Langsung ke konten utama

PENDEKAR DARAH PAJAJARAN JILID 02 B A G I A N III


BUPATI WIRAHADINATA dengan Sujud, diapit oleh kedua Lurah Tamtama Kerajaan Jaka Wulung dan
Jaka Rimang, dengan diiringkan oleh pasukan berkuda telah memasuki alun2 Kebanjaran Agung
Indramayu. Akan tetapi sewaktu mereka akan tiba dipintu gerbang halaman Kebanjaran Agung, tiba2
Wirahadinata menarik tali lis kudanya dengan tangan kirinya erat2
, sedangkan tangan kanannya
dilambaikan keatas sebagai isyarat agar semua para pengiring serentak menghentikan langkah kudanya
masing2
. Karena tarikan tali lis yang tiba2
itu, maka kuda yang dinaiki oleh Wirahadinata terperanjat
sesaat hingga meringkik sambil berdiri diatas kedua kakinya belakang.
Kiranya pada saat itu, Wirahadinata sendiripun terkejut penuh rasa cemas demi meliha tiga
orang pengawal pintu gerbang bergelimpangan ditanah. Dan menjadi lebih heran lagi, demi melihat lagi
seorang anak gadis tanggung sedang berlompatan sambil menggerak-gerakkan angkinnya berwarna
merah jingga kearah lima orang pengawal lainnya yang sedang mengurung dara tanggung itu dengan
bersenjatakan pedang, dihalaman depan balai pengawalan. Gerakan anak dara itu sangat lincah, hingga
sebentar bentar lenyap dari pandangan, terselubung oleh gulungan sinar merah yang menyiIaukan
mata.
Matahari berada diketinggian tepat diatas kepala, menunjukkan bahwa waktu itu telah siang
tengah hari. Namun, sinar teriknya yang cerah seakan-akan sedikitpun tidak mempengaruhi gerakan
dara tanggung itu. Lima orang pengawal yang mengurungnya sibuk pula berlompatan menghindari
gulungan sinar merah yang menyerangnya, karena takut menjadi mangsa libatan angkin merah yang
ganas itu, sebagaimana telah alami oleh kawan-kawannya. Angkin sutra merah ditangan anak dara
bergerak menyambar nyambar laksana bernyawa, dan peedang ditangan pada pengawal tak mampu
memapaki sambaran sinar merah yang kelihatan lemah itu. Tiba2
seorang diantara lima orang pengawal-
pengawal itu berseru melengking sambil melompat tinggi, menghindari sambaran angkin kearah 
betisnya. Ia menjatuhkan diri dengan menukik sambil menyerang dengan gerakan tusukan pedang 
kearah dada dara tanggung itu. Ia sengaja melancarkan serangan yang amat dahsyat dan ganas karena 
sangat marah demi melihat akan kebandelan anak dara yang tak mau menyerah. Namun anak dara itu 
seakan-akan tak menghiraukan datangnya serangan maut yang dahsyat kearah dadanya, hingga empat 
orang pengawal Iainnya terkesiap dan berlompatan satu langkah surut kebelakang karena tak sampai 
hati melihat akan kejadian yang amat ngeri itu. 
Semula mereka memang hanya bermaksud membelenggu dara yang dianggapnya sangat nakal, 
dan sedikitpun tak ada niat untuk melukai ataupun untuk membunuhnya. Bahwa mereka berlima 
menggunakan senjata pedangnya masing masing hanya karena angkin merah dara tanggung itu sangat 
membahayakan. Lagi pula pedang ditangan mereka masing2
itu mula mula hanya untuk menakut2
i saja, 
tidak mengira bahwa anak dara itu sama sekali tidak takut akan gertakan mereka. 
Tiga orang kawannya terpelanting ditanah dengan pedang terpental lepas melambung jauh kena 
libatan angkin merah. Tak heranlah bahwa seorang diantaranya kini menjadi gelap mata, dengan melancarkan 
serangan mautnya. Namun kecemasan empat pengawal itu segera lenyap dan berganti keheranan 
hingga mereka terperanjat sesaat samhil berdiri dengan ternganga demi meliitat seorang kawannya 
yang menyerang tadi, jatuh terbanting dan berjumpalitan sambil menjerit-jerit kesakitan. Dengan 
tangkasnya anak dara itu menggeser kaki kirinya merendahkan badannya, untuk mengelakkan diri dari 
ujung pedang yang meluncur sewaktu hanya tinggal sejengkal dari dadanya. Ia menyusup dibawah 
ketiak penyerang sambil membalikkan badannya dengan tangan kirinya menangkap lengan yang 
menggenggam pedang dan kemudian dikilirkan sedikit kekiri diatas pundaknya untuk kemudian 
ditariknya dengan suatu gerakan yang mentakjubkan. Pengawal yang tinggi besar itu tak ayal lagi, 
terbanting dengan badannya melambung melompati pundak dara tanggung itu. Sebelum ia terbanting 
diatas lanah, angkin merah telah mengejar serta melibat pedang untuk kemudian merenggut lepas dari 
genggamannya. Pedang tersentak dan melambung tinggi untuk kemudian jatuh ditanah sejauh sepuluh 
langkah dari pemiliknya. 
Itulah gerakan membanting dengan meminjam tenaga lawan, atau dalam bentuk jurus 
„mendayung mengikuti arus". Empat orang pengawal lainnya segera menerjang maju, menyerang anak 
dara itu yang sedang mengejar dan melibatkan angkinnya kearah pengawal yang jatuh berjumpalitan 
itu, dengan gerakan serangan serentak dengan pedang masing2
Serangan empat orang pengawal itu merupakan gerakan serentak yang berlainan bentuknya. Seorang 
membacok kearah kepalanya, seorang lagi menyerang dengan sebuah tusukan kearah dada, Sedangkan 
dua orang lainnya mengarah lambung dan kakinya dengan tebangan yang berangkai. 
Namun menghadapi serangan pedang serentak dari empat pengawal itu, si dara tanggung masih 
juga sempat mencebirkan bibirnya sambil berseru mengejek. — Lihat, kalau kalian akan menirukan 
kawanmu berjumpalitan! —
Berseru demikian, angkin merah ditangannya menyambar kearah pedang yang mendatang 
kearah kepalanya, sambil meloncat tinggi berpusingan dan seakan akan hilang dari pandangan empat 
orang pengeroyoknya. Tanpa diketahui, sebilah pedang yang mengarah kepalanya dapat dilibat serta 
disentak-lepas dari genggaman pemiliknya. 
Kiranya apa yang dikatakan dara tanggung itu merupakan kenyataan. Dua orang pengawal 
segera jatuh berjumpalitan menghindari serangan sambaran angkin merah yang sedang mengganas itu, 
sedangkan dua orang pengawal lainnya meloncat satu langkah surut kebelakang dengan masing2
dipipinya tampak warna merah bekas tamparan dara tanggung itu. 
— Tahan sernua senjata! — Bentak Bupati Wirahadinata sambil berlari mendekat, dengan Sujud 
mengikuti dibelakangnya. Demi mendengar suara itu, para pengawal semua melompat menjauhi tempat 
pertempuran dan dengan tergopoh - gopoh menyambut kedatangan Wirahadinata, sedangkan gadis 
tanggung berdiri tenang ditempatnya sambil bertolak pinggang dan bersenyum mengejek.
Dengan pandangan matanya yang bening kearah Wirahadinata. Suatu sikap kenakalan anak gadis 
tanggung yang tak mengenal rasa takut. 
Dara itu berusia kurang lebih 14 tahun. Wajahnya cantik jelita, dengan sepasang anting2nya 
bermata mutiara dikedua daun telinganya. Rambutnya yang hitam panjang digelung dengan memakai 
tusuk konde tiga batang yang kesemuanya bertachtakan mutiara pula. 
Bibirnya merah mungil dan sepasang matanya yang redup memancarkan sinar bening. 
Tubuhnya ramping berisi. Warna kulitnya kuning bersih. Lesung pipit dipipinya yang kemerah2an itu 
selalu menghias senyumannya. Ia mengenakan baju berlengan panjang dari sutra berwarna merah 
jambu, dan berkain sarung berwarna hitam dengan sulaman benang emas bergambar kembang2.
Melihat sikap kenakalan anak dara tanggung itu Wirahadinata turut bersenyum geli. Ia mengira, 
bahwa mengamuknya dara tanggung itu, tentunya karena diganggu oleh para pengawalnya. Maka tanpa 
memberi kesempatan pada para pengawal yang berlari menyambut kedatangannya, ia membentak-
bentak dengan marahnya. — Orang2
tak tahu aturan. Begitukah kelakuanmu, jika aku tidak ada 
ditempat? Ataukah kalian memang sengaja minta kuhajar, agar tahu kesopanan ? 
— Ampunilah kami, Gusti! Bukan kami yang tak mengenal aturan akan tetapi anak gadis itu 
memang sengaja datang untuk membikin keributan disini! — Jawab salah seorang pengawal sambil 
menyembah. Sebelum Wirahadinata berkata lagi, tiba2 anak dara tanggung itu menyahut dengan 
suaranya yang nyaring, memotong percakapan mereka. 
— Bohong! Siapa sudi ribut2 dengan tikus2 pengecut ! Aku datang untuk minta diantar ketemu 
dengan Bupati Wirahadinata si kepala rampok, akan tetapi mereka malah mengusirku pergi. Masih 
untung aku tidak bermaksud membunuh mereka! —
Mendengar ucapan yang sangat kasar itu, Wirahadinata terperanjat sesaat. Siapakah gerangan 
anak dara yang berani memakinya dengan kasar itu. Apakah keperluannya hingga ia ingin ketemu 
dengan dirinya? pikir Wirahadinata. 
— Akulah Bupati Wirahadinata! Dan siapakah engkau? Ada keperluan apa engkau ingin ketemu 
dengan diriku?
— Hii . . hihi ….. hiiii ….. kiranya orang yang sudah tua dan menjadi kakek2
inikah ….. dulu yang 
menjadi kepala rampok. Tak usah kupancung kepalanya, sebentar lagi kau juga akan masuk kubur! —
Tanpa menghiraukan pertanyaan Wirahadinata, dara itu memakinya sambil ketawa nyaring, hingga 
deretan gigi-giginya yang putih kecil bersih laksana mutiara itu nampak jelas. 
— Hai! Anak gadis liar! Akan kuhajar mulutmu yang lancang itu! Tiba-tiba Sujud berseru 
memotong, sambil meloncat maju, dengan kepalan tangan dan meninju kearah muka gadis yang sedang 
berdiri bertulak pinggang. Tanpa bergerak dari tempatnya anak dara itu menundukkan kepalanya, 
sambil mengulurkan tangan kirinya untuk menangkap pergelangan tangan Sujud. 
Akan tetapi dengan tangkasnya Sujud menarik kembali serangan tinjunya untuk diubah menjadi 
pukulan siku kanan sebagai gerak tipuan, sedangkan jari jarinya tangan kiri tegang mengembang 
meluncur kearah muka lawannya. Karena dara itu cepat menundukkan kepalanya, maka serangan jari-
jari tangan kiri Sujud hanya mengenai gulungan saja, hingga terlepas dan terurai kebawah sampai diatas 
betisnya. 
Si dara menjerit sambil melompat satu langkah kesamping kiri, — aaaiii …..!...... curang kau! —
Melihat kejadian yang lucu tanpa disengaja Sujud menjadi tertawa pula. — Siapa yang curang? 
— Serunya sambil ketawa geli. Cepat si dara tanggung membetulkan gelungannya yang lepas sejadi 
jadinya saja, sementara Sujud masih berdiri sambil ketawa geli. Kedua pipinya dara itu menjadi merah 
seketika, karena mengira dipermainkan lawannya. Tanpa menunggu siapnya lawan ia mulai menyerang 
dengan angkin sutranya. Angkin merah ditangan, kini bergerak menyambar nyambar kearah tubuh dan 
kaki Sujud, sambil berlompatan membuat kacaunya pandangan, sedangkan tangan kirinya bergerak 
cepat dalam gaya tamparan yang susul menyusul kearah muka Sujud. 
Akan tetapi Sujud adalah murid Kyai Dadung Ngawuk yang telah mewarisi jurus-jurus 
wurushaktinya. Dengan terhuyung-huyung seakan-akan hampir jatuh tertelungkup, untuk kemudian 
meloncat kesamping dan berjumpalitan, ataupun berjongkok, ia selalu terhindar dari serangan-serangan 
si dara anggung, Ia masih saja mengelak menghindari serangan yang dahsyat dengan langkah-langkah 
wurushaktinya, dengan tanpa membalas menyerang. Kini sengaja Wirahadinata membiarkan anaknya 
bertempur melawan gadis nakal itu, untuk melihat lebih jelas akan ilmu aneh yang dimiliki oleh Sujud, 
serta sekaligus ingin mengetahui kepandaian anak dara itu yang lancang mulut. la mengikuti jalannya 
pertempuran dengan tak berkedip. Dan ternyata kedua - duanya saling memiliki gerakan - gerakan yang 
sangat aneh dan sukar untuk diduga sebelumnya. Semula Jaka Wulung dan Jaka Rimang serta para 
pengawal yang menonton, saling pandang memandang dengan diliputi rasa cemas, demi melihat 
gerakan Sujud yang lambat dan menyerupai orang yang mabok. Akan tetapi karena selalu nyaris 
terhindar dari semua serangan, memka segera menyadari bahwa gerakan Sujud adalah gerakan dari ilmu shakti yang mentakjubkan. 
Hanya saja, mereka belum melihat kehebatan gerakan serangannya. Karena sejak tadi, baru 
sekali Sujud menyerang dengan hasil dapat melepaskan gelungannya. 
Sedangkan gerakan serangannya tadi, mereka tak melihat dengan jelas. Diam-diam 
Wirahadinata memuji pula akan ketangkasan dan ilmu yang dimiliki oleh dara tanggung itu. 
Dan dibalik gerakan mereka masing-masing yang mentakjubkan itu, ada sesuatu yang lebih 
menarik perhatiannya pula. Semakin ia memperhatikan, semakin nampak jelas persamaan raut muka 
dan sinar pandangan antara dara nakal dan Sujud anak angkatnya. 
Hanya warna kulitnyalah yang berbeda agak menyolok. 
Karena serangan yang bertubi-tubi tak pernah mengenai sasarannya, dara tanggung menjadi 
gemas dan membanting bantingkan kakinya sambil berseru. — Pengecut curang! Jangan hanya 
berlompat lompatan menghindar saja, pakailah senjatamu dan seranglah aku. — bentaknya. 
— Untuk rnelawanmu, tak perlu aku menggunakan senjata! —
Ayooh, teruskan permainan angkinmu itu. Jika sampai menyentuh bajuku, aku menyerah kalah! — Sujud 
menjawab sambil mengejek. Kini anak dara itu menjadi lebih marah hingga mukanya menjadi merah 
padam sampai didaun telinganya. 
Dengan sengitnya ia mulai lagi menyerang Sujud. Angkin sutra merahnya menyambar - nyambar laksana 
gulungan sinar merah menyelubungi tubuh Sujud, namun kembali si-dara tanggung itu menunjukkan 
muka asam, karena serangannya tak pernah berhasil. 
— Cobalah sekali saja, angkinku kau biarkan melilit kakimu, jika kau ingin merasakan 
berjumpalitan diudara.— Seru dara tanggung dengan membelalakkan matanya, sambil berdiri 
menghentikan serangannya. 
Kedua anak muda yang berlainan jenisnya itu, kini saling berpandangan. Sinar mata mereka 
bertemu …… Denyutan jantung masing masing berdebar lebih keras, dan hati masing2 diliputi oleh suatu 
perasaan yang sangat aneh ... Sepatah katapun tidak dapat keluar dari mulut mereka …… Namun itu 
semua segera berlalu dalam waktu yang sangat singkat. 
Kekerasan hati dan rasa tak mau mengalah cepat menguasai perasaan sidara tanggung. 
Dengan semangat yang menyala-nyala penuh dengan dendam dan jengkel ia mengulang 
serangannya dengan angkin merahnya. Tangan kanannya bergerak dan angkin merahnya mengikuti 
bergerak menggeliat-geliat laksana ular ganas mencari mangsa. Dengan muka cemberut sambil meludah 
ditanah, ia melompat mengejar Sujud yang sedang berdiri dengan masih tersenyum. Angkin merahnya 
menyambar-nyambar lebih ganas lagi. 
Akan tetapi seperti tergerak oleh sesuatu daya gaib tiba2 ujud menggagalkan maksudnya untuk 
menghindari serangan. Rasanya tak sampai hati ia membuat kecewa yang kedua kalinya pada dara 
tanggung lawannya itu. Ia tetap berdiri dengan masih bersenyum, tanpa bergeser setapakpun, sengaja ia 
membiarkan angkin merah menyambar kearah kakinya dan melibatnya. Sambil bersenyum puas karena 
serangannya berhasil si dara tanggung menggerakkan angkin dengan tangan kanannya dalam gaya 
hentakan yang mentakjubkan ..Tak ayal lagi . tubuh Sujud terhentak melambung tinggi dan 
berjumpalitan diudara …
Jaka Wulung, Jaka Rimang dan semua yang menyaksikan, hampir serentak berseru cemas, demi 
melihat Sujud terkena libatan angkin merah dan melambung tinggi diudara.
Suatu kecerobohan hingga terlambat menghindari serangan angkin merah si dara tanggung-pikirnya. 
Akan tetapi kecemasan pada diri masing2 penonton segera lenyap seketika dan berganti menjadi 
dibuat ternganga penuh keheranan setelah melihat dengan mata kepala sendiri. .Sujud jatuh berjongkok seperti kera didepan lawannya dengan ketawa terkekeh-kekeh. Selamanya baru sekali ini mereka 
menyaksikan ketangkasan dua anak remaja yang demikian mengagumkan, demikian juga Wirahadinata. 
Si dara tanggung yang tadinya mengira akan dapat membanting lawannya ternyata kini merasa 
tertipu dan dipermainkan. Wajahnya cepat berubah menjadi asam kembali, dengan bibirnya bergerak 
gemetar. 
Sinar pandangan yang bening cemerlang kini berubah menjadi suram dan matanya berlinang-
linang mengembeng mata. Ia lebih mendekati menangis dari pada ketawa. 
Ujung angkin sutra merah yang ternyata telah koyak, dipegangnya erat2 dengan tangan kirinya, 
sambil meremas remas dengan jari2nya yang runcing2
itu. 
— Awas kau! Jika eyangku dan kumbang datang, tentu kubalas setimpal! — katanya dengan 
suara tertahan. 
Tiba2 bayangan berkelebat mendatang dengan diiringi suara auman panjang yang menegakkan 
bulu roma, dan sebelum semua orang dapat bergerak...petapa shakti yang berjubah kuning 
Cahayabuana, yang namanya selalu menjadi buah tutur orang telah berdiri disamping gadis tanggung 
dengan diikuti oleh seekor harimau kumbang. 
— Eyang! — hanya kata2
itulah yang dapat keluar dari mulut dari dara itu. 
Memang benar Ajengan Cahayabuana adanya …… Petapa shakti yang bersemayam di Gunung 
Tangkuban Perahu—
Datang dan perginya laksana bayangan menghilang. Demikian besar pengaruh wibawanya, 
hingga semua orang menjadi terpukau, tak dapat membuka mulut. Ia mencium kening cucunya Indah 
Kumala Wardhani sidara tanggung sambil memegang tangannya dan membimbingnya mendekati Sujud 
yang tengah berdiri ternganga didepannya. 
— Benarkah kau putra angkat Gusti Wirahadinata cucuku sayang? —
Cahayabuana bertanya dengan lemah lembut, memecah kesunyian sambil memegang bahu 
Sujud, yang olehnya dijawab dengan menganggukkan kepalanya. 
— Nakmas Gusti Wirahadinata! Maafkan akan kedatanganku yang tiba tiba ini, yang tentunya 
nakmas Gustiku telah mengetahui akan maksud kedatanganku, bukan?! — la bertanya dengan 
merendah tertuju kepada Wirahadinata yang sedang berjalan mendekati. Sambil membungkukkan 
badannya Wirahadinata menjawab pelan! — Datangnya Bapak Ajengan Cahayabuana membawa obor 
penerang bagi kami.-
— Ach,.. jangan nakmas Gustiku terlalu merendah diri. Orang tua seperti saya ini tak pantas 
diperlakukan demikian, — berkata demikian, lalu ia berpaling kepada Sujud. 
—Cobalah …. cucuku sayang! Aku ingin melihat lenganmu yang kiri! Dapatkah kau membuka baju 
lenganmu itu sebentar?! ….
Dengan dibantu oleh ayah angkatnya Wirahadinata. Sujud membuka baju atasnya, dan apa yang 
dicarinya bertahun-tahun oleh Ajengan Cahayabuana kini nampak jelas dilengan kiri Sujud, ialah.. suatu 
ciri asli berupa tai lalat warna hitam kemerah2an berbentuk bundar sebesar lbu jari kaki. Lenyaplah 
segala keragu2an seketika yang selama ini dikandungnya. Sujud dirangkulnya erat2 hingga kepalanya 
tersandar pada dadanya Ajengan Cahayabuana. Keningnya diciumi berulang kali, untuk melampiaskan 
rasa rindunya. Cahayabuana yang terkenal sebagai petapa shakti itu, kini dapat pula menangis terisak-
isak. Air matanya mengalir deras membasahi kedua pipinya yang telah nampak berkeriput. Namun ia 
bukan menagis karena sedih, tetapi menangis karena girang yang tidak terhingga bercampur dengan 
rasa haru. 
— Akhirnya . Dewata Yang Maha Agung melimpahkan kemurahannya... — ia berkata dengan terputus-putus pada diri sendiri. 
— Yoga! . Yoga Kumala!... Kau adalah cucuku...darah dagingku sendiri ….. ! —
Getaran suara shakti itu menembus menusuk jantung Sujud, hingga ia tersentak sadar seketika 
dari lamunannya. 
— Eyang! — hanya kata itulah yang dapat melontar dari mulutnya. Ingin ia rasanya berkata Iebih 
banyak lagi, namun tenggorokannya terasa seperti tersumbat.
— Yaaaa...kau adalah Yoga Kumala cucuku! Dan Indah Kumala Wardhani yang berdiri disamping 
itu adalah adik kandungmu —
Sesaat kemudian kedua remaja saling berpandang2an tanpa berkata ...Namun rasa kasih sayang
dan dendam rindu memenuhi lubuk hati masing2
. Pancaran pandangan masing2 merupakan daya tarik 
laksana gunung besi semberani... 
Dua remaja saling merangkul dengan eratnya, dengan rnasing-masing menangis terisak-isak 
........ 
— Akang Yoga! —
— Adikku Kumala Wardhani! —
Hanya suara itulah yang terdengar ….. dan semua yang menyaksikan ikut pula terharu. Tiba-tiba 
semua orang dikejutkan oleh suara dari seorang yang berdiri dibelakang Ajengan Cahayabuana. — Yoga 
Kumala adikku! Aku turut bersyukur kepada Dewata Yang Maha Agung serta mengucapkan selamat akan 
hari kebahagiaannu itu!— Ternyata dengan tanpa diketahui, Senapati Muda Indra Sambada telah pula 
dibelakang Cahayabuana. 
— Terimalah sembahku sebagai sambutan atas kedatangngan Bapak Ajengan Cahayabuana — 
— Demikian pula saya yang rendah menghaturkan sembah kepada nakmas Gusti Senapati 
junjunganku. — Jawab Ajengan Cahayabuana. 
Tak lama kemudian mereka semua telah berpindah tempat digedung Kebanjaran Agung 
Indramayu, sebagai tamu resmi dari Bupati Wirahadinata. Hari kebahagiaan Sujud Yoga Kumala 
dirayakan dengan pesta pora. Mulai sejak hari itu, nama Sujud di gantinya dengan resmi, sebagaimana 
nama aslinya, "YOGA KUMALA" putra priyagung Kerajaan Pajajaran cucu dari petapa shakti Tangkuban 
Perahu Ajengan Cahayabuana …… 
Sementara para tamtama pengiring dan punggawa narapraja Kebanjaran Agung Indramayu 
menikmati hidangan pesta untuk merayakan hari kebahagiaan bertemunya kembali gugusan 
Tangkubanperahu, tiga orang shakti dengan dikelilingi oleh Jaka Wulung Jaka Rimang, Yoga Kumala, dan 
Indah Kumala Wardhani asyik bercakap-cakap dengan sangat akrabnya diruang pendapa Gedung 
Kebanjaran Agung Indramayu.
Dengan dibantu oleh para inang, Gusti Ayu Nyi Wirahadinata berkenan pula melayani sendiri 
hidangan makanan yang disuguhkan pada tamu tamu akrabnya itu. Percakapan berlangsung dengan 
ramah tamah dan akrab dalam suasana kekeluargaan. Mereka saling menceritakan kisah jalan hidupnya 
yang telah dilaluinya. 
Indah Kumala Wardhani yang semula mengira, bahwa Wirahadinata adalah orang yang menculik 
kakak kandungnya dan membunuh ibunya, segera mohon maaf atas kelakuannya yang lancang setelah 
mengetahui duduk perkaranya yang sebenarnya. Menurut keterangan Eyangnya Cahayabuana 
pembunuh mendiang Ibunya adalah ternyata Durgawangsa dan Durga Saputra, yang kedua-duanya 
telah mati terbunuh. 
Durgawangsa mati pada kira-kira tiga tahun yang lalu oleh sabetan pedang Tamtama 
Tumenggung Cakrawirya ( Baca Seri " Pendekar Majapahit" ). Sedangkan Durga Saputra setelah roboh ditangan Yoga Kumala, mati terkena bacokan pedang Bupati Wirahadi-nata. Dan semua itu adalah 
berkat jerih payah jasa Senapati Muda Manggala Tamtama Pengawal Raja Indra Sambada. 
— Namun manusia adalah hanya merupakan pelaku2 biasa …… sedangkan Pencipta kisah dan 
Dalangnya adalah Dewata Yang Maha Agung. — demikianlah Ajengan Cahayabuana memberi 
wejangannya. 
— Watak dan kelakuan kita semua tentunya menjadi dasar uatuk disesuaikan dengan peranan 
yang diberikan oleh Nya ….. Dewata Yang Maha Agung adalah Maha Penyajang, Maha Kuasa dan Maha 
Adil ….. Sinar pancaran KebesaranNya akan selalu menerangi buana kecil kita masing masing, apabila 
kita selalu ingat dan bersujiud kepadaNya …. 
Kita semua adalah ummat CiptaanNya .. yang wajib mengabdi dan berbakti padaNya — Petapa shakti 
Cahayabuana menutup kata wejangannya. 
Tiga hari kemudian Ajengan Cahayabuana dengan harimau kumbang piaraannya yang setia, 
meninggalkan Kebanjaran Agung Indramayu untuk kembali ketempat pertapaannya dilereng Gunung 
Tangkubanperahu.
Atas permintaan Senapati Indra Sambada sendiri, demi untuk memenuhi janjinya, Yoga Kumala 
dan Indah Kumala Wardhani akan diantarkan ketempat pertapaan dilereng Gunung Tangkubanperahu 
pada hari sepekan kemudian. 
— Cucuku Yoga! Ketahuilah, bahwa Gusti Wirahadinata dan Gusti Ayu Nyi Wirahadinata adalah 
sebagai gantinya ayah bundamu sendiri yang telah mendahului pulang kepangkuan Dewata Yang Maha 
Agung ….. dan ini semua adalah atas kehendakNya. Demikian pula kau cucuku manis Indah Kumala 
Wardhani! — Taatilah semua petunjuk dan nasehat orang tua angkatmu itu! — Pesan Cahayabuana 
sewaktu akan meninggalkan Kebanjaran Agung Indramayu pada kedua cucunya. 
— Kepada Gusti Senapati Indra Sambada yang telah sudi mengangkat dan menerima kalian 
sebagai adik angkatnya, harus pula kalian patuhi akan semua perintah dan wejangannya. —
.*. 
— Semoga aji „Panggendaman Rajawana" yang kuwejangkan ini dapat berguna untuk nakmas 
Gustiku Junjunganku Senapati Indra sebagai penambah ilmu. —
— Aji shakti yang baru saja saya terima dari Bapak Ajengan Cahayabuana sangat besar artinya 
bagi pengabdianku, demi kejajaan Kerajaan. Tak dapat saya mengutarakan betapa terima kasihku akan 
kemurahan hati Bapak Ajengan Cahayabuana yang dilunturkan padaku. —
Dalam sebuah gua tempat pertapaan dilereng Gulung Targkuban Perahu terdengar dua orang 
yang sedang asyik berbicara. Mereka berdua duduk bersila berhadap-hadapan diatas batu putih yang 
bersih mengkilap, disudut sebuah ruangan yang agak luas. Disudut sebelah mereka terdapat meja batu 
alam dengan sebuah kitab kuno diatasnya dan sebuah pelita minyak yang tak menyala. Akan tetapi 
walaupun tanpa penerangan nyala api, ternyata dalam ruangan itu cukup terang karena mendapat 
pancaran cahaja dari dinding-dinding batu putih alam yang mengkilap mengelilinginya. Atap batu air 
alam yang runcing2 menjorok bergantungan dan tak teratur itu, menambah terangnya ruangan. 
Senapati Muda Manggala Pengawal Raja Indra Sambada sedang menerima wejangan dari 
Petapa shakti Ajengan Cahayabuana, dengan penuh perhatian. 
— Janganlah nakmas Gustiku menyanjung diriku secara berkelebihan. Ilmu yang kuwejangkan 
hendaknya diterima sebagai tanda bukti pengabdianku ! — Cahayabuana menyahut merendah. 
Setelah sejenak ia melanjutkan kata katanya. — Kesudian nakmas Gusti Junjunganku untuk menerima pengabdian dua cucuku kelak, membuat aku lebih tenang untuk sewaktu-waktu memenuhi 
panggilan Dewata Hyang Maha Agung. Harapanku, semoga kedua cucuku dalam bimbingan Gusti 
Junjunganku dapat menyambung nyala pelita yang telah padam. — 
— Doa restu Bapak Ajengan Cahayabuana semoga selalu menyertaiku agar harapan Bapak 
menjadi kenyata an. Dan hendaknya Bapak Ajengan Cahayabuana kelak dapat menyaksikan serta turut 
pula mengenyam kebahagiaan hasil jerih payah cucu2 keturunan Bapak. — Kata2
ini diucapkan oleh 
Indra Sambada untuk mengelakkan secara langsung akan ucapan Cahayabuana yang menyatakan 
seakan-akan dalam waktu dekat akan segera meninggalkan dunia fana. Akan tetapi tak diduganya 
bahwa Ajengan Cahayabuana bahkan menambah penjelasannya tentang alam keabadian yang memang 
menjadi tujuan utama daripada pengabdian sepanjang masa hidupnya. 
— Ketahuilah, nakmas Gusti Junjunganku! Dunia dengan seluruh isinya ini tidak ada yang kekal. 
Semua akan mengalami gerang, untuk kemudian menjadi musna, kembali kepada Pencipta Nya. 
Demikian pula kita semua sebagai ummat manusia. Akan tetapi kemusnaan itulah justru merupakan 
permulaan dari kehidupan abadi. Siapapun yang selalu ingat akan amal kebajikan dalam sepanjang masa 
hidupnya didunia serta menunjukkan dharma bhaktinya dan selalu bersujud pada Dewata Hyang Maha 
Agung, merekalah yang kelak berhak akan mengenyam kebahagian abadi. Seorang pujangga kuno dari 
Pajajaran pernah menulis syair yang memuat suatu petunjuk tentang tempat kebahagiaan abadi sebagai 
berikut; 
Bukan dilembah dalam yang sunyi, 
Bukan dipuncak gunung yang tinggi, 
Bukan dimahligai batu pualam, 
Dan Bukan ditempat indah semayam, 
Jangan dicari digelap malam, 
Diangkasa yang berawan, 
Jangan pula cari dilautan, 
Ditengah gelombang nan bergulungan, 
Lama dinanti tak kunjung tiba 
Kan dikejar aral merintang, 
Bagai bayang tak terpegang, 
Och, Dewata Hyang Maha Kuasa, 
Hanya disisi Mu bahagia abadi adanya, 
Bimbinglah hamba menuju kesana. ….. 
Dengan demikian jelaslah bahwa kebahagiaan yang abadi tidak berada didunia yang ramai ini. 
Dan hanya dengan bimbingan Dewata Hyang Maha Agung kita dapat, menemukannya. — Cahayabuana 
melanjutkan wejangannya. 
Senapati Indra Sambada dengan chidmad mendengarkan wejangan2 Cahayabuana. Ia dapat 
meraba, bahwa ilmu petapa shakti darah Pajajaran ini adalah tinggi sekali hingga mendekati sempurna. 
Kiranya sukar untuk dicarikan bandingannya. Kini ia diam sejenak dengan tertunduk. Tak dapat ia 
mengejar lebih jauh akan wejang n wejangannya. 
Sesaat kemudian Ajengan Cahayahuana melanjutkan bicaranya. — Nakmas Gusti Junjunganku 
Senapati Indra! Aku percaya bahwa Gustiku dapat menangkap semua isi maksud wejanganku ini. Dan hanya inilah yang dapat kupersembahkan. —
— Duhai, Bapak Ajengan Cahayabuana. Semoga aku kelak pada saatnya dapat mengikuti jejak 
Bapak Ajengan Cahayabuana, walaupun hanya dengan bekalku yang sangat dangkal ini. —
— Dewata Hyang Maha Agung akan selalu menyertaimu — Ajengan Cahayabuana menjawab 
pelan sambil tersenyum puas. 
Baru saja dua orang shakti itu selesai berwawancara, tiba-tiba Indah Kumala Wardhani berlari-
lari mendatangi — Eyang — Aku terpaksa mengganggu Eyang! — Ia berkata tersengal-sengal. 
— Yaaa ….. ada apa cucuku manis?! —
— Akang Yoga digigit dan dibelit ular besar dan panjang sekali. Lekaslah Eyang, tolong akang 
Yoga Kumala, serunya. 
Tanpa menjawab seruan cucunya Indah Kumala Wardhani, Ajengan Cahayabuana cepat 
melangkah meninggalkan ruang semadhinya dengan diikuti oleh Indra Sambada menuju ketempat 
dimana Yoga Kumala berada. 
Kala itu waktu menjelang siang tengah hari. Namun demikian pancaran cahaya matahari masih 
saja nampak suram tidak bersinar.
*
**

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Mar'atus sholihah

  Cari Keripik pisang klik disini MAR'ATUS SHOLIHAH           الدنيا متاع وخيرمتاعهاالمرأةالصالحة (رواه مسلم) Dunia itu perhiasan,dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang baik budi pekertinya (HR.Muslim) PANDANGAN UMUM ·        Wanita adalah Tiangnya Negara,maka apabila wanita itu berperilaku baik maka Negara itu akan menjadi baik,begitu pula sebaliknya,apabila wanita itu berperilaku buruk maka Negara itu akan menjadi buruk ·        Wanita yang Sholihah/baik harus selalu konsisten mencari ilmu,karena dengan ilmu kita akan di hormati oleh masyarakat dan selamat di dunia dan akhirat,terlebih ilmu agama dan yang berhubungan dengan wanita ·        Wanita yang baik,wajib (Fardlu 'ain) mempunyai jiwa tauhid dan iman yang kuat supaya tidak gampang terpengaruh,ibarat bangunan,tauhid merupakan pandemen/pondasinya, maka apabila pondasinya kuat bangunan itu tidak akan mudah roboh ·        Wanita sholihah harus mempunyai Akhlak/budi pekrti yang baik,baik itu kepada orang tua,suami,g

Aan Merdeka Permana

Cari Keripik pisang klik disini Aan Merdeka Permana merupakan pemenang penghargaan Samsoedi pada tahun 2011 dari Yayasan Kabudayaan Rancage, untuk novel sejarahnya Sasakala Bojongsoang. Seorang jurnalis yang lahir di Bandung 1950, telah bekerja sebagai editor untuk Manglé, Sipatahunan, dan Galura. Selain menulis untuk keperluan jurnalistik beliau juga menulis cerpen dan puisi.  Buku-bukunanya yang pernah terbit kebanyakan bacaan anak dalam bahasa Sunda Kedok Tangkorék (1986), Jalma nu Ngarudag Cinta (1986), Andar-andar Stasion Banjar (1986), Muru Tanah Harepan (1987), Nyaba ka Leuweung Sancang (1990), Tanah Angar di Sebambam (1987), Paul di Pananjung, Paul di Batukaras (1996), Si Bedegong (1999), Silalatu Gunung Salak (6 épisode, 1999).

Mengenal Larry Tesler, pahlawan penemu fitur "copy-paste"

Larry Tesler, penemu konsep cut, copy, paste pada komputer meninggal dunia di usia 74 tahun pada Senin (17/2). Namun, penyebab kematian belum diungkap sampai hari ini. Tesler lahir di New York, Amerika Serikat pada 24 April 1945. Ia merupakan lulusan Ilmu Komputer Universitas Standford. Tahun 1973 Tesler bergabung dengan Pusat Penelitian Alto Xerox (PARC), di mana dia mengembangkan konsep cut-copy-paste. Konsep ini difungsikan untuk mengedit teks pada sistem operasi komputer seperti dilansir The Verge. Tujuh tahun kemudian, pendiri Apple Inc yakni Steve Jobs mengunjungi kantor PARC dan Tesler ditunjuk menjadi pemandu. Lihat juga:Fernando 'Corby' Corbato, Penemu Password Komputer Meninggal "Jobs sangat bersemangat dan mondar-mandir di sekitar ruangan. Saya ingat betul perkataan Jobs saat melihat produk besutan PARC, 'kamu sedang duduk di tambang emas, kenapa kami tidak melakukan sesuatu dengan teknologi ini? Kamu bisa mengubah dunia,'" kata Tesler sa