Langsung ke konten utama

PENDEKAR DARAH PAJAJARAN JILID 02 B A G I A N II


SUARA JERITAN tangis orang2 perempuan dan anak anak bercampur dengan suara para rampok yang
sedang merampok serta menjarah rayah harta yang ada di Kabanjaran. Para Punggawa Narapraja
dengan dibantu oleh sebagian para murid perguruan Baskara Mijil yang masih tinggaI di Kabanjaran
Kapanewon segera menerjang para rampok. Suasana menjadi semakin gaduh. Panewu Arjasuralaga dan
adiknya Lurah Tamtama Arjarempakapun turut pula mengamuk dengan klewangnya. Pertempuran seru
berkobar dalam beberapa kalangan.
Disusul kini awan hitam yang tebal bergulung - gulung naik diketinggian, dan nyala api yang
makin besar menjilat jilat membumbung tinggi diangkasa, hingga langit diatasnya menjadi merah
membara.
Tempat pesta keramaian, kini menjadi medan pertempuran Para tamu undangan yang memiliki
keberanian dan erat hubungannya dengan Panewu Arjasuralaga segera turut membantu membasmi
para rampok, sedangkan mereka yang merasa takut akan terlibat cialam pertempuran yang dahsyat
segera lari berlalu meninggalkan Banjararja.
Dikegelapan malam yang samar-samar, ditebing kali Cilosari, seorang bertubuh kurus dan telah
lanjut usianya dalam pakaian kebesaran sebagai Bupati Narapraja menghentikan langkah larinya sambil
menurunkan seorang anak tanggung yang mendekati dewasa dari pundaknya. Dengan serta merta
diliputi oleh rasa haru yang tak terhingga, ia merangkul dengan kedua tangannya erat2
keleher Sujud,
serta menciumi keningnya sambil bicara: -Anakku! ……Telah lama aku mencarimu ...juga Gusti Indra
kakakmu . . . berduka hati, mencari kau sampai dimana mana …… —
— Bapak !— Hanya kata2
itulah yang dapat keluar dari mulutnya Sujud, dan air matanya
meleleh, membasahi kedua pipinya. Dengan kata2
yang terputus-putus ia melanjutkan bicaranya : —Ibu 
….. bagaimana …… dan kangmas Indra ….. apakah tidak marah? Aku menyesal …..! —
Ternyata tamu yang berpakaian kebesaran sebagai Narapraja yang menyambar tubuh Sujud 
sewaktu dilemparkan oleh Tadah Waja tadi, memang Bupati Wirahadinata adanya. Ia adalah orang tua 
angkat dari Sujud yang mengasuhnya sejak Sujud berusia dua setengah tahun. Pun nama Sujud adalah 
pemberiannya, dengan harapan agar anak itu kelak memiliki budi luhur yang selalu bersujud kepada Dewata Yang Maha Agung. 
Ia menemukan anak itu, sewaktu ia lolos dari Kebanjaran Agung Indramayu karena seluruh 
bekas daerah Kerajaan Pajajaran terdesak oleh Majapahit, ditengah tengalt hutan dekat Sumedang 
dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Anak yang baru berumur dua setengalt tahun itu telanjang 
bulat dan merangkak - rangkak sendirian dengan tubuhnya yang kurus kering. Kemudian oleh Bupati 
Wirahadinata beserta istrinya anak itu diasuhnya, tak ubahnya seperti anak kandung sendiri dengan 
cinta kasih yang ikhlas.
Dan oleh Bupati Wirahadinata anak itu diberi nama SUJUD. 
Dalam pengembaraan, hingga Bupati Wirahadinata dengan istrinya menetap di Ngawi ditepi kali 
Bengawan dengan menyamar sebagai dukun dan mengganti namanya dengan Kyai Tunggul, Sujud selalu 
ada disampingnya. 
Kemudian atas jasa Kyai Tunggul atau Bupati Wirahadinata dalam turut serta membantu 
Senapati Indra Sambada menenteramkan suasana dibelakang Kerajaan Pajajaran, ia diangkat kembali 
sebagai Bupati Narapraja majapahit dan memerintah kembali daerahnya Kebanjaran Agung Indramayu 
(Baca SERI PLNDEKAR „MAJAPAHIT"). 
Dan mulai sejak itu atas permintaan Senapati Indra Sambada yang telah menganggap Sujud 
sebagai adik angkatnya Sujud diserahkan kepada Senopati Indra Sambada dan tinggal menetap di. 
Senapaten di Kota Raja. 
Telah tiga kali Senapati Indra Sambada pada waktu akhir2
ini mengunjungi Kebanjaran Agung 
Indramayu, dan menceriterakan hal ikhwal yang menyangkut diri Sujud. 
Untuk mencari jejak Sujud, para tamtama nara sandi Kerajaanpun dikerahkan pula.
Bupati Wirahadinata dalam usaha turut mencarinya, merasa hampir putus asa. Tidak diduga 
sama sekali, bahwa sewaktu ia datang memenuhi undangan perayaan perkawinan di Banjararja, dapat 
bertemu dengan anak angkatnya yang selalu dirindukan. 
Belum juga mereka berdua puas akan masing2 menuangkan rasa dendam rindunya, tiba2 Durga 
Saputra berkelebat mengejar sambil berseru. 
— Wirahadinata ! ! !. Pengemis gadungan ! ! ! Menyerahlah untuk kutebas lehermu, sebagai 
ganti lenganku sebelah ini ! ! ! Dengan golok panjang yang kedua belah sisinya bermata tajam, Durga 
Saputra langsung dengan gerakan jurus tusukan berangkai, ialah meloncat sambil menusuk kearah dada 
Wirahadinata dengan kedua kakinya terpentang lebar, merupakan kuda2
yang kokoh dan dilanjutkan 
dengan perobahan gerak tebangan dari kanan ke-kiri dan sebaliknya kearah lambung lawan, dengan 
menggeser kaki kebelakang kedepan hingga menjadi rapat, serta tumit kaki depannya diangkat sedikit. 
Menghadapi serangan yang demikian dahsyat dan secara tiba2
ini. Wirahadnata terkesiap sesaat 
sambil meloncat surut kebelakang satu langkah dan jatuh berjumpalitan kesamping kiri unruk 
menghindar dari serangan rangkaiannya. Secepat kilat ia bangkit kembali dengan pedang terhunus 
ditangan kanannya, sed, nzkan tatigan kirinya min-dorong Sujud kesamping belakang. 
— Bangsat bedebah ! !. Kaulah Durga Saputra perampok di indramayu dulu ? ! ! ! Dengan 
tanganmu yang hanya tinggal sebelah itu kau juga belum insyaf akan kesesatanmu ! ! !. Sebaiknya 
kutebas sekalian, tanganmu yang tinggal sebelah itu !!!. Berkata demikian, Wirahadinata maju 
menyerang dengan pedangnya dalam gerakan jurusnya tebangan dari balik perisai. 
Pedangnya berputaran cepat, hingga sinar putih yang bergulung - gulung merupakan lingkaran 
bentuk payung, laksana perisai baja, dan disusul dengan satu loncatan sambil merobah gerakan putaran 
pedang menjadi serangan bacokan dari atas kebawah serta dilanjutkan dalam gaya tebangan dari kiri 
kekanan menyapu paha lawan. Benar2 merupakan serangan pedang yang sukar untuk di Wirahadinata terkesiap sesaat sambil meloncat surut kebelakang 
satu langkah dan jatuh berjumpalitan kesamping kiri untuk 
menghindar dari serangan rangkaian.
duga arah sasarannya. Dan ini adalah suatu jurus dari gerakan pedang tamtama asli. Akan tetapi Durga 
Saputra bukan anak kecil yang baru saja belajar ilmu kanura-gan. Ia meloncat kesamping kiri dua tindak 
sambil mengangsurkan tangan kirinya yang memegang golok panjang guna menangkis datangnya 
susulan tebangan yang mendatang. 
 Dengan badannya merendah mengikuti gerakan kakinya yang telah ditekukkan. Dengan 
demikian ia menjadi setengah berjongkok, dan terhindarlah dari serangan2
yang dahsyat itu. 
Kiranya Durga Saputra memang masih setingkat berada dibawah Wirahadinata dalam ilmu tata bela diri, hingga sebentar kemudian ia menjadi sibuk berloncatan menghindari serangan yang bertubi 
tubi dari Wirahadinata. Sebenarnya ia sendiri sebelumnya telah merasa jeri untuk menghadapi 
Wirahadinata yang terkenal sakti itu, akan tetapi karena dibelakangnya diikuti oleh Tadah Waja, ia 
memaksakan dirinya untuk mengejar lawan. Dengan mengandalkan Tadah Waja yang sakti serta 
kawan2nya yang banyak jumlahnya, maksud untuk membalas dendam tentu akan berhasil - pikirnya, 
Sewaktu Durga Saputra dalam keadaan sangat terdesak serta terancam jiwanya, tiba2 bayangan 
berkelebat menghadang didepan Wirahadinata. 
Tadah Waja dengan tongkat besinya telah melintang memapaki tebangan klewang. Dua senjata 
beradu, hingga mengeluarkan percikan api. Kedua-duanya masing-masing meloncat surut kebelakang 
hingga tiga langkah sambil berseru terkejut : ……..Heehhh .—
Ternyata telapak tangan masing2 dirasakan pedih, hingga hampir2 mereka saling melepaskan 
senjatanya. Belum juga mereka sempat saling menyerang Singayudha telah meloncat menerjang Tadah 
Waja dengan serangan tendangan berangkai. Angin sambaran tendangan yang berdesingan membuat 
terkesiapnya lawan. 
Dengan tangkas Tadah waja berpusingan surut ke-samping sambil mengayunkan tongkat 
besinya dengan tangan kanan, sedangkan jari-jari tangan kirinya mengembang tegang dalam gerak 
cengkeram pergelangan, siap untuk mencengkeram kaki lawan dengan kaki2nya yang beracun. 
Sementara itu Wirahadinata yang telah siap akan menyerang Tadah Waja terpaksa 
menggagalkan gerakannya, karena melihat Sujud berjumpalitan menghindari serangan Durga Saputra 
yang nampaknya kelihatan telah mulai kalap. Namun belum juga ia dapat melangkah untuk membantu 
anaknya, empat orang anak buah Tadah Waja telah mengurung dan menyerangnya dengan senjatanya 
masing2
. Kini pertempuran menjadi tiga, empat kalangan dan berlangsung dengan sengitnya. 
Sujud bertangan kosong melawan Durga Saputra yang bersenjatakan golok panjang. Sedangkan 
Wirahadinata dengan pedangnya menghadapi empat orang anak buahnya Tadah Waja yang 
bersenjatakan dua klewang, satu golok dan satu kampak. 
Sedangkan Tadah Waja sendiri dengan tongkat besinya melawan Singayudha dan Braja 
Semandang bersenjatakan klewang keluanya. 
Masih ada juga satu kalangan lagi yang sedang bertempur dengan sengitnya, antara lima orang 
murid Baskara Mijil melawan delapan orang anak buah Tadah Waja dengan bersenjatakan klewang dan 
ber-macam2
senjata tajam lainnya. 
Sedangkan Talang Pati hanya menonton, berdiri dibalik pohon dekat tempat pertempuran 
dimana Sujud sedang sibuk menghindari serangan golok panjangnya Durga Saputra yang bertubi-tubi 
tanpa mengenal belas kasihan dengan langkah gerakanuja "WURU SAKTI" 
Dengan langkah2nya yang aneh dan kelihatan sangat lambat, Sujut terhuyung-huyung kedepan 
seakan-akan jatuh terjengkang, untuk kemudian melompat kesamping sambil menjulurkan tangan 
kanannya yang jari nya telah ditegangkan kearah tubuh lawan yang sedang gencar melancarkan 
serangan dengan golok panjangnya. Dengan demikian, disamping ia terhindar dari bacokan dan sabetan 
golok panjang, Durga Saputrapun terpaksa membatalkan serangan rangkaiannya untuk melindungi 
tubuhnya dari totokan jari-jari Sujud yang sukar diduga arah datangnya.
Kadang2
Sujud mengelak babatan golok panjang lawan yang semakin buas itu hanya dengan 
menjatuhkan diri bergulingan ditanah untuk kemudian duduk berjongkok menunggu datangnya 
serangan susulan. Akan tetapi semua serangan Durga Saputra yang ganas dan bertubi-tubi itu ternyata 
selalu jatuh ditempat yang kosong belaka. 
Berulang kali Wirahadinata sambil masih bertempur, berseru cemas demi melihat gerakan Sujud yang dalam penglihatannya hampir2 menjadi korban keganasan itu. Setiap gerakan untuk berusaha 
mendekati anaknya selalu di rintangi oleh para pengeroyoknya dengan serangan2
serentak yang bertubi-
tubi. Akan tetapi Wirahadinata adalah Kyai Tunggul yang memiliki kesaktian serta pengalaman yang luas. 
Dengan mudahnya ia dapat menghindari semua serangan dari para pengeroyoknya. Medan 
pertempurannya dikuasai kembali. 
Sekali pedang tamtamanya berkelebat, para pengeroyok segera sibuk menghindar sambil 
berlompatan menjauhkan diri dari serangan2
susulan yang tak dapat diduga sebelumnya. Semula 
Wirahadinata sama sekali tidak bermaksud kejam kepada para pengeroyoknya, dan setiap kesempatan 
yang terluang hanya dipergunakan untuk memperhatikan anaknya Sujud yang sedang menghadapi 
serangan2 maut dari Durga Saputra. Akan tetapi rasa cemasnya kini semakin bertambah, setelah melihat 
cara Sujud menghindari serangan tusukan maut hanya dengan berjongkok serta ketawa terkekeh2
. Ia 
mengira bahwa anaknya karena rasa takutnya menghadapi lawan yang tangguh, hingga tergoncang 
syarafnya dan menjadi gila. 
Tanpa mengenal belas kasihan lagi, Wirahadinata tiba2 melancarkan serangan dengan jurus 
shakti simpanannya yang olehnya sendiri dinamakan "sabetan pelebur baja". Ditengah2 para 
pengeroyoknya, Wirahadinata berdiri tegak dengan sepasang matanya terbuka lebar dengan pandangan 
liar. Wajahnya berubah merah, tubuhnya gemetar. Mulutnya berkali-kali terbuka dan terkatub kembali 
tanpa mengeluarkan suara. Hembusan nafasnya mengandung daya sakti yang telah ter-pusat. 
Tangan kanannya yang menggenggam pedang tamtamanya diangkat setinggi pundaknya, dan 
tangan kirinya bergerak perlahan dengan jari2nya terbuka seperti cakar harimau yang siap menerkam 
mangsanya …… 
Seruan tinggi melengking terdengar ….. dan tiba2 ….. ia meloncat menerjang dua orang 
pengeroyoknya yang berada didepannya dengan kedua tangannya bergerak semua, dalam bentuk 
gerakan yang bertentangan. 
Tangan kirinya menyengkeram kedepan dari atas kebawah serong kanan, sedangkan tangan 
kanannya yang menggenggam pedang membuat gerakan sabetan dari kanan ke-kiri serong kebawah …... 
Suatu jurus dalam satu gerakan yang berlawanan dengan disertai daya kesaktiannya ….. 
Tak ajal lagi …… jeritan ngeri dua kali susul-menyusul segera terdengar, dengan diiringi 
robohnya dua tubuh manusia yang bermandikan darah. Seorang telah putus lehernya. dengan kepala 
terpisah dari gembungnya. sedang seorang lagi lambungnya terbabat sampai dipusat perutnya ….. Dan 
dengan pedang yang masih berlepotan darah, Wirahadinata berpusingan menyambut datangnya 
serangan dari dua orang pengeroyoknya yang berada dibebelakangnya. Demi melihat dua orang 
temannya roboh tak bernyawa lagi, dua orang pengerojok yang sedang menyerang segera menarik 
kembali gerakannya, serta serentak meloncat surut kebelakang dua langkah, dan kemudian lari 
dikegelapan, tunggang langgang. 
Cepat seperti kilat Wirahadinata melompat kesamping untuk membantu anaknya, akan tetapi ia 
segera berdiri terpaku penuh rasa heran sesaat, sewaktu melihat Durga Saputra jatuh roboh tak berdaya 
tanpa terluka dengan golok panjangnya terlempar jauh, Namun rasa cemas bercampur dendam masih 
juga meliputi dirinya ….. Kuatir akan bangkitnya kembali Durga Saputra yang mengganggu anaknya. 
Pedang tamtamanya berkelebat lagi ….. dan ,,,,, crattt . . 
Kepala Durga Saputra terbelah kena bacokan pedang tamtama Wirahadinata, tanpa 
mengeluarkan suara sedikitpun. Darah segar bercampur otaknya muncrat, hingga membuat bajunya 
sendiri berlepotan darah. Sujud meloncat merangkul leher Wirahadinata sambil berseru. — Bapak. —
Ia ingin mencegah kekejaman ayah angkatnya, akan tetapi …. gerakannya telah terlambat ….. Bersamaan dengan robohnya Durga Saputra, Singayudha yang dibantu Braja Semandang yang 
sedang bertempur meIawan Tadah Waja, tiba-tiba meloncat dua langkah sambil berseru — Semandang! 
Biarkan aku sendiri yang melayani kepala rampok ini! Lekas lari ke Kebanjaran, untuk membantu 
adi2mu!—
Sadarlah ia kini, bahwa larinya mengejar Tadah Waja berarti terkail oleh tipu muslihatnya. Ia 
melihat adanya awan hitam yang tebal bergulung-gulung membumbung tinggi yang disusul dengan 
nyala api besar menjilat jilat naik diangkasa diarah atas Kebanjaran Kapanewon. 
Untuk lari menolong orang tua menantunya, baginya tak mungkin, karena ia sedang 
menghadapi musuh yang sakti dan ganas. Satu-satunya jalan baginya ialah memerintahkan pamong 
muridnya kembali ke Kebanjaran Kapanewon agar dapat membantu Panewu Arjasuralaga. 
— Keparat Tadah Waja! Sambutlah klewangku! — Bentak Smgayudha samhil menerjang maju 
dengan klewang ditangan kanan. Gerakannya tangkas dan cepat, seperti kilat. Klewang ditangannya 
berkelebatan laksana gulungan sinar putih yang menyambar - nyambar, dalam gerakan tusukan, 
babatan, dan tangkisan susul-menyusul dengan perobahan - perobahan yang sukar dilihat dengan mata. 
Angin sambaran, sabetan klewangnya mengeluarkan suara berdesingan, hingga membuat daun-
daun pepohonan yang berada didekatnya jatuh beterbaran. Namun lawannya adalah Tadah Waja, 
kepala rampok sakti yang berpengalaman luas. Tongkat besi ditangannya berputaran menyerupai 
lingkaran baja, dengan mengeluarkan angin sambaran laksana badai yang tak kalah hebatnya. 
Tangan kirinya dengan jari-jarinya terbuka dan ditegangkan bergerak - gerak menyambar kearah 
lawan seperti cakar garuda. 
Kedua-duanya, masing-masing saling mengerahkan tenaga saktinya. Dua senjata yang dahsjat 
beradu ….. dan percikan api nampak berpijar …… Kedua-duanya berseru terkejut sambil terhuyung-
huyung kebelakang dua langkah dengan masing-masing hampir jatuh terlentang. 
Wirahadinata melompat hendak membantu Singayudha yang sedang terhuyung - huyung dan 
hampir jatuh itu, tetapi ….. tiba-ttba lebih dari sepuluh orang anak buah Tadah Waja muncul 
berloncatan dari segenap penjuru disekitarnya dan langsung menyerangnya. 
Sementara itu pertempuran-pertempuran dilain kalangan masih berlangsung dengan serunya. 
Suara beradunya senjata terdengar gemerincing dengan diiringi jeritan - jeritan ngeri susul menyusul, 
dari orang-orang yang terkena senjata roboh bergelimpangan. Darahpun berceceran dimana mana. 
Demi melihat ayah angkamja dikurung oleh sepuluh orang lebih yang bersenjatakan klewang, 
tombak, kampak, golok dan sebagainya, Sujud melompat memasuki kalangan dengan gerakan 
‘Wurushaktinya yang ajaib. Jari-jari tangannya tegang terbuka dan menyambar - nyambar dengan 
langkah2nya yang aneh serta membingungkan lawannya. Dalam waktu yang singkat tiga empat orang 
lawannya telah roboh terguling ditanah tanpa berdaya, terkena serangan totokan jari-jarinya. Senjata 
senjata mereka terpental berterbangan lepas dari genggaman, untuk kemudian jatuh ditanah. 
Wirahadinatapun tak mau memberikan ketika pada lawannya. Tiap kali pedang tamtamanya 
berkelebat tentu ada seorang lawan yang roboh mandi darah. Sambil bertempur gerakan anak 
angkatnya tak lepas pula dari perhatiannya. Tahulah kini ia, bahwa anak angkatnya telah memiliki pula 
ilmu kanuragan yang tak dapat dikatakan rendah, sebagaimana ia semula menduga sebelumnya. Akan 
tetapi, dari manakah ia mendapatkan kepandaian yang aneh itu? Tak mungkin kakak angkatnya Gusti 
Senapati Indra Sambada mengajarnya demikian ….. Gerakannya menyerupai seorang yang sedang 
mabok minuman keras, dan masih pula diiringi dengan suara tawa yang terkekeh seperti orang setengah 
gila. Akan tetapi suasana waktu itu tidak memungkinkan ia bertanya pada anaknya. 
Sedang ia mengagumi anaknya, dengan masih sibuk bertempur, tiba-tiba mendengar suara seruan lantang dari Tadah Waja yang ditujukan padanya. 
— Hai ….. dukun palsu! Jangan kau berlaku sebagai pengecut, merobohkan anak buahku 
dengan semena - mena! Tunggulah pembalasan serangan tongkat bajaku! —
Berseru demikian Tadah Waja sambil melancarkan serangan dahsyat dengan tongkat besinya 
kearah tubuh Singayudha. Pukulan dau sabetan tongkat besi menyambar kearah kepala dan pinggang 
Singayudha dengan perobahan gerakan yang amat cepat, hingga mengeluarkan angin samberan yang 
berdesing desing. Serangan yang dahsyat itu masih pula disusul dengan cengkeraman kuku jari2nya, 
hingga Singayudha menjadi sibuk karenanya. Klewangnya menari nari ditangan kanannya mengikuti 
gerakan tongkat besi lawan dengan tak kalah cepatnya. 
Sewaktu Tadah Waja berteriak, pemusatan perhatiannya menjadi berkurang, dan inilah 
merupakan kesempatan bagus yang tepat bagi lawannya. Tanpa membaang kesempatan yang demikian 
baiknya Singayudha dengan klewang ditangan kanan meloncat kedepan selangkah dalam gerakan gaya 
tusukan, yang disusul dengan serangan tendangan berangkai kearah larnbung lawan. Seruan tertahan 
terdengar nyaring, disusul loncatan kesamping sambil berjumpalitan menghindari serangan balasan. 
Akan tetapi bukannya Tadah Waja yang jatuh berjumpalitan melainkan Singayudha sendiri. Ternyata 
nama Tadah Waja bukan kosong belaka. Ia sengaja menipu lawan, dengan seakan2
tak memperhatikan 
serangan lawan. 
Akan tetapi justru sepenuh perhatiannya tepusat pada gerakan lawan yang sedang dihadap . 
Tusukan klewang Singayudha yang hampir menembus dadanya dihindari dengan menggeser kaki 
depannya selangkah serong kebelakang sambil memiringkan tubuhnya mengikuti gerakan kaki. Tongkat 
besi ditangan kanan memapaki datangnya serangan dengan gerakan sodokan, sedang tangan kirinya 
memukul dengan telapak tangannya kearah kaki lawan yang sedang melontarkan tendangan berangkai. 
Inilah jurus tipuan mematahkan langkah. Kecepatan Singayudha membuang dirinya kesamping dan 
berjumpalitan, ternyata dapat menggagalkan rangkaian serangan balasan dari Tadah Waja. Dengan 
menahan rasa sakit ditulang kakinya, Singayudha cepat berdiri lagi menyambut serangan susulan lawan 
yang bertubi-tubi dan berbahaja. Perobahan gerakan tongkat besi Tadah Waja cepat laksana kilat yang 
menyambar-nyambar tubuhnya, namun ketangkasan Singayudha masih juga dapat mengimbangi 
gerakan lawan. la berloncatan menyelinap dibalik sinar tongkat besi yang bergulung-gulung 
menyelubungi tubuhnya, klewang ditangan kanannya masih perlu mengikuti menari-nari dengan 
tusukan dan sabetan yang cukup membuat bulu tengkuk lawan berdiri. Akan tetapi semakin lama, 
gerakan Singayudha semakin lambat. Rasa sakit ditulang kakinya mengganggu ketangkasan gerakannya. 
Perobahan gerakan lawan ini tak lepas dari perhatian Tadah Waja. 
— Haa hahaaaaaaa ...... !!!! Kiranya Singa barangan masih juga dapat menari diatas tiga kakinya 
!!!. Tadah Waja berseru mengejek sambil menyerang mendesak Singayudha. Sebagai guru ilmu 
kanuragan dan pendiri perguruan Baskara Mijil yang luas pengaruhnya, tak mungkin Singayudha mau 
menyerah secara demikian. Apalagi lawannya adalah seorang perampok ……. 
Dalam keadaan terdesak, Singayudha mengerahkan seluruh tenaganya, untuk melesat tinggi 
kesamping sejauh empat langkah dan cepat memperbaiki kedudukannya. Ia berdiri tegak diatas 
kuda2nya yang ringan. Kaki kanan berdiri sedikit roboh kedepan dengan tumit terangkat, sedangkan kaki 
kirinya berada setengah langkah didepan kaki kanan dengan lututnya ditekuk sedikit, membentuk kuda2
ringan. Tangan kirinya terbuka, dengan lengan terangkat keatas sejajar pundaknya, Siku2nya ditekukkan 
hingga ibu jari tangannya berada disamping telinga kirinya. 
Tubuhnya dimiringkan sedikit dengan dada membusung mengikuti gerakan kakinya. Ujung mata klewang ditangan kanan, lurus menunjuk kearah dada lawan yang berada dihadapannya, dengan 
pergelangan telapak tangan berada diatas. Suatu gerakan bersenjatakan klewang yang gagah dan indah 
dalam pandangan. 
Sewaktu Tadah Waja menerjang kuda kudanya dengan sabetan tongkat besinya, kaki 
Singayudha digeser dan merobah menjadi sebuah tendangan, yang disusul dengan tusukan klewangnya 
untuk kemudian dirobah menjadi bacokan kilat dari atas kebawah. 
Perobahan itu merupakan satu rangkaian gerakan yang amat cepat dalam bentuk jurus 
sambutan serangan berangkai. Sambil berseru nyaring Tadah Nkaja terkesiap, melompat tinggi 
berpusingan, dan membuang diri kearah samping kanan. 
Namun masih juga tangan dan kaki kirinya tergores oleh ujung klewang Singayudha, sejengkal 
panjangnya. Darah merah segar mengucur dari luka dipahanya.
Sambutan serangan Singayudha ternyata memerlukan pengerahan tenaga keseluruhannya, 
hingga kaki kirinya yang terluka kini dirasakan bertambah sakit, dan ia tak dapat lagi menggerakkan 
kakinya dengan leluasa. Akan tetapi, melihat hasil serangannya dapat melukai lengan serta pahanya 
Tadah Waja, semangat tempurnya bangkit kembali. Dengan sebelah kakinya yang pincang ia 
melanjutkan serangannya kearah lawan dengan klewangnya bertubi-tubi. Cepat Tadah Waja 
membalikkan badannya, menyambut datangnya serangan, dengan tanpa menghiraukan, luka 
dilengannya. 
Tongkat besinya berputaran, membentuk perisai baja, sedangkan kakinya bergerak silih berganti 
melancarkan tendangan-tendangan yang dahsyat. 
Kembali kini Singayudha dalam keadaan yang terdesak. Hampir hampir pinggangnya patah 
terkena sabetan tongkat besi yang menyambar-nyambar dengan ganasnya, sewaktu ia terhujung2
kebelakang menghindari tendangan lawan. Untung, bahwa ia masih sempat menjatuhkan diri untuk 
berjumpalitan ditanah menghindari serangan lawan yang semakin ganas. 
Tetapi serangan Tadah Waja bukan hanya berhenti sampai sekian saja. Sewaktu Singayudha 
berjumpalitan menghindari serangannya, ia melompat mendahului gerakan Singayudha yang sedang 
akan bangkit untuk duduk berjongkok. Kaki kirinya berdiri lurus, sedangkan kaki kanannya dengan lutut 
ditekukkan terangkat keatas setinggi pangkal pahanya. Tongkat besi ditangan kanan diangkat tinggi2
siap untuk mengemplang kepala Singayudha. Dan tangan kirinya dengan jari2nya yang tegang 
mengembang siap untuk menerkam leher lawan. Tangan kanannya diayun …. tangan kirinya bergerak 
menuju sasaran ……dan Singayudha memejamkan matanya menyamhut datangnya maut ……. 
ddaaaarrrr !!!!
— Suara beradunya dua benda keras terdengar … . dan Tadah Waja terpelanting kebelakang, 
untuk kemudian berjumpalitpn menjauhkan diri. Tongkat besi yang diayunkan oleh Tadah Waja sewaktu 
hampir jatuh di batok kepala Singayudha, tiba2 beradu dengan sebuah lengan berperisai besi baja. 
Perisai baja itu besarnya hanya setapak tangan dan panjangnya dari siku2 hingga pergelangan tangan. 
Dengan perisainya itu mendapat gelar "Sitangan besi". Namun orang itu turut pula terhuyung huyung 
hingga tiga langkah kebelakang. Dapat dibayangkan bagaimana hebatnya pengerahan tenaga masing2
yang dilontarkan. 
— Haa ….. haaaaaa ….. Ternyata banyak kemajuanmu selama tujuh tahun ! !. Orang bertangan 
besi berseru nyaring. 
Ia memiliki tubuh tinggi besar dengan urat2nya melingkar lingkar dikedua belah tangannya. 
Dadanya yang telanjang tanpa baju nampak bidang dan berbulu lebat. Masih pula dihias dengan 
gambaran seekor ular sanca yang sedang membelit badannya. Gambar itu dilukisnya dengan tusukan2 ujung golok yang runcing dan tajam dan kemudian diberi warna, sehingga tak mungkin dapat dihapus. Ia 
hanya mengenakan celana hitam berseret merah sampai dibawah lututnya. 
Dipinggang kirinya tergantung sebilah golok panjang. Rambutnya sudah dua warna, akan tetapi 
tebal dan panjang diikat diatas kepala menyerupai gelung dengan pita hitarn. Mukanya bercambang 
bauk dan terdapat banyak goresan bekas luka2
terkena senjata tajam. Dialah yang terkenal dengan nama 
mBah Duwung "sitangan besi" dari Rongkop, gurunya Talang Pati. 
— Duwung bangkotan ! ! ! Apa maksudmu kau turut campur urusankn ? ! Bukankah janji kita 
masih tiga tahun lagi ? ? ! ! ! Tadah Waja menyahut dengan suara bentakan dan dengan sinar 
pandangan liar sambil berjongkok dengan tongkat besinya yang disilangkan didepan dada. 
— Maaffkan aku, jika tindakanku mengganggu urusanmu ! ! ! Akan tetapi justru mengingat janji 
kita tinggal tiga tahun lagi itu, maka sengaja aku memperingatkan dirimu !!!. Jika kau terlalu banyak 
mempunyai musuh, tentu tak akan mungkin kau dapat memenuhi janjimu lagi. Dan janganlah 
hendaknya, pertemuan kita tertunda lagi dengan alasan2mu yang kau buat2
!!! Nah selamat tinggal, 
sampar ketemu lagi tiga tahun yang akan datang. Dadung Ngawuk pun telah menantimu pula dengan 
jemu !!!!.
Talang Pati! Mari kita pergi! Tak perlu kita campur tangan urusan orang lain! Belum juga 
kata2nya berachir, ia telah melesat bagaikan bayangan dikegelapan malam, yang disusul dengan 
melesatnya Talang Pati muridnya, sambil berseru memanggil: —Mbah Duwung! — Sementara itu 
Singayudha telah bangkit pula berdiri, sedangkan Tadah Waja masih menggumam sendirian. 
Pada tujuh tahun yang lalu, tiga orang shakti, Mbah Duwung, Dadung Ngawuk dan Tadah Waja 
pernah saling berternpur segitiga sampai dua dua malam lamanya, dengan berakhir tidak ada yang kalah 
ataupun yang menang. Waktu itu pertempuran berlangsung dilereng gunung Slamet. Ketiga tiganya 
roboh tak berdaya karena kehabisan tenaga, dan atas mufakat bersama mereka akan melanjutkan 
pertempurannya pada tiga tahun lagi. Akan tetapi, ternyata Tadah Waja setelah tiga tahun berlalu, 
minta agar pertempuran segitiga itu ditunda lima tahun lamanya. Dan atas mufakat mereka bertiga 
waktunya ditangguhkan menjadi tujuh tahun. Dalam tujuh tahun itu mereka masing2 akan meyakinkan 
ilmunya sendiri2 untuk bekal dalam pertempuran yang akan datang. Mbah Duwung dengan tangan 
besinya dan golok panjangnya, Tadah Waja dengan kuku2nya yang beracun dengan tongkat besinya, 
sedangkan Dadung Ngawuk dengan totokan jari2nya dan cambuk ularnya. Tempat bertanding mengadu 
yang hanya kurang tiga tahun itupun telah ditentukan digunung Botak, sebelah utara hutan Blora. Per-
tempuran mengadu jiwa dalam segitiga, karena masing2
saling mempertahankan kebenarannya. 
Masing2 saling tuduh-menuduh pernah membunuh anggauta keluarganya. Urusan yang menurut 
mereka tak dapat diselesaikan dengan kata-kata ……
Sedang Tadah Waja akan menerjang kembali kearah Singayudha yang tengah berdiri terpincang2
mendadak terdengar suara ringkikan dan derap kaki kuda, yang riuh mendatang dan langsung 
mengurung tempat pertempuran yang masih saja berlangsung dengan sengitnya.
Seorang kepala pasukan yang tak lain adalah Lurah Tamtama Jaka Rimang berseru memerintah: 
— Kurung rapat dan tangkap semua perampok! —
— Kakang Rimang! Sujud meloncat diatas kepala pengeroyoknya sambil berseru dan 
menyambut datangnya Jaka Rimang yang memimpin pasukan 500 orang berkuda. Melihat gelagat yang 
tak menguntungkan itu, Tadah Waja melesat bagaikan bayangan lari dikegelapan malam meninggalkan 
gelanggang pertempuran. Kiranya peringatan Mbah Duwung tadi sangat beralasan. Para rampok yang 
tak dapat melarikan diri, segera membuang senjata dan menyerah, setelah melihat tamtama berkuda 
demikian banyaknya dan telah mengurungnya rapat2 — Adi Sujud! - Lurah Tamtama Jaka Rimang meloncat turun dari kudanya dan langsung 
mendekap pinggang Sujud, sambil bertanya: —Kau tidak terluka?? 
— Tidak. Untung kakang Rimang segera datang dengan pasukan tamtama ……. Dimana kakang 
Wulung? — Dan apakah kamas Indra juga berada disini? 
— Sudahlah lekas naik kudaku, nanti kita bicarakan panjang lebar. —
Jaka Rimang mengangkat tubuh Sujud dan dinaikkan diatas pelana, sedang ia sendiri melompat 
duduk dibelakangnya. 
— Nanti dulu, kakang Rimang!, Bapak ada disini! Itu dia. —
Berkata dernikian Sujud menunjuk Wirahadinata yang sedang berjalan mendatang, dan Jaka 
Rimang melompat turun kembali menyambut kedatangannya, dengan membungkukkan badannya. 
— Maafkan Gusti. Kedatangan kami disini memang diperintahkan oleh Gustiku Senapati Indra 
Sambada untuk mencari dan menjemput Gusti Wirahadinata. Dan kini Gustiku Senapati Indra menunggu 
di Kebanjaran Agung Indramayu. Sama sekali kami tak mengira bahwa Gustiku berada disini pula. —
— Kebetulan sekali, kau cepat2 datang. Jika tidak, apa yang akan terjadi? Wirahadinata 
menjawab. 
— Mendapat restu Gustiku! - Jaka Rimang merendahkan dirinya — Silahkan Gustiku menaiki 
kuda ini saja. — Berkata demikian Jaka Rimang menepuk kuda disebelahnya. Segera penunggang kuda 
itu turun dan menyerahkan pada Bupati Wirahadinata. Sekejap kemudian Wirahadinata telah duduk 
diatas pelana kuda berjajar dengan kudanya Jaka Rimang.
— Harap Gustiku sabar sebentar, menunggu kakang Jaka Wulung dan Panewu Arjasuralaga yang 
sedang mengejar rampok2
yang lari itu. —
— Bukankah sebaiknya kita rnenyusul kakang Wulung dan membantunya? —
Sujud memotong pembicaraan dengan tak sabar. 
— Ach …… jangan! Tadi kakang Wulung telah berpesan supaya aku menunggu disini, dan 
mengatur pasukan yang ditinggalkan ini. — Jawab Jaka Rimang. 
Sementara itu dengan tangkas para tarntama telah membelenggu para anak buah Tadah Waja 
yang menyerah. Tak lama kemudian tampak tiga orang berkuda didalam kegelapan malam yang remang 
- remang itu, mendatang dengan pesatnya. Derap kaki kuda yang riuh terdengar semakin jelas. Mereka 
adalah Lurah Tamtama Jaka Wulung, Lurah Tamtama Arjarempaka dan Panewu Arjasuralaga dengan 
duapuluh orang tamtama berkuda dibelakangnya. Pasukan tamtarna yang ditempat itu segera menyisih 
untuk memberi jalan bagi para pendatang. 
— Kakang Wulung. — Sujud berseru demi melihat Jaka Wulung datang. (Penjelasan — Jaka 
Wulung dan Jaka Rirnang adalah saudara sekandung murid Kyai Pandan Gede dan Kyai Wiku Sepuh 
dilereng Gunung Sumbing, yang kemudian menjadi sepasang pembantu pribadi Senapati Indra Sarnbada 
dengan pangkat Lurah Tamtama. Baca Seri "Pendekar Majapahit" ). 
Tiba2 dalarn jarak kira2 duapuluh langkah sebelum sarnpai ditempat Sujud, mereka masing2
dengan serentak menarik tali pengekang lis kudanya, hingga kuda mereka masing2
tersentak berdiri 
dengan me-ringkik2 nyaring. Panewu Arjasuralaga dengan tangkasnya melompat turun dari kudanya 
dengan diikuti oleh dua orang lainnya dan berjongkok mendekati seorang yang sedang terkulai ditanah 
dengan me-rintih2
. Tubuh Singayudha yang tinggi besar itu segera di pondong diatas pundaknya, untuk 
kemudian dibawa dimana Jaka Rimang menunggu. 
Wirahadinata, Jaka Rimang dan Sujud juga segera melompat turun kembali dan menyambut 
kedatangan mereka. Setelah Singayudha diperiksa dengan teliti oleh Wirahadinata, ternyata luka dikaki 
kirinya mengandung racun, karena kena goresan kuku Tadah Waja. 
Akan tetapi Wirahadinata adalah Kyai Tunggul dukun shakti yang telah tak asing lagi namanya. 
Dengan dibantu oleh Sujud anaknya, Wirahadinata segera mengobati luka Singayudha hingga ia siuman 
kembali. Luka yang telah mulai menghitam dikoreknya dengan pisau tajam, dan saluran darahnya diurut 
hingga darah hitam yang mengandung racun keluar mengucur dari lukanya. Tiupan shakti kearah mulut 
Singayudha dihembuskan pelan2
sementara Sujud menaburkan bedak obat pemunah racun yang selalu 
dibekal oleh Wirahadinata. 
Panas suhu badan Singayudha berangsur angsur turun dan menjadi wajar Singayudha segera 
bangkit duduk bersila untuk mengatur dan mengerahkan hawa murninya sendiri dengan mengatur 
pernafasannya. 
— Terima kasih, Gusti! Budi luhur Gustiku Wirahadinata tak akan saya lupakan! Semoga Dewata 
Yang Maha Agung membebaskan budi Gustiku ! — Singayudha berkata penuh hormat, setelah merasa 
ringan sakitnya. 
— Ach,.. tak perlu Kyai Singayudha menyanjung demikian berlebih2an. Bahwa luka Kyai 
Singayuda tak begitu berat, sayapun turut pula bersyukur pada Dewata Yang Maha Agung. Dengan 
demikian Kyai dapat membimbing perguruan Baskara Mijil. —
Tujuh orang segera berkenalan dan bercakap dengan akrabnya sambil duduk diatas rumput. 
Gara2 adi Sujud inilah, semua tamtarna Kerajaan menjadi kalang kabut dan disebar kesegala 
penjuru — Jaka Wulung berkata ketawa riang dengan menepuk2 bahu Sujud. 
Memang sejak Sujud meninggalkan Gedung Senapaten. sebagian tamtama Kerajaan oleh 
Senapati Indra Sambada diperintahkan untuk mencarinya. Bukan hanya tamtama pasukan saja, akan 
tetapi tamtama nara sandi Kerajaan turut pula dikerahkan. Setelah satu setengah tahun lamanya para 
taintama tak berhasiI menemukan Sujud, Senapati Indra Sambada sendiri berkenan membawa pasukan 
pergi ke Indramayu untuk yang keempat kalinya. Akan tetapi setibanya di Indramayu, ternyata Bupati 
Wirahadinata sedang berkunjung ke Banjararja untuk memenuhi undangan Panewu Arjasuralaga. Maka 
oleh Senapati Indra Sambada, Jaka Wulung dan Jaka Rimang diperintahkan untuk menjemputnya, 
karena ada hal2
yang sangat penting untuk di bicarakan. Sedangkan Indra Sambada sendiri menunggu di 
Kebanjaran Agung Indramayu. Tak diduganya bahwa Kebanjaran Banjararja dikacaukan oleh para 
perampok dibawah pimpinan sakti Tadah Waja, hingga Jaka Wulung dan Jaka Rimang terpaksa turun 
tangan membantu Panewu Arjasuralaga menumpas para perampok. Hanya sayang bahwa Tadah Waja 
dapat meloloskan diri dari pengepungan. Namun rasa kecewa dan lelahnya Jaka Wulung dan Jaka 
Rimang lenyap ditutup oleh rasa girang yang tak terhingga karena justru dalam kancah pertempuran 
mereka berhasil menemukan kembali Sujud yang telah lama dicari2nya. 
Tidak henti2nya kedua Lurah tamtama ganti berganti menanyakan pada Sujud akan 
pengalamannya dalam pengembaraan. Demikian pula ayah angkatnya Bupati Wirahadinata. 
Waktu itu fajar telah menyingsing. Dari arah sebelah timur sinar merah keemasan menerangi 
seluruh mayapada. Sang surya mulai bertachta menggantikan dewi malam. 
Seratus tamtama Kerajaan atas perintah Jaka Wulung ditinggalkan di Banjararja untuk 
membantu Penewu Arjasuralaga, sedangkan Jaka WuIung Jaka Rimang, Wirahadinata dan Sujud beserta 
seluruh pasukan berkuda lainnya, meninggalkan Banjararja menuju ke Indramayu. Dengan rasa sedih 
dan sangat kecewa karena tak dapat menemukan Martinem dan Martiman, Sujud terpaksa mengikuti 
rombongan berkuda menuju kerumah ayah angkatnya di Indramayu. 
Ternyata pada malam terjadinya keributan dan kebakaran di Banjararja, semua orang dialun 
alun segera turut pula mengungsi, takut akan menjalarnya api.
.Warung2 ditutup dan ditinggalkan. Martiman dan Martinem berteriak-teriak ditengah keributan 
orang yang akan mengungsi, memanggil2
Sujud, akan tetapi.. sia-sia belaka.
Mereka berdua bergandengan berjalan mengikuti arus orang2 mengungsi tanpa tujuan. 
Panewu Arjasuralaga akan berusaha mencari kedua anak itu, dan menyanggupkan untuk 
mengantarkan ke Indramayu apabila kelak telah dapat diketemukannya.
*
**
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kitab Mar'atus sholihah

  Cari Keripik pisang klik disini MAR'ATUS SHOLIHAH           الدنيا متاع وخيرمتاعهاالمرأةالصالحة (رواه مسلم) Dunia itu perhiasan,dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang baik budi pekertinya (HR.Muslim) PANDANGAN UMUM ·        Wanita adalah Tiangnya Negara,maka apabila wanita itu berperilaku baik maka Negara itu akan menjadi baik,begitu pula sebaliknya,apabila wanita itu berperilaku buruk maka Negara itu akan menjadi buruk ·        Wanita yang Sholihah/baik harus selalu konsisten mencari ilmu,karena dengan ilmu kita akan di hormati oleh masyarakat dan selamat di dunia dan akhirat,terlebih ilmu agama dan yang berhubungan dengan wanita ·        Wanita yang baik,wajib (Fardlu 'ain) mempunyai jiwa tauhid dan iman yang kuat supaya tidak gampang terpengaruh,ibarat bangunan,tauhid merupakan pandemen/pondasinya, maka apabila pondasinya kuat bangunan itu tidak akan mudah roboh ·        Wanita sholihah harus mempunyai Akhlak/budi pekrti yang baik,baik itu kepada orang tua,suami,g

Aan Merdeka Permana

Cari Keripik pisang klik disini Aan Merdeka Permana merupakan pemenang penghargaan Samsoedi pada tahun 2011 dari Yayasan Kabudayaan Rancage, untuk novel sejarahnya Sasakala Bojongsoang. Seorang jurnalis yang lahir di Bandung 1950, telah bekerja sebagai editor untuk Manglé, Sipatahunan, dan Galura. Selain menulis untuk keperluan jurnalistik beliau juga menulis cerpen dan puisi.  Buku-bukunanya yang pernah terbit kebanyakan bacaan anak dalam bahasa Sunda Kedok Tangkorék (1986), Jalma nu Ngarudag Cinta (1986), Andar-andar Stasion Banjar (1986), Muru Tanah Harepan (1987), Nyaba ka Leuweung Sancang (1990), Tanah Angar di Sebambam (1987), Paul di Pananjung, Paul di Batukaras (1996), Si Bedegong (1999), Silalatu Gunung Salak (6 épisode, 1999).

Mengenal Larry Tesler, pahlawan penemu fitur "copy-paste"

Larry Tesler, penemu konsep cut, copy, paste pada komputer meninggal dunia di usia 74 tahun pada Senin (17/2). Namun, penyebab kematian belum diungkap sampai hari ini. Tesler lahir di New York, Amerika Serikat pada 24 April 1945. Ia merupakan lulusan Ilmu Komputer Universitas Standford. Tahun 1973 Tesler bergabung dengan Pusat Penelitian Alto Xerox (PARC), di mana dia mengembangkan konsep cut-copy-paste. Konsep ini difungsikan untuk mengedit teks pada sistem operasi komputer seperti dilansir The Verge. Tujuh tahun kemudian, pendiri Apple Inc yakni Steve Jobs mengunjungi kantor PARC dan Tesler ditunjuk menjadi pemandu. Lihat juga:Fernando 'Corby' Corbato, Penemu Password Komputer Meninggal "Jobs sangat bersemangat dan mondar-mandir di sekitar ruangan. Saya ingat betul perkataan Jobs saat melihat produk besutan PARC, 'kamu sedang duduk di tambang emas, kenapa kami tidak melakukan sesuatu dengan teknologi ini? Kamu bisa mengubah dunia,'" kata Tesler sa