakti ia 
merasa setingkat berada dibawah Yoga Kumala. 
Namun ia tentu tak mungkin mau mengakui dengan terang-terangan. Desakan angkara murka dan sifat 
kejahatan yang menyelubungi dirinya membuat ia bertambah dendam pada Yoga Kumala. 
Sewaktu ujung pedang Yoga Kumala hampir menyentuh dadanya. Kobar menjatuhkan diri 
sambil menendang dengan kakinya kiri kearah pergelangan tangan Yoga Kumala dan dirangkaikan 
dengan jungkir balik surut ke belakang hingga sepuluh langkah lebih . . . . Demikian jauhnya ia 
bergulingan menghindari, takut kalau-kalau serangan lanjutan segera menyusul. 
Akan tetapi watak ksatria Yoga Kumala sebagai pendekar darah Pajajaran, mencegahnya untuk membunuh lawan yang sedang tak bersenjata. Yoga Kumala hanya berdiri dengan kakinya yang 
terpentang lebar sambil mengawasi Kobar yang sedang bergulingan menjauhkan diri padanya dengan 
ketawa menyeringai.
— Hai Kobar! Pungutlah senjatamu kembali dan tunjukkan kejantananmu dalam menghadapi 
maut sebagai hukuman pengkhianatanmu ini— Kesempatan itu tak dibuang dengan sia-sia oleh Kobar. 
Cepat-cepat ia melompat dan memungut pedang pusakanya yang menggeletak diatas tanah tak 
seberapa jauh darinya. Akan tetapi bukan untuk melangkah maju menyerang lawan . . . . Ia secepat kilat 
melompat kepelana kuda tunggangannya yang berada disampingnya dan memacunya kabur 
meninggalkan gelanggang sambil berseru. 
— Yoga Kumala! Kita lanjutkan pertempuran ini, setelah selesai pesta upacara pernikahan 
dengan adikmu Indah Kumala, seratus hari lagi menjelang bulan purnama .... Dan penuhilah undanganku 
ini untuk datang, di Muara Musi guna menyaksikan pesta perkawinanku! —
Bersamaan dengan melesatnya Kobar. Berhalapun segera turut meninggalkan gelanggang 
dengan menaiki kudanya dan hilang dikegelapan malam, dengan terluka dilengan kirinya, Yoga Kumala 
yang hendak melompat mengejar, tetapi Dirham segera mencegahnya. 
— Gusti Yoga! Biarlah jahanam-jahanam itu kali ini lolos dari maut. Tugas Gustiku amat berat 
dan memerlukan pemikiran yang sempurna. Kita harus dapat membebaskan Gusti Sontani, Braja 
Semandang dan putri putri tamtama narasandi termasuk adik kandung Gustiku Yoga serta tawanan-
tawanan keseluruhannya. Baru kemudian kira harus dapat menumpas gerombolan - gerombolan 
jahanam itu, untuk dapat memenangkan peperangan. —
— Ya . . , pendapatmu benar. Trima kasihlah atas nasehatmu itu, — jawab Yoga pendek. 
*
* *

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Mar'atus sholihah

  Cari Keripik pisang klik disini MAR'ATUS SHOLIHAH           الدنيا متاع وخيرمتاعهاالمرأةالصالحة (رواه مسلم) Dunia itu perhiasan,dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang baik budi pekertinya (HR.Muslim) PANDANGAN UMUM ·        Wanita adalah Tiangnya Negara,maka apabila wanita itu berperilaku baik maka Negara itu akan menjadi baik,begitu pula sebaliknya,apabila wanita itu berperilaku buruk maka Negara itu akan menjadi buruk ·        Wanita yang Sholihah/baik harus selalu konsisten mencari ilmu,karena dengan ilmu kita akan di hormati oleh masyarakat dan selamat di dunia dan akhirat,terlebih ilmu agama dan yang berhubungan dengan wanita ·        Wanita yang baik,wajib (Fardlu 'ain) mempunyai jiwa tauhid dan iman yang kuat supaya tidak gampang terpengaruh,ibarat bangunan,tauhid merupakan pandemen/pondasinya, maka apabila pondasinya kuat bangunan itu tidak akan mudah roboh ·        Wanita sholihah harus mempunyai Akhlak/budi pekrti yang baik,baik itu kepada orang tua,suami,g

Aan Merdeka Permana

Cari Keripik pisang klik disini Aan Merdeka Permana merupakan pemenang penghargaan Samsoedi pada tahun 2011 dari Yayasan Kabudayaan Rancage, untuk novel sejarahnya Sasakala Bojongsoang. Seorang jurnalis yang lahir di Bandung 1950, telah bekerja sebagai editor untuk Manglé, Sipatahunan, dan Galura. Selain menulis untuk keperluan jurnalistik beliau juga menulis cerpen dan puisi.  Buku-bukunanya yang pernah terbit kebanyakan bacaan anak dalam bahasa Sunda Kedok Tangkorék (1986), Jalma nu Ngarudag Cinta (1986), Andar-andar Stasion Banjar (1986), Muru Tanah Harepan (1987), Nyaba ka Leuweung Sancang (1990), Tanah Angar di Sebambam (1987), Paul di Pananjung, Paul di Batukaras (1996), Si Bedegong (1999), Silalatu Gunung Salak (6 épisode, 1999).

Mengenal Larry Tesler, pahlawan penemu fitur "copy-paste"

Larry Tesler, penemu konsep cut, copy, paste pada komputer meninggal dunia di usia 74 tahun pada Senin (17/2). Namun, penyebab kematian belum diungkap sampai hari ini. Tesler lahir di New York, Amerika Serikat pada 24 April 1945. Ia merupakan lulusan Ilmu Komputer Universitas Standford. Tahun 1973 Tesler bergabung dengan Pusat Penelitian Alto Xerox (PARC), di mana dia mengembangkan konsep cut-copy-paste. Konsep ini difungsikan untuk mengedit teks pada sistem operasi komputer seperti dilansir The Verge. Tujuh tahun kemudian, pendiri Apple Inc yakni Steve Jobs mengunjungi kantor PARC dan Tesler ditunjuk menjadi pemandu. Lihat juga:Fernando 'Corby' Corbato, Penemu Password Komputer Meninggal "Jobs sangat bersemangat dan mondar-mandir di sekitar ruangan. Saya ingat betul perkataan Jobs saat melihat produk besutan PARC, 'kamu sedang duduk di tambang emas, kenapa kami tidak melakukan sesuatu dengan teknologi ini? Kamu bisa mengubah dunia,'" kata Tesler sa