SEJAK HARI PAGI tadi sang surya masih tEtap bersembunyi dibalik awan tebal yang menyElimuti
angkasa. Kemegahan puncak gunung Tangkuban perahu mEnjadi pudar pula, tertutup oleh awan hitam,
laksana raksasa yang sedang berduka menanggung derita, karena tak mampu melemparkan beban berat
berupa mendung hitam yang melekat di atas kepalanya. Akan tetapi hujanpun tak turun pula. Angin
menghembus dengan sangat pelan dan lemah.
Pohon2 besar berdiri tegak tidak bergerak. Hanya daun2
kecil nampak sekali-kali bergoyang
bergerak lirih. Alam sekitarnya sunyi sepi dalam suasana penuh ketenangan. Kicau burung2 pun tidak
terdengar ramai seperti biasanya. Seakan-akan alam sekitarnya lereng puncak gunung Tangkuban
Perahu pada hari itu turut pula mendengarkan wejangan2 petapa shakti Ajengan Cahayabuana.
Telah tiga malam, Senapati Muda Manggala Tamtama Pengawal Raja Indra Sambada yang
bergelar Pendekar Majapahit, menginap di pertapaan dimana Cahayabuana bersemayam. Ia datang
untuk menepati janjinya mengantarkan Yoga Kumala dan Indah Kumala Wardhani ketempat Eyangnya.
Para tamtama pengiring yang dipimpin oleh Lurah tamtama Jaka Wulung dan Jaka Rimang diperintahkan
untuk menunggu disebuah desa yang berada agak jauh di bawah tempat pertapaan. Kesempatan baik
dalam pertemuan itu, oleh Indra Sambada dipergunakan juga untuk menambah ilmu kesaktiannya. Sejak
pertemuannya yang pertama kali di Linggarjati pada kira2 dua tahun yang lalu, Indra Sambada telah
tergerak hatinya untuk ingin berguru pada Ajengan Cahayabuana (Baca Indra Sambada — Pendekar
Majapahit —)
Pada waktu itu ia tidak menduga sama sekali, bahwa bubungan akan terjalin demikian eratnya,
karena ternyata Sujud adik angkatnya adalah cucu Ajengan Cahayabuana yang bwrnama Yoga Kumala.
Bahwa dalam pertemuan yang sekarang ini, selama tiga hari tiga malam telah mendapat wejangan ilmu
yang demikian besar artinya, ia sangat bersyukur kepada Dewata Hyang Maha Agung. Walaupun wawancara mereka sudah selesai, akan tetapi suara Indah Kumala Warthani yang
sangat tiba2
itu membuat mereka terperanjat sesaat dengan diliputi rasa cemas mereka berdua segera
pergi dengan cepatnya menjenguk Yoga Kumala. Ternyata apa yang mereka kuatirkan tidak beralasan
sama sekali.
Dengan berjongkok sambil ketawa terkekeh-kekeh, Yoga Kumala memegang kepala ular dengan
tangan kanannya, sedang tangan kirinya dengan jari2nya yang dikembangkan, setiap kali menotok ber-
ulang2
kebadan ular yang tengah berkelejotan meronta-ronta ingin lepas dari genggaman tangan
kanannya. Ekornya yang sangat panjang menggeliat-geliat dengan sangat lemahnya tak mampu
membelit tubuh Yoga Kumala kembali. Dengan perlahan lepaslah semua belitan dan kini ular itu jatuh
ditanah kelejotan dengan kepalanya masih digenggam oleh Yoga Kumala.
Ular itu besarnya kurang lebih hampir sebetis dan panjangnya lebih dari tiga depa, akan tetapi
kepalanya hanya segenggaman .
Ular itu sebangsa ular dumung jantan yang ganas dan berbisa. Warnanya berkembang2 hitam
campur kuning merah jambu. Ular semacam itu memang jarang adanya. Ia.sangat berbahaya apabila
sedang lapar. Apapun yang dijumpainya langsung diserangnya dengan desisan yang berbisa, untuk
kemudian digigitnya dan dibelit untuk membuat mangsanya tidak berdaya sama sekali. Dengan
kepalanya yang nampak kecil itu ia dapat menelan bulat2
seekor ayam alas ataupun kelinci besar atau
sebangsanya. Dengan mengeluarkan desisannya yang berbisa pula, Yoga Kumala langsung diserangnya,
dimana ia sedang asyik ber-main2 dengan Indah Kumala Wardhani adiknya. Dari arah atas sebuah pohon
yang rindang ular itu meluncur dengan pesatnya dan langsung menyerang dan menggigit leher Yoga
Kumala sambil ekornya membelit-belit tubuh Yoga Kumala. Demi melihat kejadian yang mengerikan itu,
Indah Kumata Wardhani cepat2 berlari meminta pertolongan Eyangnya.
Akan tetapi Yoga Kumala adalah murid Kyai Dadung Ngawuk yang pernah diberi makan buah
pemunah racun sliakti "tulak tuju" atau yang dinamakan pula "Daru seketi”. Ia jatuh bergulingan ditanah
sesaat, karena terperanjat bercampur rasa pedih akan serangan gigitan dilehernya yang secara tiba2
itu.
Racun yang merangsang masuk melalui luka gigitan dilehernya, segera punah kembali oleh tulak tuju.
Sedangkan baginya sewaktu masih mengikuti Kyai Dadung Ngawuk daging ular adalah
merupakan santapan yang lezat. Terdorong oleh rasa keinginan untuk menikmati kembali daging ular,
yang olehnya telah lama dilupakan, kini cepat ia bangkit kembali serta melawannya penuh semangat.
Ular yang sangat ganas itu kiranya tidak berdaya melawan totokan jari2 Yoga Kumala. Tulang ular yang
ber-ruas2 menjadi terpisah2
sambungannya karena totokan shaktinya Yoga Kumala.
— Ha … haaa...haaaaa ..! Belum kenalkah kau bahwa aku adalah Dadung Ngawuk kecil?! Sudah
lama aku tidak merasakan lezatnya daging ular sebangsamu...haaa...haaa!! Ia bicara sambil ketawa
terkekeh-kekeh menyeramkan.
— Ayooooh ….. bergeraklah sepuas hatimu …. sebelum kau kukupas dan kupotong-potong
dagingmu! — Serunya sambil ketawa ter-kekeh2 dengan masih berjongkok memegang erat2 dalam
tangan kanannya kepala ular itu yang semakin lemah gerakannya. Ia girang bukan main, seperti lagaknya
anak kecil yang mendapat makanan kesukaannya sehingga tidak mengetahui bahwa Eyangnya Ajengan
Cahayabuana dan lndra Sambada kakak angkatnya telah berdiri dengan ternganga dibelakangnya.
— Yoga! — Cahayabuana berseru pula: — Ular itu sangat berbahaya maka cepat2
lah kau bunuh!
Walaupun suara itu sangat pelan didengarnya, akan tetapi membuat ia terperanjat juga. Cepat ia
memalingkan kepalanya kearah Eyangnya, dengan masih menggenggam erat2
kepala ular ditangan
kanannya. — Semua ular tak ada yang berbahaya, Eyang! Dan memang ular ini akan segera aku bunuh,
untuk dimasak dagingnya! Jika Eyang belum pernah mencoba, tentu tak akan percaya, bahwa daging
ular itu sangat lezat rasanya! Yoga Kumala menjawab dengan sungguh2
.
Demi mendengar jawaban cucunya kini Cahayabuana menatapnya dengan penuh rasa heran.
Indra Sambada turut pula tercengang demi mendengar jawaban dari adik angkatnya itu.
— Bukan demikian maksud Ejangmu, Yoga! — Indra memotong pembicaraan untuk
menjelaskan, sambil ikut ber-jongkok mendekat: — Yang berbahaja adalah racunnya! — Jika ular itu
sampai menggigitmu sukar untuk mencarikan obat pemunah racunnya! —
— Ach Kangmas Indra juga tidak percaya akan kata2
ku. —Tadi ular ini telah menggigit leherku,
tetapi tidak apa2
?!
— Lihat …. ini .. bekas gigitannya! — Yoga Kumala menunjukkan luka bekas gigitan ular
dilehernya dengan telunjuk tangan kirinya.
— Hah?! Betulkah kau telah digigitnya?! — Cahayabuana dan Indra Sambada bertanya serentak
sambil saling pandang dengan penuh tanda tanya dan perasaan was2
.
— Betul Eyang! Tadi akang Yoga jatuh bergulingan waktu digigitnya dan dibelit2 badannya oleh
ular itu!— Indah Kumala Wardhani menyahut bahna tak sabar. Akan tetapi karena ia merasa jijik, maka
tak berani ia mendekati kakaknya yang masih juga memegangi ular itu. la berdiri dibelakang Eyangnya
sambil berpegangan jubahnya karena takut kalau2 ular itu terlepas dan menggeliat kearahnya.
Tiba2 ular itu berkelejot sekali, dan sesaat kemudian terkulai tak bergerak lagi. Kiranya ibu jari
tangan kanan Yoga Kumala menekan lebih keras lagi ke kepala ular yang digenggamnya sehingga hancur
dan mati seketika. Ular itu kini baru dilepaskan dari genggamannya serta jatuh terkulai ditanah tak
bergerak.
Bahwa hanya dengan tekanan ibu jari tangan kanan, kepala ular itu dapat dihancurkan.
Cahayabuana dan Indra Sambada tidak dapat menyembunyikan rasa kagumnya.
— Yoga Kumala! Coba perlihatkan jari2mu itu kepadaku! —
Cahayabuana berkata sambil ikut serta berjongkok dihadapan cucunya dan memegang tangan
kanan Yoga Kumala.
Sebagai seorang petapa shakti, cepat ia dapat mengetahui bahwa jari2nya tangan Yoga Kumala
rnemang memiliki daya kekuatan yang luar biasa. Hal itu tidak menjadikan heran, karena dengan cara
latihan2
yang tekun kekuatan demikian memang dapat dicapai.
Akan tetapi yang lebih mengherankan, ialah Yoga Kumala dapat memunahkan racun ular yang
sangat berbahaya. Terang bahwa dilehernya masih nampak jelas adanya bekas gigitan ular, akan tetapi
sedikitpun tak menampakkan bahwa ia menderita karena keracunan.
— Apakah Gustiku pernah juga memberikan ilmu pemunah racun ular yang sangat
mentakjubkan itu?! — Cahayabuana bertanya kepada Indra Sambada.
— Tidak! Saya sendiripun tidak memiliki ilmu kesaktian yang demikian — jawab Indra dengan
wajah masih diliputi rasa heran akan kejadian keajaiban kesaktian Yoga Kumala.
— Cucuku Yoga! Dimanakah kau mendapat ilmu yang aneh serta mentakjubkan itu?! —
Mendapat pertanyaan dari Eyangnya itu, Yoga Kumala menjadi diam dan menundukkan kepala,
yang kini mukanya bersemu dadu sampai diujung telinganya. Sinar pandangannya yang tadi berseri2
penuh kegirangan kini lenyap seketika dan berobah menjadi sedih penuh rasa penyesalan. Ia teringat
akan pesan kakek Dadung Ngawuk gurunya agar namanya tak usah disebut-sebut. Untuk membohong
pada Eyangnya dan kakak angkatnya ia takut dan perasaannya tak mengijinkan. Sedang untuk menjawab
dengan sebenarnya ia merasa salah karena tak mematuhi akan pesan gurunya. Demi melihat cucunya tertunduk dan tak mau menjawab sepatah kata Cahayabuana segera
dapat menerka pula, bahwa pertanyaannyalah yang menjadikan sebab kesedihan cucunya. Dengan
penuh kasih sayang, Cahayabuana memegang dagunya Yoga Kumala dengan tangan kanan untuk
didongakkan sedikit keatas, sedang tangan kirinya diletakkan diatas pundak Yoga Kumala cucunya,
sambil berkata lembut: — Cucuku sayang Yoga Kumala! Tak usah kau bersedih hati, jika memang kau
tidak dapat menjawab pertanyaanku memang banyak orang2
shakti yang tak mau di kenal namanya. Hal
demikian adalah wajar. Aku sebagai Eyangmu merasa turut bahagia, bahwa cucuku memiliki ilmu yang
tidak dapat dipandang rendah itu. Dan sebagai Eyangmu akupun ingin pula akan menyampaikan rasa
terima kasihku yang tak terhingga pada gurumu yang telah sudi memberikan ilmu kesaktian padamu! —
Berkata demikian Cahayabuana sambil menatap pandang kearah wajah cucunya dengan diiringi senyurn
yang mengandung kasih sayang. Merahlah wajah cucunya, air mata berlinang linang mengalir pelan
membasahi pipi Yoga Kumala.
— Marilah cucuku! Kita pulang dan bercakap - cakap diruang tempat semadhiku. Nanti akan
kuceritakan tentang orang2
shakti yang memiliki sifat2
keanehan pada diri mereka masing2
. Biarlah Mang
Jajang memasak ular yang kau tangkap itu. Akupun ingin turut mencicipi daging ular yang menurut
katamu sangat lezat! — katanya menghibur.
Dengan membawa bangkai ular, Yoga Kumala mengikuti Eyangnya dan kakaknya angkat kembali
memasuki goa, sedangkan Indah Kumala Wardhani telah mendahului berlari larian untuk memanggil
Mang Jajang yang sedang berada didapur.
Setelah Yoga Kumala mencuci tangan dan mukanya, serta menyerahkan bangkai ular itu pada
Mang Jajang dengan pesan untuk memasaknya, Kumala Wardhani baru mau mendekati kakaknya
dengan lagak yang sangat manja dengan memegang lengan kakaknya sambil menyanjung mengagumi.
Kini empat orang duduk bercakap-cakap diruang semadhi sambil menikmati hidangan makanan
kecil yang telah disediakan oleh Mang Jajang dengan minuman teh harum yang masih hangat. Diluarpun
mulai turun hujan rintik-rintik.
— Yoga Kumala! — Suara Cahayabuana terdengar membuka percakapan. — Jika aku tak salah
dengar tadi kau mengaku sebagai Dadung Ngawuk kecil. Adakah si-kakek gundul gila Dadung Ngawuk
yang shakti itu pernah menjadi gurumu? —
Pertanyaan Ejangnya yang tidak diduganya itu membuat Yoga Kumala tercengang heran.
Kenalkah Eiangnya dengan kakek Dadung Ngawuk gurunya? Jika seandainya tidak pernah mengenal dari
mana Eyangnya dapat memberikan gelar pada gurunya " sikakek gila „ yang shakti. Suatu teka-teki yang
ia sendiri tidak dapat menebaknya. Akan tetapi otaknya yang cerdas cepat bekerja. Ia ingin bertanya
lebih dulu sebelum memberikan jawaban pada Eyangnya.
— Apakah Eyang pernah kenal dengan orang yang bernama kakek Dadung Ngawuk? Ingin saya
mengetahui lebih banyak tentang kisah kakek Dadung Ngawuk itu, Eyang?. Yoga Kumala pura2 bertanya.
Secepat otak Yoga bekerja, secepat itu pula Cahayabuana sudah dapat meraba, bahwa cucunya
adalah benar-benar murid dari kakek Dadung Ngawuk. Dari perobahan air muka dan pertanyaan
cucunya, ia dapat menarik kesimpulan dengan pasti, bahwa kakek Dadung Ngawuk adalah guru cucunya.
Dan tingkah lakunya Yoga Kumala sewaktu membunuh ular itu, menambah keyakinan. Untuk tidak
mengecewakan cucunya ia kini mulai bercerita.
— Pada kira-kira sepuluh tahun yang lalu, aku pernah kenal dengan sikakek gundul aneh yang
shakti itu. Waktu itu, ia memang sengaja datang kemari untuk ingin bertemu dengan diriku. — Sampai
disini Cahayabuana berhenti sesaat, seakan-akan ada sesuatu yang sedang di - ingat2nya.
Dengan duduk bersila serta membuka telinganya lebar
2
, Yoga Kumala mendengarkan Eyangnya
yang sedang bercerita dengan penuh perhatian, Senapati Indra Sambada dan lndah Kumala Wardhani,
walaupun tidak mengenal nama Dadung Ngawuk, ingin pula mengetahui kisahnya tentang orang shakti
yang aneh itu. Bagi Indra Sambada cerita2
semacam itu sangat digemari, karena dengan demikian ia
akan lebih banyak mengetahui tentang orang2
shakti yang kemungkinan besar akan banyak manfaatnya
dalam arti menunaikan tugasnya.
Sejenak kemudian, Cahayabuana mulai lagi dengan ceritanya. —
Yaaa .. kira-kira dua puluhan tahun yang telah lalu . pada jaman itu, aku mengenal lima orang
shakti yang masing-masing memiliki sifat2nya sendiri2
. Watak dan tingkah lakunya sangat berlainan satu
sama lain. Lima orang itu tergolong orang-orang shakti yang terkemuka didaerah masing - masing,
Hanya ada juga persamaan mereka berlima orang shakti itu. yalah ……umur mereka hampir sebaya ….
Orang pertama bernama Sidik Pamungkas dan terkenal dengan gelarnya Yamadipati. Namanya
harum, karena orang itu memiliki sifat-sifat ksatria. Ia senang menolong sesama yang lemah, dan
pengaruhnyapun didaerah Mataram sangat luas. Semula ia terkenal sebagai pendekar pedang yang
sangat ulung dan sukar untuk mencarikan tandingannya, akan tetapi kemudian ia menjadi lebih terkenal
dengan senjata tongkat penjalinnya.
Hanya sayang ia memiliki watak yang sangat kejam tidak mengenal ampun. Setiap orang yang
dianggap sebagai musuhnya tentu binasa ditangannya, maka oleh orang-orang digelari dengan nama
Yamadipati yang artinya pencabut nyawa. Cara hidupnyapun mencontoh seorang bangsawan.
Segala2nya teratur rapih dan serba ada. Namun belakangan ini nama Sidik Pamungkas tak terdengar lagi
hingga sekarang ini. Ada sebagian yang mengatakan bahwa ia kini telah menjadi Wiku atau pendeta dan
bersemayam dilereng Gunung Sumbing. Benar tidaknya aku sendiri belum mengetahui dengan pasti.
Dan orang itu yang juga mempunyai aji shakti " Panggendaman Rajawana", Orang kedua adalah Jaka
Pandan yang kemudian bergelar Kyai Pandan Gede. Ia adalah saudara muda seperguruan, dengan sidik
Pamutigkas. Akan tetapi merupakan saudara seperguruan sifatnya sangat berlainan. Jaka Pandan atau
Kyai Pandan Gede orangnya sangat sederhana, bahwa dapat dikatakan hidup dalam kemelaratan,
dimana ia berada disitulah tempat tinggalnya.
Ia tak pernah mempunyai tempat tinggal yang tetap. Sedangkan ia adalah orang yang senang
mengembara. Lawan ataupun kawan sukar untuk dapat menemuinya. Orangnya senang berkelakar dan
selalu bermurah hati. Tapi jelas bahwa orang seperti dia memiliki jiwa besar, sepi ing pamrih. Harta ben-
da baginya sama sekali tak ada artinya. Sayang ia tak mempunyai keturunan. Menurut cerita orang, dulu
ia pernah mencintai seorang gadis anak bangsawan. Akan tetapi karena orang tua gadis idamannya
memperbolehkan untuk diperisterikan oleh Jaka Pandan, maka Jaka Pandan bersumpah tak akan
mempunyai istri untuk selama-lamanya.
Ia mengikuti gerak hatinya sendiri dalam hidupnya, artinya tak mau mendengarkan kata2 orang lain.
Karena munculnyapun selalu tiba - tiba karena menuruti kehendak sendiri maka ia mendapat gelar
"Siluman shakti" Pengaruhnyapun amat luas didaerah seberang timur sepanjang Bengawan.
Orang yang ketiga adalah yang tadi namanya telah kusebut jalah Dadung Ngawuk. Orang itu
menurut ceritanya berasal dari daerah Demak. Sejak kecil ia terlunta2
, karena ia adalah anak yatim piatu.
Akan tetapi setelah dewasa ia amat shakti. Ia pernah mengembara sampai didaerah Kerajaan
Pajajaran sini. Dengan kesaktiannya ia malang melintang, sukar untuk mencarikan lawannya.
Pengaruhnyapun sangat amat luas hingga sampai di perbatasan Banyumas. Akan tetapi sifat2nya hampir
menyerupai orang yang tak waras otaknya. Hal ini mungkin disebabkan karena penderitaannya waktu
kecilnya atau karena ilmu yang dianutnya. Aku sendiri kurang mengetahui dengan pasti.
Hanya sayang, orang itu hanya mengenal di inya sendiri tanpa mengerti kegunaan akan kesaktiannya. Demikian ia dimabokkan oleh kesaktiannya sendiri, hingga tak pernah berhenti mengejar
kemajuan ilmunya saja. Waktu itu semua orang yang pernah dikenalnya diajak bertempur, hanya untuk
meyakinkan kesaktiannya sendiri. la tak pernah memperdulikan orang lain, asalkan tak menyinggung
pribadinya ataupun menyinggung ilmunya.
Pendek kata sifat2nya tepat jika dinamakan setengah gila. Ia tak pernah mau campur tangan
dengan urusan2
kenegaraan ataupun membina ketenteraman seperti orang-orang shakti lainnya.
Diwaktu kosong, ia banyak menyendiri ditempat - tempat sepi untuk melatih kasaktiannya, yang
selalu dirahasiakan. Orang yang demikian sungguh sukar untuk diselami arah tujuan dan kehendaknya.
Ia dapat menghancurkan batu hanya dengan remasan jari-jarinya. Yang mengherankan iapun memiliki
ilmu usadha yang tinggi sekali. Akan tetapi tak pernah dipergunakan untuk menolong sesama, jika tidak
ada urusan dengan pribadinya. Darimana ilmu itu didapatnya aku sendiri pun tak mengetahui. Karena ia
dulu pernah malang melintang disini, maka akupun mengenalnya. Ciri ciri aslinya pada orang itu
kepalanya gundul sejak kecil. Apakah ia kini masih hidup ataupun mati aku tak mengetahuinya. —
Sampai disini Cahayabuana berhenti sejenak sambil menghela nafas panjang serta menatap
pandang kearah Yoga Kumala yang duduk dihadapannya, seakan-akan ia ingin menyelami pendapat
cucunya. Sewaktu Indra Sambada sedang duduk terpaku mendengarkan cerita Cahayabuana sambil
mengagumi akan pengalaman dan pengetahuannya yang sangat luas itu, tiba tiba Yoga Kumala
memotong bicara memecah kesunyian. — Ketiga orang shakti yang Eyang ceritakan itu kini masih hidup
semua, Eyang?. Dan ketiga-tiganya sayapun telah pernah mengenal bersama-sama kangmas Indra
Sambada. Bukankah demikian kangmas?! —
— Ya . . . . memang demikian, akan tetapi orang shakti yang ketiga tadi aku terus terang belum
pernah mengenalnya. Bahkan mendengar namanya saja baru sekarang ini. — Indra Sambada menyahut,
— Jika kau telah mengenal orang yang ketiga tadi, berarti kau lebih banyak mengetahui tentang orang
orang shakti dari pada aku Yoga!? —
Indra Sambada sengaja menyanjung adik angkatnya, agar ia mengetahui dengan pasti, apakah
kesaktiannya yang dimiliki oleh Yoga Kumala itu memang berasal dari Dadung Ngawuk.
Tanpa ditanya lebih lanjut, Yoga Kumala menceritakan tentang pertemuannya dengan kakek
Dadung Ngawuk, hingga ia mendapat ilmu "Wuru shakti" dari padanya. Hanya mengenai buah „daru
seketi„ ataupun yang disebut ,,tulak tuju" ia sengaja merahasiakan. —
— Pantasan akang Yoga sekarang seringkali bertingkah aneh seperti orang gila, jika sedang
berlatih dengan aku, Eyang? Kiranya akang Yoga adalah murid dari kakek Dadung Ngawuk sigila yang
shakti itu. — Indah Kumala Wardhani turut memotong percakapan sambil mencebirkan bibirnya
menggoda Yoga Kumala.
— Indah, kau jangan mencemohkan kakakmu! Bahwa Dadung Ngawuk mau memberikan
ilmunya pada kakakmu adalah suatu kurnia yang luar biasa anehnya. Ilmunyapun sangat tinggi. Kau
harus turut bangga karenanya — Cahayabuana cepat menegur cucunya yang selalu gemar menggoda
orang lain,
— Eyang, cobalah teruskan dahulu cerita orang2
shakti tadi, saya ingin mengetahuinya tentang
kelima orang shakti yang telah dikenal oleh Eyang itu! — tanpa menghiraukan ejekan adiknya Yoga
Kumala mendesak Eyangnya untuk melanjutkan ceritanya.
— Baiklah akan aku teruskan dongenganku tentang lima orang shakti yang memiliki sifat2 aneh
yang telah kukenal — Cahayabuana mulai lagi dengan ceritanya.
— Orang yang keempat adalah orang yang tinggal menetap di gua Rongkob didaerah pantai
selatan. Tidak sembarang orang dapat memasuki guanya, karena gua itu tertutup oleh air laut yang terkenal angker. Pantai laut selatan sangat berlainan dengan pantai Iaut tengah. Tebing2nya sangat terjal
dan gelombangnyapun sangat besar bergulung- gulung tak ada hentinya. Konon ceritanya orang2
penduduk sekitar pantai, jauh sebelah selatan dari gua Rongkob yang angker itu, ditengah2
lautan..
adalah sebenarnya istana besar dari Nyi Loro Kidul. Ia adalah raja putri lautan. Yang akan saya ceritakan
ini bukan raja putri itu, tetapi orang shakti aneh penghuni gua Rongkob ….Ia terkenal dengan nama
Mbah Duwung. —
Belum juga Cahayabuana selesai dengan ceritanya, tiba2
Indah Kumala Wardhani yang sedari
tadi diam mendengarkan memotong bicara.
— Eyang, bagaimana Mbah Duwung itu dapat masuk keguanya, jika mulut gua itu tertutup oleh
air laut? Apakah istana dalam lautan itu benar2 ada. Eyang? —
— Heh.. heh.. hehh . Betul juga pertanyaan itu. Hampri2 aku lupa menjelaskan tentang keadaan
gua itu. Begini, cucuku manis! Gua itu sebenarnya tak telendam air laut seIuruhnya. Yang tertutup air
hanyalah mulut gua itu saja, sedangkan liangnya menanjak keatas hingga dengan demikian didalam gua
itu kering sama sekali.
Masuk dan keluarnya Mbah Duwung tentu saja menunggu jika air laut sedang surut, jadi tak
sembarangan waktu. Saya sendiri sewaktu belum menyatakan dengan mata kepala sendiri juga tak akan
percaya adanya gua yang aneh itu...Sedangkan benar dan tidaknya mengenai adanya istana didasar
lautan selatan, aku sendiri tidak mengetahui dengan pasti. Karena itu sepanjang masa hanya merupakan
dongengan belaka. dan tak pernah ada orang yang berani menyatakan dengan mata kepala sendiri!
Bahwa Ajengan Cahayabuana berkata tak percaya sebelum menyatakan sendiri, jelas
mengandung arti bahwa ia pernah menjelajah dan memasuki gua rongkob itu - pikir Indra Sambada.
Cahayabuana berhenti berbicara sesaat untuk membasahi tenggorokkannya dengan teh hangat
yang berada dihadapannya, sambil mempersilahkan pada tamunya Indra Sambada.
— Marilah, nakmas Gustiku Senapati! Kita nikmati dahulu hidangan hangat yang disuguhkan
oleh Mang Jajang! —
Mereka berempat segera mulai merahapi makanan yang dihidangkan oleh Mang Jajang dengan
nikmatnya.
— Nah, akan aku lanjutkan...Mbah Duwung orangnya gagah perkasa. Ia memiliki watak yang
angkuh sekali dan senang menolong sesama demi memamerkan akan kesaktiannya.
Jadi jelas, bahwa pertolongannya itu bukan murni karena perasaan kemanusiaannya, akan tetapi
karena senang dipuji orang sebagai seorang shakti yang tanpa tanding. Memang ia memiliki ilmu golok
panjang yang sangat mentakjubkan. Jurus-jurus gerakannya menyerupai ilmu pedang tamtama
Kerajaan. Karena ia selalu memakai perisai baja dilengan kirinya, maka iapun digelari dengan si tangan
besi. — Ia adalah pemuja Nyi Loro Kidul Raja putri lautan itu. Sayang, bahwa orang shakti yang demikian
tinggi kurang mengenal akan kebesaran Dewata Hyang. Maha Agung Penciptanya.
Ia mempunyai seorang murid yang dididiknya sejak kecil bernama Talang Pati. Sifat dan
wataknyapun tidak menyimpang dari gurunya.
Anehnya Mbah Duwung adaah pembenci kaum wanita.
Sedangkan orang shakti yang kelima yang aku kenal ialah seorang wanita tua yang amat jahat,
penganut ilmu hitam
Ia mempunyai dua orang murid laki-laki yang umurnya... tak banyak selisihnya dengan dia
sendiri...
—Yaaa...kedua muridnya itu juga merupakan suaminya. Dengan ilmu kesaktiannya yang
beraliran hitam itu, ia dapat menyulap tongkat ataupun ranting pohon menjadi ular... dan lebih dari pada itu ..ia dapat membuat orang menjadi buta seketika hanya dengan seruan kata2nya saja.
Kuku-kuku jari2nya dan jari-hari kakinya semua mengandung racun yang sangat berbahaya bagi
lawannya.
Kejahatan dan kekejamannya sangat mempengaruhi setiap otang, hingga orang2 memberikan
gelar padanya sebagai — jin beracun wanita — dan namanya terkenal dengan Nyai Pudak Muncar,
sungguhpun raut mukanya seram dan menakutkan.
Orang2
yang takut padanya memanggil dengan sebutan Raden Ayu Pudak Muncar. Akan tetapi
orang itu pada waktu lima belas tahun yang lalu telah mati terbunuh oleh seorang priyagung dari
Pajajaran yang namanya tak perlu di sebutkan …..
Dengan meninggalnya Pudak Muncar, dua orang muridnya menggantikan kedudukkannya yang
terkutuk itu. Mereka dengan bekal warisan kesaktiannya, kedua duanya menjadi kepala rampok yang
memiliki pengaruh luas didaerahnya masing-masing. Sifat2
kejam dengan tanpa batas2 perikemanusiaan
masih merajai dirinya. Kuku kuku jari-jarinya merupakan senjatanya yang paling ampuh, karena
mengandung racun yang amat berbahaya bagi lawannya. Sedikit saja ter-gores oleh kuku2 mereka dapat
mengakibatkan kematian bagi lawan.
Murid yang tertua bernama Tambakraga dan menetap disebuah gua ditengah hutan Wonogiri,
jauh diseberang timur sana, sedangkan seorang murid lainnya bernama Tadah Waja yang tinggal
dilereng gunung Slamet. Kedua-duanya memiliki kesaktian dan kekebalan terhadap segala racun.
Sedangkan laskar dan murid2nya sangat banyak serta tersebar luas …. Yaaaahh ..... !
Sebenarnya masih banyak lagi orang2
shakti lainnya . . akan tetapi mereka pada umumnya
tenang2
saja ditempatnya masing2
sehingga tidak menjadikan buah tutur orang banyak. Kebanyakan dari
orang2
yang memiliki kesaktian itu, pada umumnya turut pula membantu menjaga ketenteraman daerah
masing2 dengan mendirikan perguruan ilmu kanuragan ataupun membantu para priyagung Kerajaan
dalam menunaikan tugasnya, Dan ini semua belum terhitung orang-orang shakti yang memangku
jabatan tinggi sebagai priyagung tamtama Kerajaan yang tidak dapat dikatakan sedikit jumlahnya.
Hal ini tentunya nakmas Gustiku Senapati lebih mengetahui dari pada aku yang hanya selalu
tinggal digunung yang terpencil ini.
Adapun kelima orang shakti yang telah kuceritakan itu tadi adalah orang2
shakti yang memiliki
sifat2 aneh serta gemar mengembara.
Dan kelima orang itu walaupun tidak bersamaan waktunya secara kebetulan pernah berkunjung
kemari. Maka jika cucuku Yoga Kumala ataupun Gustiku Senapati kelak dalam perjalanan berjumpa
dengan salah seorang dari mereka, aku mengharap kesudiannya untuk menyampaikan salamku. —
Cahayabuana tiba2 memutus ceritanya. Suasana menjadi hening sejenak kembali setelah Cahayabuana
berhenti dengan kisah yang diceritakan …..
Masing2
turut pula terdiam, karena terbawa oleh lamunannya sendiri2
, akan tetapi suasana
demikian itu hanya berlalu dalam sekilas pandang saja, karena Yoga Kumala kiranya masih juga merasa
kurang puas akan kisah yang telah diuraikan oleh Eyangnya. Terutama mengenai kisah yang diceritakan
menyangkut akan gurunya Dadung Ngawuk. Segera ia menggeser duduknya mendesak lebih maju untuk
menanyakan apa yang terkandung dalam hatinya. — Maafkan, Eyang! Tadi yang mula2 menceritakan
tentang kedatangan kakek Dadung Ngawuk ditempat ini pada kira2
sepuluh tahun yang telah lalu. Tetapi
belum juga cerita itu dilanjutkan …..
Eyang hanya terus menceritakan tentang sifat2 dari pada kelima orang shakti itu saja …. Jika
sekiranya Eyang tidak berkeberatan, cucunda ingin sekali mengetahui tentang maksud kedatangan
kakek Dadung Ngawuk kemari secara keseluruhan, Eyang.
Mendapat desakan dari cucunya, Cahayabuana segera menatap pandang sesaat, serta kemudian
meng-angguk2
kan kepalanya dengan sambil bersenyum, dijawabnya dengan pelan: — Heh…. Heh…. heh
….—
Cucuku Yoga Kumala! ….. Aku gembira dengan pertanyaanmu itu …..Sudah sepantasnya apabila
kau ingin mengetahui ….. Baiklah …. akan kusambung lagi ceritaku yang sudah sejenak kuhentikan ini
…—
Ia kembali diam lagi sesaat, dengan mengerutkan keningnya sehingga tiga deretan garis2
kerut
keningnya nampak jelas, se-akan2 ada yang sedang diingat2nya kembali. Kemudian mulailah ia bicara
kembali memecah kesunyian, sementara Yoga Kumala, Indra Sambada dan Indah Kumala Wardhani
telah memasang telinganya dengan sepenuh perhatiannya.
— Pada waktu itu, adikmu Indah Kumala Wardhani masih kecil baru …. berusia kira2 empat
tahunan. Selagi aku menidurkan adikmu ditempat ini. Berkata demikian Cahayabuana menunjuk kelantai
yang kini sedang diduduki oleh Indra Sambada.
Si Kumbang yang biasanya mendekam dengan tenang dimulut gua, tiba tiba mengaum panjang,
dan melesat di kegelapan ….
Waktu itu memang sudah mulai gelap malam ….
Baru saja adikmu kutidurkan diatas lantai, tiba2 Mang Jajang datang dengan tergopoh-gopoh
serta mengigil ketakutan sambil berkata peian dan terputus-putus: — Juragan sepuh …. Diluar ….ada ….
orang diserang ….. oleh Kumbang! —
Sesungguhnya akuptin telah mendengar sendiri, maka dengan berhati-hati aku manjenguk
keluar, sedangkan Mang Jajang kuperintahkan untuk menunggu adikmu Indah ….
Betapa terperanjatku setelah aku mehhat diluar dalam kegelapan malam dengan jelas, bahwa si
kumbang telah bergelimpangan sambil me-ngaum2 pendek, seakan - akan merupakan jeritan meminta
pertolonganku karena tidak mampu untuk berdiri diatas keempat kakinya lagi ….. Selagi aku mengamat-
amati sekali lagi dari jarak yang lebih dekat agar lebih jelas, tiba2
sesosok tubuh seperti bayangan hitam
telah berdiri dimukaku dengan mengeluarkan suara tawanya yang terkekeh-kekeh menyeramkan … .
dan segera berseru lantang.
— Hai, petapa tua yang durhaka! Jangan sembunyi terus dalam gua, dan berpura-pura suci!
Biarpun kau ada didalam kawah gunung ini, niscaya aku akan dapat menemukan juga. Akuilah, sebelum
kau mampus ditanganku, bahwa tanganmu telah berleprotan darah yang harus pula kau pertanggung
jawabkan dengan jiwamu! Heh . ..heh!
Demi mendengar kata2 ancamannya itu, aku menjadi bingung lagi.
Menurut ingatanku orang gundul yang berdiri dihadapanku dengan tiba tiba itu, belum pernah
aku mengenalnya, apalagi berurusan.
Kini tanpa bertanya terlebih dahulu, ia telah melontarkan makian dan ancaman yang sedemikian
kejamnya ….. hingga hampir saja aku tak dapat mengendalikan nafsu kemurkaanku …. Tetapi untunglah
bahwa Dewata Hyang Maha Agung selalu melimpahkan kemurahanNya padaku, hingga cepat aku dapat
menguasai lagi ketenangan dalam diriku …..Cahayabuana berhenti bianra sambil memejamkan matanya
sesaat serta menarik nafas panjang dan dalam, kemudian menyambung ceritanya. — Maka pesanku,
dalam keadaan bagaimana jugapun cucuku harus dapat tetap bersikap tenang. Karena ketenangan
merupakan pangkal kejernihan berfikir …. Dengan kesopanan yang lajak sebagaimana seorang yang
melayani tamu, aku bertanya padanya dengan tanpa menghiraukan akan kemarahannya yang sedang
meluap luap itu.
— Kita belum pernah saling mengenal, jika kedatangan saudara memang ada urusan dengan diriku, sudilah singgah sebentar digua pondokku ini, agar dapat dibicarakan dengan terang tentang
segala urusan saudara.—
— Maafkan aku Cahayabuana jika ada kekhilafan sampai-sampai tidak mengenal saudara. —
Akan tetapi tamu yang sangat asing bagiku ternyata tidak mau mendengarkan kata2
ku, bahkan
sebaliknya. Ia mencaci maki diriku dengan kata2
yang lebih keji dan tak bisa diterima oleh telinga.
Puncak kemarahannya akhirnya menantang diriku untuk bertempur.
Dalam pengakuannya ia mengaku bernama Ki Dadung Ngawuk . . Nama Dadung Ngawuk memang telah
lama aku mendengarnya sebagai seorang shakti yang cukup menggetarkan daerah Pajajaran sini, akan
tetapi baru saat itulah aku mengenal orangnya. Maka begitu aku tahu bahwa yang berdiri di depanku itu
Dadung Ngawuk adanya, segera aku berlaku merendah demi untuk mencegah terjadinya perkelahian
yang tanpa alasan.
Tetapi ia tetap saja pada pendiriannya dan berkepala batu tidak mau menyambut ajakanku dengan tata
susila, dan suara tawanya terdengar terkekeh-kekeh bergelak-gelak menyeramkan. Pada saat itu aku
mengira bahwa Dadung Ngawuk menderita penyakit ingatan. Maka aku pikir tak ada gunanya untuk
melayani lebih lanjut. Tanpa menghiraukan akan kata caciannya yang menjadi jadi itu aku melangkah
maju hendak menolong si kumbang terlebih dahulu.
Siapa tahu tiba2
ia bergerak menghadang langkahku dengan serangan totokan jari jari mautnya yang
terkenal sangat berbahaya itu. Dengan demikian aku terpaksa harus menghindari demi untuk mencari
selamat. Akan tetapi ia tidak berhenti sampai disitu saja. Dengan gerakan2
yang amat tangkas serta
berbahaya ia merangsang terus dengan jurus2nya yang sangat dahsyat.
Cambuk ular ditangan kanan menyambar-nyambar dan menggeliat liat menyerang seluruh
bagian tubuhku, dan masih diiringi dengan sambaran jari-jari tangan kirinya yang mengembang sebagai
baja merupakan totokan dan remasan shakti. Kedua kakinya pun turut pula bergerak dengan cepat
merupakan serangan rangkaian yang sangat berbahaya bagi diriku. Menghadapi serangan yang dahsyat
dan bertubi-tubi, aku menjadi sangat repot dibuatnya. Dengan demikian aku terpaksa harus menghadapi
dengan segala kemampuan yang ada pada diriku.
Pertempuran tak dapat dihindarkan lagi. Dari pertempuran yang berlangsung itu, aku dapat
mengetahui bahwa ilmu kanuragan yang dimilikinya cukup tinggi. Serangan totokan dan remasan jari
tangan kirinya mendatangkan angin sambaran yang dahsyat hingga aku terkesiap sesaat sewaktu merasakan angin sambarannya. Dengan tidak merasa sungkan lagi, aku mulai dengan membalas
serangan yang ditancarkan,
Akan tetapi kembali aku menjadi tercengang sendiri, karena ternyata seranganku selalu
menemui tempat kosong, gerakan2nya yang sangat aneh seperti lauaknya seorang mabok, ia selalu
dapat terhindar dari serangan2
ku. Ternyata Dadung Ngawuk yang otaknya tidak waras itu...benar2
mumpuni dalam segala bidang ilmu kanuragan. —
Cahayabuana menghentikan lagi ceritanya, sambil menelan ludah dan batuk2
kecil. Kemudian
meraih mangkok yang masih berisi teh dan meneguknya untuk membasahi kerongkongannya yang
dirasakan kering itu.
— Lalu bagaimana akhir dari pertempuran itu, Eyang?— Indah Kumala Wardhani mendesak tak
sabar
. — Indah! Biarlah Eyang bercerita dahulu, dan jangan kau potong2 dengan pertanyaanmu itu! —
Yoga Kumala menegur adiknya dengan diiringi pandang mencegah keceriwisannya. Ditegur secara
demikian oleh kakaknya, indah Kumala Wardhani menjadi cemberut asam mukanya seketika. Dengan
nada ejekan ia menyambut teguran kakaknya.
— Ach...coba saja gurumu yang gila itu sekarang suruh kemari yang tidak mengenal sopan
itu...tentu kuhajar dengan tamparanku! —
Karena Yoga Kumala telah mengenal watak adiknya yang selalu tidak mau kalah itu, ia menjadi
geli sendiri sehingga tak dapat menahan ketawanya: — Haa haaa -.. haaaah. Aku menegurmu agar tidak
mengganggu Eyang yang sedang bercerita, manis! Kenapa kau malah menjadi marah kepadaku yang
tanpa alasan? Haaa ….. haaaa ….. ! —
Mendengar percakapan kedua anak yang masih remaja itu, Cahayabuana serta Indra Sambada
turut pula tersenyum geli.
— Sudahlah, cucuku manis …..jangan bertengkar terus ….nanti ditertawakan oleh kakakmu
Gustiku Indra…. .
Dengarlah …. Eyang akan melanjutkan cerita yang belum habis ini, — Cahayabuana berkata
menyapih sambil tersenyum, dan sejenak kemudian melanjutkan lagi ceritanya:
— Pertempuran itu setelah berlangsung agak lama, aku ba ru ingat bahwa gerakan langkahnya
yang aneh seperti orang setengah gila itu ternyata langkah2
yang dinamakan —Wuru shakti —
sebagaimana aku pernah pula membaca dalam kitab kuno yang berasal dari Hindu dan telah diturunkan
oleh seorang prijagung tamtama shakti pada zaman Keraton Mantaram sewaktu Sanjaya Raka I
bertahta. Priyagung tam shakti yang membuat turunan kitab berisikan ilmu — Wuru shakti — itu
bernama SAKYA ABINRA. Kitab kuno itu kemudian menjadi rebutan para orang2
shakti dizaman ini, dan
akhirnya kitab itu menjadi berantakan, terlepas dari ikat penjilidannya. Diantara orang2
shakti yang
memperebutkan kitab itu tidak ada yang dapat menguasai seluruhnya.
Ada yang hanya berhasil mendapatkan lembaran bagian pertamanya dan ada pula yang berhasil
mendapatkan lembaran2 bagian tengah. Sedangkan saya sendiri pernah membaca pula tapi pada bagian
terachir saja.
`Namun hingga sekarang ini lembaran2
lapisan dari kitab kuno itu tetap menjadikan incaran para
orang2
shakti, hingga mendatangkan banyak bencana. Entah karena apa, pada waktu yang akhir2
ini
tidak nampak iagi kegiatan2 para orang2
shakti untuk menguasai kitab kuno itu lagi.
Mudah2an saja …. perebutan kitab kuno itu berakhir sampai disini …. — Cahayabuana berhenti
sejenak untuk menghela nafas dalam ….
— Bapak Ajengan Cahayabuana! Maafkan saya memotong bertanya.
Apakah lembaran2
terachir dari kitab kuno itu masih ada pada Bapak Ajengan Cahayabuana?! —
Senapati Indra bertanya dengan memperlihatkan kesungguhan hatin. Kiranya ia sangat tertarik sekali
akan isi tulsian tulisan dari pada kitab kuno buah karya SAKYA ABINDRA itu.
— Sabarkanlah, nakmas Gusti Junjunganku! Nanti juga akan kuterangkan dimana lembaran2
bagian dari kitab kuno itu! Jawab Fjahayabuana dengan tenang, kemudian melanjutkan ceritanya lagi.
— Dengan mengingat-ingat apa yang telah pernah aku baca dalam lembaran2
kitab kuno yang
telah lama kulupakan, akhirnya aku dapat menundukkan Dadung Ngawuk. Ternyata orang shakti yang
kuanggap setengah gila itu memiliki pula sifat2
ksatryanya yang tulus. Belum juga ia terluka berat karena
seranganku, telah keburu menyerah kalah. Hal ini tentu saja membuat aku tercengang dengan penuh rasa heran. Tanpa kuminta ia telah berjanji sendiri akan mematuhi semua petunjuk2
ku ….. Waktu itu
telah fajar pagi … Jadi pertempuran itu berlangsung agak lama juga …. Setelah pertempuran itu selesai
cepat2 aku dengan diikuti oleh Dadung Ngawuk menghampiri si kumbang yang masih saja
bergelimpangan ditanah samhil me-ngerang2
kesakitan.
Ternyata kedua tulang kakinya depan hancur terkena remasan jari2
tangannya. Dengan dibantu
oleh Dadung gawuk si kumbang akhirnya aku gotong masuk kedalam gua diruang dapur. —
Selanjutnya oleh Cahavabuana diceritakan pula tentang kesaktian dalam ilmu usadha yang
dimiliki oleh Dadung Ngawuk. Kedua kaki si kumbang yang tulang2nya telah patah hancur oleh remasan
dapat dipulihkan kembali oleh Ki Dadung Ngawuk hanya dalam tempo sepekan. — Suatu ilmu usadha —
sangkal putung— yang sangat tinggi dan mentakjubkan — Cahayabuana memuji ketinggian ilmu
usadhanya.
Akhirnya ia menceritakan tentang nasib malang yang dialaminya. Menurut cerita yang
diutarakan padaku, bahwa istrinya dibunuh oleh orang yang ia sendiri tidak mengetahui siapa
pembunuhnya, karena pada saat itu ia baru pergi meninggalkan Demak, untuk mengembara tanpa
tujuan.
Menurut dugaannya pembunuh itu tentu orang shakti yang menginginkan lembaran2 bagian
kitab kuno yang ada padanya. Enam tahun lamanya ia menjelajah dengan dendam kesumat yang
tersimpan dalam rongga dadanya, mencari tahu siapa pembunuh isterinya, yang tak pernah dapat
ditemukan.
Komentar
Posting Komentar